"Kalau seperti itu, aku tidak akan bisa menikahi kamu," ujar Erland."Bisa. Karena itu silakan ingat-ingat kenangan Anda."Aruna yang hendak melangkah pergi, langsung ditarik oleh Erland. Hingga tubuhnya berbalik."Aku akan menikahi kamu, bagaimana pun caranya Aruna."Aruna tersenyum dan menarik paksa tangannya dari genggaman Erland. "Berhenti bicara omong kosong, dan mari bekerja. Karena saya sudah dapat jadwal Anda."Aruna terburu keluar dari ruang kerja mantan suaminya. Sebelum Erland semakin banyak bicara. Begitu keluar, Aruna memegang jantungnya yang berdetak lebih kencang."Dia mengajakku nikah," gumam Aruna dengan tidak percaya.Namun, mengingat ayah dari Erland. Aruna jadi murung, pria itu alasan mereka berdua sampai berpisah. Aruna tidak ingin kehidupan putrinya diusik hanya karena ia memutuskan untuk kembali pada Erland.Aruna menghela napas. "Harus sekaya apalagi aku, hingga menjadi pantas bersanding dengan Erland."Saat siang harinya. Aruna yang sedang membereskan dokumen
Aruna dibawa oleh Erland ke sebuah kamar di lantai atas. Aruna membeku sejenak, otaknya sedang mengajak bernostalgia. Kamar inilah yang dulu dihuni oleh Erland dan dirinya."Fira sedang tidur, jika kamu merasa lelah--"Ucapan Erland sempat terhenti karena menemukan Aruna yang berkaca-kaca. Aruna segera melengos saat menyadari tatapan mantan suaminya."Kamu bisa ikut istirahat," lanjut Erland.Aruna mengangguk. "Saya mengerti, jadi Anda bisa kembali."Dahi Erland mengerut. "Kembali ke mana, Aruna? Kamu lupa ini kamarku, ah lebih tepatnya kamar kita dulu."Mata Aruna menatap Erland lekat. "Apa Anda mengingatnya?"Erland tersenyum dan meraih pinggangnya. "Bakal ingat kalau sering kita gunakan nantinya."Aruna panik dan langsung mendorong tubuh Erland untuk menjauh. "Ini alasan saya tidak mau menikah sebelum ingatan Anda kembali.""Kenapa?"Mata Aruna menatap Erland dengan menantang. "Rasanya tidak adil.""Tidak adil?""Iya. Karena hanya saya yang mengingat semuanya."Erland mendekat memb
Mata Erland yang semula terpejam karena menikmati. Mulai terbuka lebar dengan tubuh langsung bangkit, karena lidah merasa digigit oleh Aruna yang sudah bangun."Kenapa digigit?"Aruna ikut bangkit. Takut Erland melancarkan aksi yang lain, jika Aruna pasang badan. Sorot mata Aruna menjadi tajam. Bukan masalah ia tidak suka dicium pria yang dirinya cintai. Tapi, status mereka sudah bukan suami istri lagi. Hal seperti itu tidaklah lumrah untuk dilakukan."Anda tanya kenapa saya bisa sampai menggigit? Padahal Anda tahu sendiri alasannya apa."Aruna mengeluhkan kelakuan Erland dengan mata melotot, namun suara bicaranya pelan. Karena takut membangunkan Fira dari tidur.Erland menatap bibirnya. "Aku cuma cium saja, Aruna. Tidak sampai pegang sana sini loh.""Lagi pula aku ini kan calon suami kamu."Aruna menghela napas. "Saya bahkan belum setuju, Anda main seenaknya mengklaim."Mata Erland memandang Aruna yang mulai turun dari ranjang. Kemudian menarik dia untuk keluar dari kamar. "Lagi pu
"Mewah?" tanya Aruna dengan mata mengerjap kaget."Iya. Memangnya kamu tidak ingin?" Dahi Erland sampai mengerut.Aruna teringat terakhir kali pria ini menikahi dirinya sewaktu koma. Kemudian, Aruna mengulas senyum. Setidaknya kali ini Aruna menyaksikan pernikahannya sendiri dengan Erland."Baiklah. Aku mau yang mewah dan megah."***Aruna sedikit menyesal menyetujui ajakan Erland yang memberinya pernikahan mewah. Karena, saat ini Aruna duduk di samping Erland yang sedang ijab kabul dengan penghulu.Mahar 329 juta, 5 mobil pajero, 1 set perhiasan berlian dan dua pabrik manufaktur. Telah menjadi pergunjingan seluruh tamu undangan. Memang boleh setidak ngotak mahar yang Erland berikan?"Sah!"Kata itu mengagetkan Aruna dan berhenti menghayal. Begitu matanya melirik, Erland langsung tersenyum lebar ke arahnya. Kemudian mendekatkan tangan padanya.Aruna segera salim, barulah Erland mencium dahinya. "Selamat datang di dunia Erland yang penuh adrenalin, istriku," bisik suaminya.Meski sedi
Pagi hari telah tiba. Semua orang telah terbangun karena kesibukan mereka. Namun, tetap menyempatkan sarapan. Kali pertama dalam hidup Erland, duduk di antara banyak orang. Padahal biasanya hanya sendirian, bahkan melupakan sarapan."Papa mau ini?"Pandangan Erland tertuju pada Fira yang menawarkan. Dia mengulas senyum, kemudian menyodorkan piring ke arah sang putri. Fira juga begitu senang dan mengambilkan, meski harus dibantu oleh Aruna juga."Terima kasih, putri papa yang cantik," ujar Erland dengan tangan mengusap kepala Fira.Putrinya ini tertawa senang, sampai membuat semua mata melirik. Aruna juga sedikit terkejut, karena Fira tidak pernah seceria ini. Lantas, tatapannya tertuju pada Erland. Mungkin keputusan Aruna untuk kembali bersama sangat tepat.Erland menyadari tatapannya dan berbisik, "kenapa Aruna? Yang semalam memangnya kurang."Aruna yang mendengarnya jadi sedikit malu dan kesal. Aruna memutuskan untuk tidak menjawab dan sibuk dengan sarapannya. Erland mengulas senyu
Aruna bergegas mengemudikan mobil milik suaminya untuk menjemput Fira. Selama perjalanan, Aruna kerap menilai mobil Erland yang canggih dan enak dipakai."Aku yang gaptek atau mobil Erland yang terlalu canggih," gerutunya karena sempat tidak mengerti menjalankan.Mobil baru Aruna berhentikan di depan sekolah TK putrinya. Namun, matanya langsung menatap tajam. Saat melihat ibu tiri Erland sedang berbincang dengan satpam. Terburu Aruna turun dari mobil. Dirinya sangat ingin tahu keberadaan wanita itu ada kepentingan pribadi, atau malah berusaha membawa anaknya pulang."Sedang apa Ibu mertua di sini?" tanya Aruna membuat wanita tersebut berbalik.Lantas bibir menyeringai. "Oh menantu yang tidak diinginkan sudah tiba."Aruna menatap ibu tiri Erland dengan kesal. Namun, wanita ini jauh lebih benci ketimbang dirinya. Karena Erland menikah lagi, tapi tidak memberi tahu dan mengundang kedua orang tua sama sekali."Ibu ini bertanya anak Ibu Aruna, dan beralasan sebagai neneknya," satpam membe
Erland mengecup kepala Aruna. "Aku sungguh tidak tega, bagaimana kalau aku tempatkan satu pengawal di sekitar sekolah Fira?"Aruna mengangguk pelan. "Boleh."Kalau masalah demi keselamatan sih, Aruna tidak keberatan sama sekali. Waktu dulu dirinya mengeluh, karena niatan Erland adalah mengawasi ke mana pun dirinya melangkah. Dan itu sangatlah tidak nyaman sama sekali."Kalau begitu, ayo masuk Sayang," ajak Erland."Ayo."Erland berdiri lebih dulu, kemudian mengulurkan tangan pada Aruna yang langsung menerima. Erland bukannya mengajaknya jalan, malah meraih pinggangnya hingga tubuh berhadapan dengan jarak lebih dekat."Kamu mau apa?" tanya Aruna dengan tangan menutup wajah suaminya.Erland tersenyum. "Memangnya kamu tidak mengerti, Aruna?""Justru karena mengerti, makanya tanya."Erland mengusap wajah Aruna dengan mata memandang lekat. "Kamu tahu? Aku bekerja dengan sangat giat, supaya pulang cepat dan melihat senyum di wajah istriku."Tapi, Aruna malah melamun. Ia juga menyadari kalau
Aruna terbangun dari tidur dengan kondisi mata mengantuk. Karena, Erland tetap menganggu ketika Aruna ingin tidur. Aruna sampai memukul dan memohon, barulah dirinya bisa tidur."Istriku sudah bangun?"Kepala Aruna menoleh dan mendapati Erland memasuki kamar dengan membawakan sarapan. Aruna membenarkan bajunya, kemudian kakinya turun dari ranjang."Kenapa sarapannya dibawa ke kamar?""Aku takut kamu tidak sanggup jalan," sahut Erland.Aruna menghela napas. "Makanya kalau minta jangan sekaligus, aku juga tidak pernah menolak melayani kan."Erland mendudukkan diri di sisinya, dengan sarapan diletakkan di pangkuan. Mata Erland memandang Aruna dengan lekat, sang istri yang kelihatan lelah. Jemari Erland mengusap kepala Aruna dengan lembut."Hari ini izin saja, tidak perlu masuk kerja," usul Erland.Aruna yang memang membutuhkan istirahat, langsung mengangguk. Kemudian menyenderkan kepalanya pada pundak Erland."Meski mengantuk, sarapan dulu. Supaya perut tidak sakit.""Tunggu sebentar lagi