Hari terus berganti, sambil mencari tahu keberadaan Hanum aku dan Mas Fatih juga mulai memasukan surat lamaran kerja kami di beberapa kantor.Pulang dari memasukan surat lamaran kerja itu baru kami buka toko di pasar, sementara ibu bertugas di rumah saja menunggu anak-anak pulang sekolah."Bener-bener makin sepi ya Mas toko ini," gumamku lesu, sambil kutengok toko di depan tokonya Asmi, di sana orang-orang sedang ramai mengantri untuk membayar pakaian yang baru mereka ambil."Itulah San, usaha itu gak tetep adakalanya emang begini, sabar ya semoga kita bisa secepatnya dapat kerjaan baru dan tokonya Asmi ini bisa seperti dulu," ujar Mas Fatih seraya menepuk pundakku.Aku mengangguk dan menarik napas berat. Jujur, sedih kalau mau diceritain.Gimana enggak? Hari ini dari mulai buka toko jam 11 siang sampai kami waktunya pulang jam 5 sore, hanya ada satu orang yang beli barang, itu pun hanya beli CD 6 biji mana CD cewek gambar bunga pula hadeeh. Tapi meski begitu aku tetap bersyukur, kat
"Saan, Hasaan!" teriak Mas Fatih sesaat setelah aku sampai."Apa, Mas? Kenapa nyusul ke sini?""Kamu serius mau jadi kuli?" tanyanya lekat."Iya Mas, Asmi butuh uang di kampung.""Ya udah kalau gitu Mas mau nguli juga kayak kamu, buat bantuin jajan anak-anak," katanya sambil mulai bersiap mencegat ibu-ibu yang akan keluar dari pasar.Aku hanya tersenyum haru, gak sangka kakak lelaki yang dulu selalu hina-hina aku, sekarang dia yang berdiri di sampingku saat aku kesusahan begini."Mau saya bawain Bu barang belanjaannya? Berat-berat loh itu." Mas Fatih mulai menawarkan diri."Berapa ke pinggir jalan?""20 ribu aja, Bu.""Gak ah mahal," ketus wanita seusia ibuku.Tanpa melihat wajah Mas Fatih yang mendadak sedih dan berusaha sabar menahan malu, wanita itu pun melengos pergi.Datang lagi wanita muda kira-kira usia Kak Alfa. Barang belanjaannya memang cukup banyak karenanya Mas Faih cepat menawarkan diri."Mau saya bawain belanjaannya, Mbak?""Gak usah, kapok saya, pernah ilang barang sama
Kukeluarkan duit lecekku hasil nguli tadi dari saku."Eh gak apa-apa, bawa bawa bawa, masukin aja ke saku mu duit itu San, kamu emang harus nabung kasihan Asmi di desa takut gak ada uang buat biaya cucuku."Aku tersenyum haru, lagi-lagi hanya bisa diam dan mengangguk, ibuku udah berubah, bener-bener udah berubah, terimakasih ya Allah.Setiap ujian memberi hikmah, dari keadaan ini aku jadi tahu ibuku makin hari makin mampu memperbaki dirinya. Jadi sosok yang lebih tulus, ikhlas dan sayang sama istriku tentunya."Ya udah buruan kalian mandi sana, salat, takut waktunya keburu abis," kata Bapak.Selesai salat maghrib aku gak langsung beranjak, tapi menunggu salat isya sambil banyak zikir.Entah kenapa, aku ngerasa ujian ini selain mendekatkan hubungan antara keluaga kami, aku jadi berubah jadi sosok yang lebih taat dalam beribadah.Salat wajib 5 waktu, baca Al-Qur'an, salat sunah malam, salat sunah rawatib, semua mulai kulakukan dengan rutin tanpa bolong-bolong.Karena aku ngerasa, meski
Anak-anak nyengir sambil mulai kegirangan melahap martabak coklat yang kubawakan itu. Aku sih paham gimana perasaan mereka, mereka sangat bahagia karena 2 bulan terakhir ini kami gak pernah beli apa-apa selain beras dan yang pokok-pokok nya aja.Pantas kalau malam ini anak-anak itu menyerbu martabak yang kubawa dengan begitu semangatnya. "Habisan kita gak pernah beli yang kayak gini lagi sih, jadinya kami kalap," sahut si Talita."Kalap kalap, kamu kira apaan kalap, dasar ya kalian, awas aja kalau gak sisain buat Nenek."Aku dan Mas Fatih nyengir. "Ibu tadi jadi nyuci di rumahnya Bu Rostiana?" tanyaku kemudian."Jadi, malah ibu ambil 5 rumah sekaligus hari ini, lumayan dapatlah 200 rebu buat nambah-nambahin bauar sekolah nya Mia sama Poppy, meskipun akhirnya nih kaki Ibu pegal-pegal semua, dan badan ibu rasanya rentek semua," jawab Ibu panjang lebar."Lain kali jangan banyak-banyak lah Bu, takutnya Ibu malah kecapean dan sakit gimana? Nanti uang yang Ibu cari malah sia-sia karena d
Aku hanya menggelengkan kepala lalu mulai melesatkan motor dengan kencang. Di pasar kami melakukan pekerjaan kami seperti biasa. Menawarkan jasa kuli panggul dan menjajakan beberapa potong baju dari toko Asmi.Sayangnya hari ini kami agak kecewa karena ternyata di pasar hujan deras alhasil para pengunjung juga gak seramai kemarin.Waktunya dzuhur kami salat seperti biasa di musholla pasar. "Jam segini masa Mas baru dapet 40 rebu San," kata Mas Fatih."Sama aja Mas, Hasan juga baru ada 3 orang tadi yang nyuruh nih Hasan malah baru dapet 35 rebu." Aku mengeluarkan uang lecek dari saku jeansku."Yaa segimanapun tapi alhamdulillah San daripada gak ada banget ya 'kan?""Iya Mas bener, walaupun Hasan juga lagi bingung banget, ini udah waktunya Hasan transfer ke Asmi, eeeh malah pendapatan kita anjlok gini," balasku seraya memijit kening yang mendadak nyut-nyutan."Kamu tenang aja San, walau gak seberapa nanti hasil kerja Mas hari ini kamu pakai dulu aja ya, kasihan takut Asmi butuh banget
"Jaga sikap kamu! Kamu itu lagi ngomong sama, Papa!" imbuh Mas Fatih lagi.Si Talita malah mengerling malas setengah mengejek."Emang ada apa sih, Pa? Malem-malem teriak-terik terus, kayak gak ada kerjaan aja.""Diam kamu! Ayo kamu ikut Papa sekarang juga ke meja makan!" "Gak mau Pa, Lita sama adek gak laper kok," tolak si Talita."Makan apa kamu dari pagi? Kok bisa gak laper?""Emm ...." Talita melirik ke arahku tapi cepat aku berpaling aku ingin tahu apa yang akan dilakukan anak itu sekarang."Talita jajan," pungkasnya seraya akan menutup pintu kamar dengan paksa, tapi cepat ditahan lagi oleh Mas Fatih."Kamu bohong, ya?" Mas Fatih menembak tepat sasaran, lalu memasukan kepalanya ke dalam sela pintu."Kakay, makan apa kamu?" tanya Mas Fatih, didorongnya pintu kamar kuat-kuat hingga si Talita tak bisa menahan lagi.Aku pun ikut masuk bersama Mas Fatih."Kay makan apa tadi kamu?"Kakay menggelengkan kepalanya cepat sambil menyembunyikan kedua tangannya ke belakang."Siapa yang lagi
"Om Hasan, apa-apaan sih?!" Anak itu menyentak."Talita! Kenapa kamu harus marah-marah kalau kamu ngerasa gak ngelakuinnya? Ayo duduk," titah Mas Fatih lagi."Gak! Papa dan keluarga Papa ini semuanya jahat, Lita benci!" semburnya seraya pergi lagi ke kamar, disusul adiknya kemudian."Udah Tih biarin aja mereka dulu, kasihan jangan dibentak-bentak gitu," kata Bapak."Fatih kesel Pak, masa iya mereka jajan banyak banget sampe nimbun makanan di kolong ranjang, dibilangin baik-baik malah nyolot, anak si Andin itu emang bener-bener bikin kepala pusing terus," dengus Mas Fatih memegangi kepalanya."Iya anak kamu itu hih mirip banget sama emaknya, dilembutin malah ngelunjak, dikasarin malah makin menjadi-jadi, heran Ibu, Ibu jadi beneran curiga, jangan-jangan bener anak kamu itu yang nyuri uang Ibu." Ibu bicara lagi."Bisa jadi, kelakuan si Andin 'kan emang gitu," balas Mas Fatih."Udah udah kalau pun itu bener, berarti itu jadi tugas baru kita sebagai orang tua mereka sekarang, tugas kita m
Tak lama setelah Asmi naik ke atas, aku juga cepat naik menyusulnya.Saat sampai di kamar Asmi sedang terisak-isak."Neng, Neng kenapa Sayang?" tanyaku seraya memegang lundaknya, tapi cepat ditepis lagi oleh Asmi."Neng, Neng kenapa?" Asmi tak menjawab. Aku diam sebentar, kubiarkan suasana jadi hening. Setelah Hasjun tidur kutaruh ia di kasur."Neng, Neng kenapa nangis?" tanyaku lagi.Asmi menoleh dengan mata yang sudah basah dan merah."Aa teh kenapa? Tega sekali sama Neng dan Hasjun? Sampe Neng teh kayak ngemis-ngemis sama Aa, Neng sampe harus balik ke kota sendirian aja, gak Aa jemput, gak Aa telepon, Aa tuh sebenernya kenapa? Aa bosen sama, Neng? Aa teh gak sayang lagi sama, Neng? Aa teh tos teu bogoh ka, Neng?" cecarnya panjang lebar. Dalam raut wajahnya kulihat Asmi sangat marah tapi sebisanya ia tahan."Kenapa, A? Aa bilang Aa teh janji mau nelepon Neng sama Hasjun tiap hari tapi apa? Mana janji Aa teh? Aa malah ngilang gitu aja kayak gak punya tanggung jawab, inget A, walau A