Ditunggu beberapa hari, Revalina tidak kunjung datang ke rumah sehingga Siska pergi ke kota untuk menemui Revalina. Ia berdiri di depan pagar rumah Felix, minta security untuk membukanya. Namun, pria berseragam itu tidak bisa begitu sama membukanya karena belum ada izin dari pemilik rumah. "Saya ini kakaknya Revalina, kamu jangan main-main sama saya! Kamu di sini cuma kerja aja, dan adik saya adalah menantu di rumah ini." Pria itu menggubris ucapannya, ia pergi ke dalam rumah itu menemui Vina. Vina langsung berhadapan dengan Siska, ia mengusirnya bahkan dilarang untuk datang ke sana lagi. Sebab, Vina tahu betul kalau Revalina dijadikan jaminan pada Heri gara-gara Siska. "Apa salah saya? Saya ingin bertemu dengan adik saya, dia pasti ada di rumah ini, kan?" "Perempuan tidak tahu diri, udah menjual adik sendiri masih aja berani mengakui kalau Revalina itu adalah adikmu! Pergi kamu dari sini sebelum saya seret!" Siska menatap wajah wanita itu, ia pikir Vina adalah wanita yang sanga
Raisa, Siska, dan Heri sedang berkumpul. Raisa menegur sikap Siska yang sangat teledor, jika jepit rambu itu tidak diambil Raisa mungkin saja Siska akan tertangkap. Raisa meminta Heri untuk tidak menabwa gadis tersebut ke dalam urusannya. "Tapi Siska ini adalah kakaknya Revalina jadi dia jauh lebih tahu tentangnya," jelas Heri. "Dan asal kalian tahu, saya hampir tertangkap seharusnya Pak Heri memotong sebagian utang saya." "Gak bisa, kamu tidak membawa Revalina ke hadapan saya. Kalau kamu berhasil membawa Revalina, saya pastikan semua utangmu lunas." Heri mengatakan itu karena uang yang dijanjikan Raisa jauh lebih besar daripada utangnya Siska. Siska merasa tawaran darinya semakin menarik, ia akan berusaha lebih kerasa dan berhati-hati untuk mendapatkan Revalina. Raisa mengancam Heri kalau dalam waktu satu minggu Revalina tidak bisa diculik maka ia akan menyuruh ahlinya. Heri berjanji pada wanita tersebut akan menyingkirkan Revalina dari Felix. Saat itu juga, Heri, Siska, dan
Vino membawa Felix ke kamarnya, pria itu bersandar pada dinding tempat tidur. Felix angkat bicara ia yakin kalau orang yang telah menyerangnya itu adalah Heri. "Heri itu siapa?" tanya Vino. "Tahu, kan nikah sama Revalina karena apa?" tanya Felix yang diangguki Vino. Selain Raisa, Vino juga tahu tentang pernikahan kontrak yang dilakukan Felix dan Revalina. Dari sekian banyaknya keluarga Felix, hanya Vino yang paling dekat dari kecil sehingga Felix mudah untuk bercerita. "Saya gak lihat wajah mereka satupun, tapi di antara mereka ada satu perempuan yang membius saya." Vino membenarkan ucapan Revalina karena ia pun sempat berhadapan dengan wanita itu, wanita yang tidak mempunyai kemampuan beladiri, tetapi ikut bergabung dengan para pria itu. "Tunggu, apa jangan-jangan wanita itu adalah orang yang mengikuti kita di kantor, kamu ingat, kan?" tanya Felix pada Revalina. "Iya, Bapak benar. Saya juga merasa orang itu sama, tapi sayangnya saya gak bisa memastikan dia itu siapa?" "Aku pi
Para penjahat yang sudah babak belur berkumpul dengan Raisa. Mereka minta maaf pada gadis tersebut karena misinya kali ini gagal, Revalina berhasil melarikan diri karena bantuan pria super jagoan. Jika saya tidak ada pria itu, pasti Revalina tidak akan bisa selamat bahkan Felix pun tidak akan bisa menolongnya karena pasti kehilangan jejak. Raisa terkejut mendengar penjelasan dari Heri, ia bertanya apa yang mereka lakukan pada kekasihnya? "Kalau gak melumpuhkan Felix bagaimana kita bisa menculik Revalina?" tanya Heri pada Raisa. "Jadi maksud kamu Felix terluka gitu?" Mereka semua mengangguk, Raisa marah seharusnya mereka tidak menyentuh Felix sedikitpun membiarkannya tetap baik-baik saja. Heri bilang itu mustahil karena Felix melawannya, mana mungkin tidak dilawan balik. "Terus sekarang di mana dia? Sampai sekarang ponsel gak bisa dihubungi." "Setelah kita mengalahkannya, Felix gak bisa apa-apa dia tergeletak di pinggir jalan." Raisa marah besar, jika Felix sakit tentu saja tida
Vino baru saja tiba di rumah Felix, ia langsung masuk begitu saja ke kamar Felix. Felix menggelengkan kepalanya melihat Vino yang menggunakan pakaiannya dengan sangat rapi. "Kenapa?" tanya Vino sambil memperhatikan Felix yang fokus menatapnya dari ujung kepala sampai ujung kaki. "Kenapa pake baju itu?" "Sorry, ya gak ada baju. Lagian, ke sini gak bawa baju kayak gini." Felix hanya menyunggingkan senyumannya saja, Vino mengatakan kalau Raisa datang ke kantor mencarinya. Wajah Felix berubah menjadi resah, ia takut kedatangan Raisa ke kantor akan bertemu dengan Vina. Sebab, Felix tidak bisa ke kantor kemungkinan Vina akan turun tangan juga. "Kenapa dia sampai datang ke kantor."Terus kalau ada cewek itu lagi harus diapain?" tanya Vino bingung. "Suruh dia pergi daripada ketahuan," titahnya. Vino pun pergi ke kamarnya mengganti baju, Revalina masuk kamar Felix membawakannya segelas air minum untuk meminum obat. Tidak lupa ia juga membawa potongan buah semangka untuk mengurangi rasa
Felix meraih ponselnya yang berbunyi, Raisa menghubunginya. Ia berbicara di balik telepon dengan nadanya yang sangat khawatir. Felix meminta kekasihnya untuk tidak terlalu khawatir karena semuanya baik-baik saja. Namun, Raisa tetap saja khawatir. Ia sudah menunggu Felix di depan pagar membawa buah-buahan. Felix terkejut, bisa-bisanya gadis itu datang ke rumah lagi padahal sudah sering dilarang. Cuaca kali ini sangat panas membuat Raisa merasa tidak nyaman berada di bawah sinar matahari langsung menunggu Felix datang. Ia terpaksa berada di sana karena ingin terlibat sangat mencintainya. "Kalau bisa kamu ke sini, soalnya security gak mungkin bukain pintu buat aku." "Iya tunggu, aku ke sana." Felix berdiri dari tempat duduknya berjalan perlahan-lahan sambil memegangi benda yang dilewatinya. Hampir saja pria itu terjatuh karena tidak berhasil meraih tembok untuk bertahan, tetapi untung saja Revalina datang menolongnya. Gadis itu membantu Felix untuk kembali ke tempat tidur, tetapi pr
Felix sedang menggunakan jasnya, Vino datang menghampiri bertanya Felix mau pergi kemana? Tentu saja Felix mau ke kantor, kemana lagi? Vino sempat mengingatkan kalau Felix masih belum sembuh total, sebaiknya tidak pergi ke kantor sekarang. "Aku bosan di rumah terus," ucap Felix. "Ya aku tahu, Lix. Tapi kamu masih sakit, gimna kalau ada orang yang kemarin nyerang kamu lagi?" "Kamu sebagai sodaranya jangan suka nyumpahi yang gak bener.""Bukannya nyumpahi cuma ngingetin aja, kan siapa tahu mereka belum nyerah." Felix minta Vino untuk ikut ke kantor juga menggunakan mobilnya yang lain. Enaknya ikut satu mobil dengannya, tetapi apa yang akan Vina katakan? Daripada tidak ada kerjaan, Vino pun mengiyakan perintah dari anak tantenya itu. Revalina menghentikan langkah Felix yang baru saja mau keluar dari ruangan tersebut bersama dengan Vino. Revalina mengatakan kalau Vina melarang Felix untuk pergi sebelum benar-benar sehat. "Tu, kan kata aku juga apa?" Vino menimpali ucapan Revalina.
Revalina sedang duduk bersama dengan Vino, menikmati makanan dan minuman di sana. Mereka menyaksikan pertemuan Raisa dan Felix di kursi lain. Ketika bertemu dengan Felix, Raisa kerap kali bermanja-manja bak sangat mencintainya. Vino merasa geram melihat mereka, ia melihat seorang pelayan datang dipanggil oleh Felix. Raisa dan pria itu memesan, Vino izin ke kamar mandi pada Revalina. Padahal pergi menemui pelayan memberikan obat untuk dimasukkan ke minuman yang dipesan oleh Raisa. Pelayan itu sempat menolak karena takut dihukum karena melakukan kejahatan merecun orang, tetapi Vino meyakinkannya kalau itu hanya obat tidur saja. Vino memang suka bawa obat tidur karena ia akan meminumnya ketika tidak bisa tidur. Menit berikutnya, apa yang dipesan oleh Raisa sudah datang. Raisa dan Felix menikmati apa yang mereka pesan, Raisa minta Felix untuk mencicipi minumannya. Vino melotot ketika Felix meminum sedikit jus yang sudah ditambahkan obat tidur. "Kamu kenapa?" tanya Revalina sambil meli