Cara sedari tadi terus berbalik mencari posisi tidur yang nyaman, tapi kedua matanya sampai sekarang sulit sekali untuk dipejamkan karena ucapan Felix tadi siang terus berputar-putar di ingatannya.
'Setiap orang bisa berubah. Karena kadang ... orang bisa berubah demi cinta'
Cara pun memutuskan untuk bangun, lalu mendudukkan diri di atas tempat tidur. Kamar yang dia tempati sekarang tidak jauh berbeda dengan kamarnya yang berada di rumah Alvaro. Dindingnya didominasi cat berwarna putih dan ungu muda. Isinya hanya terdiri dari sebuah tempat tidur, meja, dan lemari kayu yang berada di dekat jendela.
Helaan napas panjang lolos dari bibir mungil Cara. Diam-diam gadis itu menyetujui apa yang Felix katakan sebelum kembali ke kantor tadi siang.
Setiap orang
Tunggu moment setresnya Alvaro di next part 😆
Alvaro terus berbalik mencari posisi tidur yang nyaman padahal sekarang sudah hampir jam dua belas malam karena tidak ada satu pun pesannya yang dibalas oleh Cara. Menyebalkan! Alvaro pun memutuskan untuk bangun lalu meraih ponselnya yang tergeletak di meja kecil samping tempat tidur karena ingin mengirim pesan pada Cara. Otak Amoeba: [Kenapa kamu tidak membalas pesanku, Caramell? Apa kamu tidak tahu kalau aku sangat merindukanmu?] [Pulanglah, Sayang. Aku sangat menyesal sudah menyakitimu. Aku mohon ....] [Tolong balas pesanku, Caramell] [Aku kangen :(] Alvaro menggeram kesal karena Cara tidak kunjung membalas pesannya. Padahal dia sudah memohon-mohon pada gadis itu agar kembali ke rumahnya. Menyebalkan! Rasanya Alvaro ingin sekali menjemput Cara ke rumah Felix. Namun, dia tidak
"Kamu sudah gila?" pekik Cara terdengar lumayan keras. Dia tidak pernah menyangka Alvaro akan datang ke apartemen Felik lalu memborgol tangan kanannya menjadi satu dengan tangan lelaki itu. Apa Alvaro sudah tidak waras? "Aku memang sudah gila karena kamu, Caramell," ucap Alvaro tanpa dosa mengabaikan wajah kesal gadis yang berdiri tepat di hadapannya. Dia bahkan sampai nekat memborgol tangan Cara agar tidak pergi dari sisinya karena dia tidak sanggup berpisah terlalu lama dengan gadis itu. "Alvaro, lepaskan!" Cara berusaha melepas tangannya dari borgol Alvaro. Alvaro menggeleng polos. "Tidak mau." "ALVARO!" geram Cara terdengar kesal. Rasanya dia ingin sekali menampar wajah Alvaro yang kelewat tampan
Felix memarkirkan mobilnya di basemant begitu tiba di apartemen. Dia pun segera turun dan tidak lupa mengunci pintu mobilnya sebelum melangkah menuju apartemennya yang berada di lantai dua belas.Felix menekan tombol lift yang ada di hadapan dan tidak lama kemudian pintu lift itu terbuka. Tanpa menunggu waktu lama dia pun segera masuk ke dalam dan menyandarkan tubuhnya pada dinding lift.Hari ini Felix merasa sangat lelah karena meng-handle semua pekerjaan Alvaro. Entah apa yang terjadi dengan sahabatnya yang bodoh itu. Alvaro tiba-tiba saja menelepon Gabriella dan mengatakan jika dirinya ada urusan penting yang tidak bisa ditinggalkan. Felix tidak tahu urusan penting apa yang dimaksud Alvaro karena sahabatnya itu tidak memberi alasan yang jelas. Dia akan meminta imbalan yang besar pada Alvaro karena sudah membuatnya bekerja sangat keras seperti Romusha.Lamunan Felix buyar karena mendengar lift berdenting. Ternyata dia su
Alvaro tertegun melihat air mata yang membasahi pipi Cara. Apa dirinya telah salah bicara? "Caramell, maafkan aku. Tolong jangan menangis," ucapnya terdengar panik. Namun, tangis Cara malah semakin pecah melihat kekhawatiran yang terpancar jelas dari kedua mata Alvaro. Gadis itu seolah-olah bisa merasa jika Alvaro benar-benar mencintai dirinya. "Caramell, please. Jangan menangis ...," desah Alvaro seraya mengusap air mata yang membasahi pipi Cara. "Maaf kalau aku ada salah kata. Aku tidak akan bicara yang aneh-aneh lagi, tapi tolong jangan menangis." Alvaro menarik tubuh Cara dalam dekapan, lantas mengusap punggung gadis itu dengan lembut. Dia benar-benar mengkhawatirkan Cara. Cara pun menarik napas panjang agar perasaannya menjadi lebih tenang lalu menatap lelaki yang sedang mendekap tubuhnya dengan erat. "Kenapa?" Alvaro mendadak gugup da
Senyum tipis menghiasi bibir manis Cara ketika memperhatikan Alvaro yang sedang tertidur lelap. Dia tidak pernah bosan memandangi wajah Alvaro yang kelewat tampan seperti dewa Yunani. Arez, Apolo, Zeus, atau siapa pun itu.Cara mengubah posisinya agar bisa melihat wajah Alvaro dengan lebih jelas. Sedikit pun dia tidak pernah menyangka akan jatuh hati pada lelaki yang sudah memiliki istri seperti Alvaro. Padahal dia sudah memilih menutup pintu hatinya untuk lelaki lain setelah berpisah dengan Jafier.Namun, sejak Alvaro datang pertahanannya perlahan-lahan goyah. Entah kenapa sifat arogan dan keras kepala Alvaro malah membuatnya jatuh cinta.Sepertinya Cara memang sudah gila dan dia tidak mau menampik hal itu. Dia memang sudah tergila-gila pada Alvaro hingga nekat menjatuhkan hatinya pada lelaki yang sudah beristri itu.
Cara pun cepat-cepat menyambar segelas air putih yang ada di hadapannya, lalu meminumnya hingga tersisa setengah untuk meredakan rasa panas yang menjalar di tenggorokannya karena mendengar ucapan Felix barusan. Cara tidak pernah menyangka jika Felix tidak bisa tidur karena mendengar desahannya saat bercinta dengan Alvaro semalam. Apa dia mendesah terlalu keras? "Duh, Gusti!" Cara mengusap wajah kasar. Rasanya dia ingin sekali menghilang dari hadapan Felix sekarang. Sumpah! Dia malu sekali. Sementara itu Alvaro menyemburkan kopi yang sedang diminumnya karena panas hingga tanpa sengaja mengenai wajah Felix. "Sorry banget, Lix. Aku nggak sengaja." Alvaro mengambil selembar tisu untuk membersihkan wajah Felix yang terkena kopi. Felix menarik napas panjang, berusaha menahan diri agar tidak memaki Alvaro karena membuat wajahnya terasa panas sekal
Alvaro mengemudikan Mercedes Benz G65 miliknya sedikit kencang menuju rumah Mama. Sementara Cara memilih menatap jalanan lewat kaca mobil yang ada di sampingnya. Gadis itu tidak bisa berhenti tersenyum sejak keluar dari rumah Felix. Cara merasa amat sangat bahagia karena Alvaro mau menuruti keinginannya.Padahal Alvaro dulu bersikap sangat dingin dan kasar di awal pertemuan mereka. Alvaro bahkan menganggapnya seorang jalan. Namun, siapa yang akan menyangka Alvaro sekarang sangat mencintainya dan rela melakukan apa pun untuknya."Apa yang membuatmu terlihat sangat bahagia, Sayang?" Alvaro meraih tangan Cara lantas menautkan jemari mereka. Jemari gadis itu begitu pas mengisi sela-sela kosong di jemari tangannya. Seolah-olah Cara memang sudah diciptakan untuknya."Apa kamu tahu, Roo?" Cara malah balik bertanya alih-alih menjawab pertanyaan Alvaro.Alvaro menggeleng polos. Entah kenapa jantungnya selalu berdet
Sedikit pun Alvaro tidak pernah menyangka jika dirinya sekarang mengulangi hal yang dulu hanya dia lakukan pada Angela ke Cara.Alvaro yang terkenal arogan dan dingin pada siapa pun bersikap sangat manis dan hangat hanya pada Angela. Sejak dulu dia memang menaruh hati pada model seksi itu hingga rela melakukan apa pun. Termasuk bersaing dengan saudara kembarnya sendiri.Butuh perjuangan yang tidak mudah bagi Alvaro untuk meluluhkan hati Angela karena wanita itu memiliki harga diri yang sangat tinggi. Berkali-kali dia ditolak dan berkali-kali dia hanya diberi harapan palsu oleh Angela. Namun, Alvaro tidak gentar untuk mendekati wanita itu. Dia mencurahkan seluruh perhatian juga kasih sayangnya untuk membuktikan jika dirinya sungguh-sungguh mencintai Angela.Setelah sepuluh tahun lebih berjuang, akhirnya Angela mau membalas perasaannya. Alvaro merasa sangat bahagia dan tanpa pikir lama langsung memutuskan