“Kenapa? Kau memanglah pelacur kecil, kan. Seorang wanita yang telah menikah lalu tidur dengan pria lain. Kau tak ada bedanya dengan pelacur, Danila.” Hugo mengatakan kata-kata sarkasnya yang mengandung penghinaan terhadap Danila. Wanita itu terdiam, namun tatapannya menatap tajam pada pria bengis yang ada didepannya kini. Danila benar-benar muak dengannya. Yang tidak pernah absen untuk terus menghina dan merendahkan martabatnya sebagai seorang wanita. Namun apalah daya, Danila tidak berdaya. Bahkan kedua orang tuanya pun tak mempercayainya. “Harus berapa banyak jumlah kata yang aku katakan padamu? Aku dan Bagas ti...” ucap Danila terpotong sebab Hugo langsung membungkamnya dengan ciumannya yang kasar. Pria itu bahkan menggigit bawah bibirnya hingga menimbulkan bercak merah di area sana. “Hah ... hah!” deru napas Danila memburu setelah Hugo melepaskan ciumannya. “Itu hukuman untukmu, karena kau sudah berani menyebut nama pria lain dihadapanku!” cercanya. “Aku memberikanmu kesempata
Tanpa basa-basi, Hugo langsung keluar dari dalam ruang rapat itu. Kejadian yang sama seperti pada waktu lalu. Sekretaris Jo kembali meminta maaf pada semua anggota yang turut hadir di sana. “Mohon maaf, dengan berat hati saya katakan, rapat hari ini ditunda dan dilanjutkan besok. Sampai bertemu besok di jam sepuluh pagi! Terima kasih!” ujar sekretaris Jo seraya membungkukkan sedikit bahunya. Memberi salam hormat pada mereka di sana. “Apa ada sesuatu yang terjadi? Kau lihat, tidak? Wajah Tuan Hugo sangat menyeramkan tadi.” “Hei, kau jangan bergosip tentangnya. Apa kau ingin menghilang dari dunia ini, hah?!” Bisik-bisik terdengar dari mulut mereka. Tak ada yang berani mengatakan sesuatu hal tentang Hugo. Mereka semua tahu rupanya. Se-mengerikan apa Hugo dimata mereka. Bahkan peluh keringat bercucuran pada keningnya. Padahal sekretaris Jo mengatakannya dengan sangat sopan. Tapi kata-kata sopannya tidak lain dari gertakan untuk mereka. “Apa yang sebenarnya terjadi?” tanya Hugo ketika
Ditengah Danila yang tengah koma di rumah sakit karena telah berjuang melahirkan bayi didalam kandungannya, Hugo justru memilih untuk pergi menyendiri tanpa mengajak siapa pun ikut bersamanya, termasuk sekretaris Jo. Entah ke mana pria itu pergi. Namun sebelumnya, ia sempat berbicara pada dokter dibagian laboratorium. Ada kemungkinan terjadi, bahwa dirinya ingin melakukan pemeriksaan tes DNA terhadap bayi Danila. Samar-samar kedua mata Danila membuka secara perlahan. Ia telah sadar dari masa kritisnya. Setelah berjam-jam melewatinya. Pandangannya melihat-lihat sekitarnya. Dirinya tengah berbaring diatas ranjang rumah sakit. Dengan kondisi tangan yang dibalut oleh selang infus. “Dimana aku?” ujar Danila lemah. Tangannya lantas meraba-raba perutnya yang sudah berubah rata sekarang. “B-bayiku! Bayiku! Dimana bayiku?!” lanjut Danila berteriak histeris. Detik kemudian, tiba-tiba muncul seorang perawat wanita datang menghampirinya. Mencoba menenangkan Danila yang tengah histeris berteriak
Danila teringat sekarang, bahwa pria yang ada dihadapannya sekarang benar-benar suaminya yang kejam. Panggilan pelacur kecil itu ditujukan untuknya. Seakan menganggapnya adalah wanita rendahan. Yang tak pantas mendapatkan belas kasihan darinya,.Hati Danila berdenyut mendengar panggilan pelacur kecil itu. Bulir bening menitik dari kedua sudut pandang matanya. Pandangannya lantas berubah buram, seakan tak sanggup lagi tuk menatap sosok iblis bertubuh manusia itu.Guratan senyum diwajah Hugo mengukir menyeringai menatap Danila. "Kau terkejut, ya? Untuk apa pula kau menampilkan ekspresi begitu? Bukankah memang panggilan itu pantas untukmu, pelacur kecil?!" cerca Hugo seraya mencengkeram wajah Danila dengan kasar."Mengapa tidak bercerai saja?" ujar Danila tiba-tiba memberanikan diri membalas perkataan Hugo. Sontak tatapan pria itu langsung berubah tajam. Tidak, tapi semakin tajam dan menusuk ke arahnya."Beraninya kau mengatakan itu padaku!" gertak Hugo. Danila semakin berani menatapnya n
Yang pergi akan tetap pergi, walaupun kau telah menjaganya dengan begitu kuat. Dan yang datang akan datang, walaupun kau tidak menginginkan kedatangannya. Bukan berarti hatinya tak sakit, bukan pula hatinya tak hancur, bukan pula hatinya tak perih, namun hanya kepasrahan yang mengiringi. Danila telah tiba didepan halaman kediaman rumah keluarganya. Tubuh kecil dan lemah itu terlihat menggendong makhluk mungil dengan penuh ketulusan. Sekretaris Jo mengantarkannya sampai didepan pintu saja. Bahkan para pengawal itu pun tak membawakan barang-barang miliknya sampai ke dalam sana. Mereka pasti begitu malu, dan tak punya wajah untuk melihat kedua orang tua Danila yang sampai detik ini masih belum mengetahui kehamilan serta kelahiran cucu pertama mereka. “Terima kasih, sekretaris Jo.” Danila berkata sungkan seraya menundukkan pandangannya. Tatapan sekretaris Jo justru tampak bimbang menatap ke arahnya. Seperti orang yang kehabisan kata-kata tuk menjawabnya. “Tak perlu berterima kasih, Nona
Hugo melakukan pertemuan dengan dokter yang menangani laboratorium uji tes DNA pada bayinya Danila secara rahasia. Tampaknya, pria itu masih belum percaya dengan hasilnya. Aura serta raut wajah yang dingin begitu menyergap di meja pertemuan itu. Dokter Reno terlihat memberikan secarik surat berisi hasil tes uji coba yang kedua. Hugo lantas mengambilnya sambil menatap dokter tampan ini dengan tatapan tajam pada kedua mata elangnya.“Apa kau tahu, aku benci dengan kesalahan. Kau harusnya tahu, kan. Apa akibatnya jika kau benar-benar melakukan kesalahan?” ujar Hugo menggertak. Dokter tampak meneguk salivanya, lalu menunduk ke bawah sana sembari mengangguk pelan.Hei, hei, hei! Dia mengatakan itu karena dia sendiri tidak pernah melakukan kesalahan. Yang benar saja, orang perfeksionis sepertinya membandingkan dirinya dengan orang lain. Benar-benar serigala yang menyebalkan!“I-iya, Tuan. S-saya yakin seratus persen, kalau saya tidak melakukan kesalahan.” Hugo mengernyit sambil membaca isi d
"Apa yang kau lakukan?" cetus Danila bertanya. Hugo lantas semakin bertindak melebihi batas. Pria itu menenggelamkan kepalanya pada bahu Danila. Sosok arogan yang biasanya ia tampakkan untuk menindas istri kecilnya kini berubah bertekuk lutut dihadapannya. Dalam hati, Danila tersenyum penuh kemenangan. Merasa puas dengan melihat sosoknya yang lemah. Itulah bayaran dari perlakuannya terhadap Danila pada kehidupan sebelumnya."Maaf..." gumam Hugo sambil mendekap erat tubuh Danila dengan melingkarkan kedua tangannya pada perutnya yang rata. Saat semuanya sudah terjadi, kata maaf saja tak mampu bisa menghapus segala ingatan memori yang sudah terlanjur tenggelam dalam benak Danila. Hugo sudah melewati batas kesabarannya. Dengan mudahnya dia mengatakan kata-kata maaf. Setelah melakukan semua yang terjadi. Kasus penculikan, bahkan Danila hampir saja keguguran karena perencanaan aborsi itu."Hujan semakin deras. Sebaiknya kau kembali ke rumahmu," sanggah Danila mengalihkan obrolan. Tapi reak
"Beri aku waktu untuk memikirkannya," ujar Danila seraya menjauhkan dirinya dari Hugo. Pria itu menatapnya nanar sesaat, lalu mengembuskan napasnya yang terdengar cukup berat."Baiklah. Aku tunggu jawabanmu besok pagi." Danila lantas membelalakkan matanya lebar-lebar. "Aku tidak suka menunggu lama," lanjutnya lagi berkata. Danila mengembuskan napasnya panjang. "Dilan membutuhkanku. Kalau begitu aku pergi," kata Danila sambil membuka pintu mobilnya. Namun Hugo tiba-tiba berkata...."Haga selalu menunggu kedatanganmu. Dia bilang ... merindukan Bundanya," gumam Hugo dengan suara pelan. Bahkan hampir tak terdengar jelas ditelinga Danila. "A-apa?" ucap Danila berbalik tanya. Hugo lantas melengos dan mulai menyalakan mesin mobilnya."Pergilah. Dia pasti lebih membutuhkanmu," kilah Hugo mengganti topik. Danila terdiam beberapa saat. Lalu mengangguk mengiyakan."Aku pergi." Hugo tak membalasnya. Namun raut wajahnya tampak berubah memerah sekarang.Hei, hei, hei! Lihat itu, serigala gila ini