Felix sedang menggunakan jasnya, Vino datang menghampiri bertanya Felix mau pergi kemana? Tentu saja Felix mau ke kantor, kemana lagi? Vino sempat mengingatkan kalau Felix masih belum sembuh total, sebaiknya tidak pergi ke kantor sekarang. "Aku bosan di rumah terus," ucap Felix. "Ya aku tahu, Lix. Tapi kamu masih sakit, gimna kalau ada orang yang kemarin nyerang kamu lagi?" "Kamu sebagai sodaranya jangan suka nyumpahi yang gak bener.""Bukannya nyumpahi cuma ngingetin aja, kan siapa tahu mereka belum nyerah." Felix minta Vino untuk ikut ke kantor juga menggunakan mobilnya yang lain. Enaknya ikut satu mobil dengannya, tetapi apa yang akan Vina katakan? Daripada tidak ada kerjaan, Vino pun mengiyakan perintah dari anak tantenya itu. Revalina menghentikan langkah Felix yang baru saja mau keluar dari ruangan tersebut bersama dengan Vino. Revalina mengatakan kalau Vina melarang Felix untuk pergi sebelum benar-benar sehat. "Tu, kan kata aku juga apa?" Vino menimpali ucapan Revalina.
Revalina sedang duduk bersama dengan Vino, menikmati makanan dan minuman di sana. Mereka menyaksikan pertemuan Raisa dan Felix di kursi lain. Ketika bertemu dengan Felix, Raisa kerap kali bermanja-manja bak sangat mencintainya. Vino merasa geram melihat mereka, ia melihat seorang pelayan datang dipanggil oleh Felix. Raisa dan pria itu memesan, Vino izin ke kamar mandi pada Revalina. Padahal pergi menemui pelayan memberikan obat untuk dimasukkan ke minuman yang dipesan oleh Raisa. Pelayan itu sempat menolak karena takut dihukum karena melakukan kejahatan merecun orang, tetapi Vino meyakinkannya kalau itu hanya obat tidur saja. Vino memang suka bawa obat tidur karena ia akan meminumnya ketika tidak bisa tidur. Menit berikutnya, apa yang dipesan oleh Raisa sudah datang. Raisa dan Felix menikmati apa yang mereka pesan, Raisa minta Felix untuk mencicipi minumannya. Vino melotot ketika Felix meminum sedikit jus yang sudah ditambahkan obat tidur. "Kamu kenapa?" tanya Revalina sambil meli
Felix datang ke kafe mencari Raisa, tetapi menurut informasi dari pelayan gadis itu sudah dibawa kerumahnya. Felix mendatangi kediaman kekasihnya, ia bertemu dengan Raisa yang sudah dalam keadaan sadarkan diri. "Kenapa kamu tega meninggalkan anak saya di kafe sendirian?" tanya ibunya Raisa. Ia mendapatkan cerita dari Raisa kalau Felix pergi meninggalkannya setelah tertidur karena Raisa tidak tahu kalau Felix juga tidur. Felix menjelaskan apa yang terjadi padanya sama dengan apa yang dialami oleh Raisa. "Sayang, apa kamu udah mencari tahu siapa pelakunya?" tanya Raisa. Felix membisu, ia tidak mungkin mengatakan yang sebenarnya kalau pelakunya adalah Vino. Sebab, Raisa bisa saja akan memarahi Vino habis-habisan. Bagaimanapun juga Vino tetaplah keluarga Felix. "Aku gak tahu, aku akan coba menyelidik siapa pelakunya." "Sekalian tutup aja tu kafe, buat apa tetap buka cuma meracuni pembelinya." Felix meminta Raisa untuk tenang karena pasti pelakunya akan segera ditangkap. Beberapa me
Vina sedang memanjakan cucunya, membelikan barang-barang yang diinginkan oleh anak itu. Ketika tengah sibuk berbelanja, tidak sengaja ada Raisa dan Andi di sana. Vina mendekati mereka berdua membuat Raisa terkejut. Ia melihat sekitar takutnya Felix juga ikut bersama ibunya, tetapi akhirnya Raisa ingat kalau Felix sedang olahraga, mana mungkin bisa ada di tempat ini. "Gak nyangka, sekarang kamu pacaran sama lelaki tua. Pasti kamu cuma mau hartanya aja, mending tinggalin perempuan kayak Raisa yang ada bikin kamu miskin." "Apa hubunganmu dengan saya? Kita gak ada hubungan apa-apa kenapa Tante malah mengurusi hidup saya?" Vina tersenyum, ia berkata pasti Andi adalah suami orang yang diembat juga oleh Raisa. Pada Felix saja Raisa sering ngejar-ngejar pasti karena ingin uangnya. Raisa tidak mau kalah, ia mengatakan justru Felix yang mengejarnya. Vina marah, jangan asal nuduh pada putranya karena tidak akan mungkin Felix mengejar-ngejar Raisa kayak tidak ada wanita lain saja. Lagian, Fel
Vino tidak sengaja bertemu dengan Raisa yang sedang bersama Andi. Mereka terlihat sangat mesra di mata Vino. Vino bertepuk tangan kala melihat mereka berdua. "Wah, ternyata gini perlakuan kamu di belakang sodara saya!" Raisa tidak mau Andi mengetahui segalanya, sehingga ia mencekal tangan Vino membawanya menjauh dari hadapan pria tersebut. Vino tertawa, Raisa melakukan itu karena masih takut keburukannya terbongkar. "Kalau kamu masih takut, mending gak usah tu namanya selingkuh-selingkuh." "Heh, bukan urusanmu, ya. Mau saya selungkuh atau gak. Mending kamu pergi dari sini karena saya gak pernah ada urusan sama kamu!" "Jika menyangkut Felix itu artinya saya juga akan terlibat karena Felix adalah sodara saya!" Vino mencari-cari ponsel dari sakunya, tetapi tidak ada. Ia baru ingat kalau ponselnya tertinggal di mobil. Raisa tersenyum mengejeknya mau merekam bukti, tetapi tidak bawa ponsel."Perempuan gak tahu malu, gak pantes sama sodara saya!" tegas Vino sembari pergi. "Vino-Vino,
Revalina dan Felix sudah pergi meninggalkan kediamannya, sedangkan Vino malah kesiangan sehingga ia cepat-cepat keluar dari rumah itu membawa mobil. Di rumah lain, Santi juga kesiangan, ia takut akan telat masuk kampus. Vino membawa mobil tanpa memperhatikan sekitar sehingga tidak sengaja menabrak motor Santi. Santi terjatuh, kakinya tertimpa motor. Vino terkejut, ia tidak mungkin kabur karena jelas-jelas rumahnya dekat. Terpaksa pria itu turun dari mobil menolongnya. Kaki Santi keseleo sehingga kesulitan untuk berjalan. Vino menyimpan kendaraan tersebut di depan rumah Santi, sedangkan Santi bersandar di pagar. "Saya minta maaf, ini gak sengaja. Saya lagi buru-buru banget," ucap Vino pada Santi. Santi marah, buru-buru sih, tetapi jangan membuat orang lain celaka. Keselamatan itu nomor satu seharusnya Vino memikirkan hal itu, bukannya hanya memikirkan keterlambatan. "Ok, maaf. Saya ganti rugi untuk kerusakan motor kamu dan buat biaya kamu ke dokter," ucap Vino sambil memberikan be
Revalina berjalan menuju rumah Santi, langkahnya terhenti karena mendengar suara seseorang mengikuti. Ketika membalikkan badan benar saja, Felix berdiri tepat di belakang gadis tersebut. "Kok Bapak ada di sini?" "Memangnya kenapa? Kamu pikir jalan ini milikmu?" "Nggak gitu, Pak. Maksudnya, kan Bapak bilang gak perlu izin kalau saya mau ke rumah karena gak akan data orang yang menculik saya, tapi kenapa Bapak malah ikut sama saya?" "Saya bukan mengikutimu karena takut kamu diculik, tapi saya mau ketemu sama Santi dan keluarganya karena mau minta maaf atas nama Vino." Revalina bilang itu tidak perlu dilakukan oleh Felix karena Vini juga mau minta maaf ke keluarganya Santi. Siapa yang bilang? Felix tidak percaya, tetapi Vino berbicara dari belakang mengiyakan ucapan Revalina. Felix tidak berbicara, ia mau kembali ke rumahnya. Vino menarik tangan pria tersebut mengatakan untuk pergi bersamanya menjenguk Santi, Felix tidak mau karena tadinya juga ia mau pergi karena untuk mewakili Vi
Raisa menyandarkan kepalanya di bahu Felix, mereka duduk di bangku taman bercat putih pun Revalina duduk di bangku lain seorang diri. Raisa mengeluarkan ponselnya, menunjukkan beberapa foto mobil mewah model terbaru. Ia minta dibelikan mobil tersebut oleh Felix, tetapi Felix tidak setuju karena mobil itu sangat mahal. Raisa merajuk karena mana mungkin untuk calon istri Felix tidak memberikan apa yang diinginkannya. "Bukannya aku gak mau ngasih, tapi mobil ini mahal, kita bisa membangun rumah daripada beli mobil semahal ini." "Kamu itu punya banyak uang, kamu bisa beli mobil ini dan bisa bikin rumah juga. Lagian, nanti juga mobilnya bakalan dipake sama kamu juga." Felix menjelaskan kalau dirinya belum bisa membelikan mobil tersebut karena ia tidak bisa mengeluarkan sebanyak itu apalagi saat ini hak waris belum tentu menjadi miliknya, Felix takut jika hal waris itu tidak akan menjadi miliknya. Jadi, ia memilih menyimpan uang untuk masa depan. Raisa tidak mau mengerti karena ia yaki