"Lepaskan saya, Cep! Paman mau kasih dia pelajaran atas luka hati yang selama ini kami rasakan." Paman terus memberontak."Istighfar Paman! Istighfar! Pak Asraja datang kesini karena mau menebus kesalahannya, beliau mau minta maaf pada Bu Sarah dan bertanggung jawab atas perbuatannya."Akhirnya setelah susah payah aku menahan paman, beliau mau sedikit tenang."Saya tahu saya banyak salah," kata Pak Asraja kemudian."Hidupmu memang penuh dengan kesalahan, saya pikir kamu sudah mati dasar biadab!" sembur Paman lagi, kutahan kedua tangannya ke belakang supaya Paman gak menyerang Pak Asraja."Saya akan tanggung jawab, mengurus dan mengakui Asmi sebagai anak saya, memberinya tempat dan pengakuan di rumah saya." "Kau memang harus melakukan itu biadab!" sengit Paman lagi.Pak Asraja menarik napas berat, ia lalu kembali melihat Bu Sarah yang masih belum sadarkan diri."Sarah .... aku datang, aku ingin mengakui Asmi sebagai anakku, aku ingin membawa anakku tinggal bersamaku. Apa kamu mau iku
Setelah Pak Asraja pulang naik ojek karena maksa gak ingin diantar, aku dan Asmi masuk ke dalam.Nenek dan ibu mertua masih terkagum memandangi setiap sudut rumah dengan raut yang berseri."Ini teh bener atau enggak atuh rumah kamu, Neng?" tanya Ibu mertua."Bener atuh Bu, kenapa? Pasti Ibu teh gak percaya ya?""Wajar atuh Neng Ibu gak percaya ini mah bukan rumah soalnya, ini mah udah mirip-mirip hotel." Aku segera ke belakang hendak menyiapkan minum untuk nenek dan ibu mertua, tak lama Asmi menyusul."A, menurut Aa, Papa teh serius gak sih ya mau lamar ibu?" "Serius, Aa percaya sama Papa, kenapa?""Em ... Neng punya ide, A.""Apa tuh?"Asmi berbisik menceritakan ide yang terlintas di kepalanya. Katanya ia berencana akan membuat acara lamaran papa nya itu bersamaan dengan acara syukuran rumah saja, Asmi sengaja ingin mengundang keluargaku terutama ibu, agar mereka lihat siapa papa nya Asmi yang selama ini gak mereka ketahui itu, Asmi berharap setelah mereka lihat papa kandung Asmi,
Pov Author.Setelah dari dapur Bu Pika mengetuk pintu kamar Hanum."Num, Num," katanya pelan, sebisanya wanita itu meredam suara ketukan pintu agar tidak terdengar oleh Hasan dan suaminya yang tengah mengobrol di ruang keluarga.Hanum datang membuka pintu, "iya, Bu?""Ibu mau bicara, boleh gak Ibu masuk?" tanya Bu Pika bisik-bisik."Oh ya udah masuk aja."Bu Pika masuk ke dalam kamar Hanum, wajahnya terlihat resah dan bingung. Aldan sang menantu akhirnya bertanya."Kenapa, Bu?" "Begini Dan, Ibu ... lagi bingung, sebenarnya tadi ada penagih hutang ke rumah," katanya ragu-ragu seraya meremas jari-jari tangannya yang sudah dingin dan gemetar sejak tadi."Hah? Hutang apa?" Hanum kaget."Sstt! Jangan kenceng-kenceng! Nanti kakakmu si Hasan itu denger.""Ibu nih hutang bekas apa sih, Bu? Terus emang berapa hutangnya?" Cemas Hanum bertanya."Hutang bekas Ibu pinjam buat DP mobilnya Mas Fatih itu loh Num, hutangnya sih gak banyak cuma 100 juta, Ibu kira gak bakal cepet ditagih, tahunya setor
"Istrimu itu Tih, kurang ajar banget sama Ibu, kalau bukan anak orang kaya udah Ibu pecat dia jadi mantu," kata Bu Pika jengkel."Ya habisan Ibu nya juga sih maghrib-maghrib dateng ke sini cuma mau bikin kesel aja, panteslah Andin marah. Fatih juga males jadinya."Bu Pika terbelalak, dada yang tadi bergemuruh kembali terasa panas."Kamu kok jadi nyalahin Ibu juga sih?""Jelas aja dong Bu, coba kalau Ibu gak bikin ulah, mungkin sekarang kami adem-adem aja.""Ah ya udahlah, percuma juga Ibu ngomong sama kamu, sia-sia juga ternyata Ibu dateng ke sini, kamu sama aja kayak si Hanum, gak punya rasa kasihan sama Ibu," tandasnya.Bu Pika lalu bangkit dan melangkah tergesa keluar, niat hati ingin dikejar dan dihentikan oleh Fatih tapi nihil.Lagi-lagi Bu Pika harus gigit jari dan menahan rasa kecewanya saat anak-anak yang selama ini ia bangga-banggakan malah memberi rasa sakit ke dalam hatinya."Tih kamu gak mau antar Ibu pulang apa?" tanya Bu Pika lagi, saat sengaja ia menghentikan langkah di
"Jadi kamu mau bantuin Ibu atau enggak?" tanya Bu Pika kesal. Berkali-kali dirinya itu diperlakukan begitu oleh anaknya, lempar sana lempar sini, seperti sangat tidak ingin anak-anaknya itu membantu kesusahan sang ibu."Enggak Bu, kami 'kan udah bilang enggak," jawab Angga dengan suara lugas."Ya udahlah terserah," tandas Bu Pika seraya pergi dengan hati yang dongkol."Susah-susah pergi pagi-pagi begini ke rumah Alfa, ternyata sama aja hasilnya. Kenapa sih anak-anakku begitu? Baru aja minta bantuin bayar hutang, mereka udah ogah-ogahan begitu, gimana kalau ngurusin kematianku nanti? Apa mereka juga akan bersikap masa bodoh? Keterlaluan!" gerutu Bu Pika di dalam angkot."Tante?" Seseorang yang baru saja naik menepuk pundak Bu Pika. "Eh Jasmin?""Iya Tante," seru seorang wanita berpenampilan modis itu.Mereka lantas cipika-cipiki dan saling memeluk."Udah lama kamu gak main ke rumah Tante," kata Bu Pika."Iya Tante, gak enak soalnya, sekarang anak Tante yang mau dicomblangin sama Jas
PoV Hasan"Kalau Ibu udah males Ibu teh bisa pulang sekarang kok, tapi Asmi gak akan buru-buru mulai acaranya sebelum bapak Asmi datang," kata Asmi dengan suaranya yang lugas.Aku melongo, tumben-tumbenan istriku bicara begitu sampai wajah ibu terlihat sangat pias dibuatnya.Asmi lalu pergi ke belakang untuk mengambil makanan ringan yang belum disajikan.Sebetulnya aku ingin terbahak saat melihat Asmi bicara begitu pedasnya pada ibu. Astagfirullah emang aku ini durhaka banget, tapi biarkanlah siapa suruh ibuku bersikap begitu, datang ke acara kami bukannya ikut nimbrung mengobrol dan memperkenalkan diri pada mertuaku malah duduk pongah di pojokan, hadeh ibu ... ibu, entah kapan berubahnya ibuku itu, atau mungkin karena eyangku salah kasih nama? namanya kan PIKA, kalau kata orang Sunda tuh Pikasebeleun yang artinya nyebelin. Haha."Kak Hasan kok beli rumah bagus gak bilang-bilang?" tanya Hanum berbisik-bisik. Aku nyengir saja sambil menggeleng kepala.Kemudian Aldan juga bertanya."Ka
"Bu, Bu, bangun, Ibu kenapa?" Aku mengusap-ngusap pipi Ibu."Eh kenapa ibumu itu San?" tanya Bapak seraya cepat mendekati kami."Pingsan, Pak." "Apa? Ibu pingsan? Bawa ke kamar tamu aja, A," kata Asmi.Segera aku menggendong ibuku ke kamar."Ya udah atuh ya sambil nunggu ibu sadar, silakan semuanya untuk menikmati hidangan yang sudah dipersiapkan," kata Asmi sambil mengekor di belakangku.Semua orang pun akhirnya menuju tempat prasmanan yang sudah disediakan di ruang keluarga."Kok bisa sih Ibu pingsan? Apa karena kecapekan?" tanya Asmi lagi seraya sibuk membantu menidurkan Ibu dengan nyaman di atas kasur."Gak Neng, bukan karena itu." "Terus?""Ibu kaget denger Neng ternyata adalah anak orkay," bisikku, Asmi cepat mencubit pahaku. "Bercanda terus, heran," dengusnya kesal."Aw sakit Neng.""Biarin.""Pake kayu putih, A," kata Asmi lagi."Gak bakal mempan, pake duit baru sadar.""Aa," kata Asmi sambil mencubitku lagi lebih kencang."Bercanda mulu atuh ih heran deh."Aku hanya cekiki
Aku terkesiap, buru-buru kumatikan hp dan memasukannya ke saku kolor."Lagi apa sih? Malah duduk di luar, udah dikasih ke Ibu belum suvenirnya?""Udah Neng, udah. Oh ya, nih Aa bawain es cendol bahenol buat, Neng," kataku sambil mengulurkan tangan memberikan plastik berisi es cendol.Asmi tak langsung menerima, ia malah menatapku penuh selidik dengan mata menyipit."Kenapa, Neng?""Aa gak lagi sembunyiin apa-apa dari Neng 'kan?"Teg. Jantung langsung jedag-jedug, kalau cewek emang begitu kali ya? pandai banget nyium bau-bau aneh yang gak biasa."Emang Aa mau sembuyiin apa Neng sayang? Aa 'kan gak punya apa-apa, tidur aja Aa numpang di rumah, Neng," ujarku merayu."Masa? Serius?" Asmi kembali meneyelidik."Serius, Neng.""Ya tapi rumah ini bukan milik Neng lagi sekarang, tapi milik kita berdua," katanya seraya tersenyum manis semanis arumanis di si abang-abang rongsok.Aku dan Asmi masuk ke dalam, ibu mertua dan nenek sedang duduk melihat televisi. Kuberikan cendol itu pada mereka."Ma