Seketika Albert terperangah. Ia menyeret perhatiannya lagi menuju liontin yang berkilauan itu. Padahal hanya liontin yang dipakai ibunya, tapi sudah seberharga itu hingga dipajang di tempat display khusus.Tunggu, kenapa liontin ibunya bisa sampai ke sini?Albert mengatupkan bibir. Tanpa disadari oleh siapapun tangannya terkepal erat di balik etalase display perhiasan.Lucas cukup terperanjat selama beberapa detik. Ia sama sekali tak tahu bahwa Albert ternyata berasal dari keluarga yang sangat kaya raya. Lucas pun merasa iba. Bagaimanapun, gara-gara kejadian nahas 20 tahun lalu, Albert jadi tak punya keluarga dan harus tinggal di panti asuhan.Waktu itu, Lucas berusia 11 tahun saat suatu hari berkunjung ke salah satu panti asuhan di New York. Ia berkunjung bersama Robert dan Sarah, juga Zyan.Tujuan mereka mengunjungi panti adalah karena ingin merayakan ulang tahun Lucas. Maka, Lucas cukup terkejut sekaligus bahagia saat dirinya bertemu banyak teman di sana. Ia jadi bisa punya teman m
"Tuan, tidak perlu mem—"Lucas langsung memotong kalimat Albert dengan mengangkat salah satu tangannya."Harganya 17 juta dollar, Tuan," papar pelayan pria di depannya sambil merekahkan senyum."Ya, aku ambil ini juga. Bungkus semuanya."Si pelayan menuruti titah Lucas. Pria itu sekarang dengan lihai membungkus rapi cincin berikut liontin yang dibeli Lucas."Saya salut dengan Anda, Tuan. Mata Anda tak pernah salah menilai perhiasan cantik ini," ujar pelayan mulai berceloteh kembali. Lucas hanya mendengus kasar karena tak sabar.Saat si pelayan sudah selesai membungkus dan menyerahkannya kepada Lucas dengan sangat hati-hati, Lucas segera menyahutnya tanpa basa-basi. Setelahnya, Lucas dan Albert segera menggiring kaki mereka menuju mobil dan melajukannya hingga sampai tiba di kantor.Keduanya melangkah masuk area lobi, melewati lift dengan beberapa pasang mata mencuri pandang pada bungkusan yang dibawa Lucas. Tampak tertarik.Setelah mencapai ruangan, Lucas membanting tubuhnya dan menar
Seketika Poppy tercengang. Ia berpaling menatap Lucas di sisinya dan menangkap keseriusan terdapat di pria berahang tegas tersebut. Kedua matanya membulat sempurna. Lalu, ia kembali menatap kedua temannya itu."Oh, begitu, hehehe… aku pikir tadi Poppy kau tinggal karena kau berjalan lebih dulu." Kitty tertawa. Wajahnya bersemu merah karena malu.Chloe di sampingnya juga buru-buru mengangguk. "Ya, kupikir tadi juga begitu! Maafkan kami, Lucas." Wanita tersebut tampak memelas.Kini kepercayaan diri Poppy meningkat lagi. Sekarang Poppy semakin menegakkan bahu dan bersedekap menatap sepele kedua temannya."Lain kali, jangan suka mengeluarkan opini dulu sebelum kau tahu kenyataannya." Poppy mengulas senyum tipis.Kekesalan tampak tercetak jelas di wajah Chloe maupun Kitty. Chloe segera memperlebar senyum demi menutupi rasa geramnya, kemudian lekas menarik Kitty yang juga merasa malu."Baik, kami pergi dulu, ya!" ujar Chloe kaku dan memaksakan senyumnya. Poppy tak menanggapi. Ia melihat ked
"Maaf ya, Bu. Aku belum bisa menjenguk Ibu dan Ayah. Kakiku masih sakit," ungkap Chiara sedih ketika Susan meneleponnya.[Tidak apa-apa, Sayang. Yang penting kau selalu sehat. Tapi, aku harus berterima kasih banyak kepada Lucas. Ia sudah melindungimu sejauh ini.]Chiara mengulum senyum. Lucas memang sudah berbuat banyak untuk dirinya.[Halo? Kau sekarang pasti sedang tersenyum ya, Sayang. Apa kau menyukai Lucas?]Chiara terhenyak. Kemudian buru-buru menegakkan badan sambil menggeleng. Meski ibunya tak melihat, tapi Chiara refleks menggerakkan tangannya juga."Tidak, Bu. Aku tidak menyukai Lucas sama sekali, kok," tandasnya berbohong. Bagaimanapun hati Lucas tetap untuk saudara kembarnya sendiri.Namun tanpa ia ketahui, Lucas tak sengaja mendengar kalimat itu terucap dari bibirnya. Lucas membeku di tempat. Sebelah tangannya yang memegang box cincin yang telah ia beli tadi pagi terlepas begitu saja.Chiara terkesiap. Ia langsung menoleh untuk memastikan sumber suara tersebut. Namun gera
"Aku berubah pikiran, Lucas. Mari hentikan sandiwara ini," ungkap Poppy suatu pagi. Sekarang wanita tersebut dengan santai menyesap teh di hadapannya. Berusaha mengabaikan raut wajah kaget yang terpasang pada Lucas.Lucas mengernyit. Memperhatikan Poppy bergerak seenaknya. "Apa maksudmu? Kau akan menyerah?"Poppy menggelengkan kepala. Tangannya meletakkan kembali cangkir teh ke meja. Sedang mulutnya buru-buru menelan cairan teh yang telah terkumpul di rongga mulutnya."Bukan. Tapi, aku rasa perasaanku sudah berubah. Aku jadi jatuh cinta sungguhan padamu, Lucas," aku Poppy gamang. Matanya menatap lurus hingga menembus manik hazel milik Lucas.Napas Lucas tercekat. Jika ia pikir rencananya lancar, maka Poppy sudah menjadi salah satu hambatannya sekarang. Lucas menegakkan tubuhnya."Perjanjian tetaplah perjanjian. Kau harus profesional. Kau melakukan itu agar fasilitasmu tak blokir oleh Franklin. Sedang aku membutuhkan sandiwara ini untuk membungkam Robert. Kau harusnya ingat itu."Poppy
Chiara mengeluarkan seluruh isi perutnya. Setelah mencuci bersih mulut, ia memandangi cermin kecil yang menempel dinding di hadapannya.Chiara menelan saliva saat kedua matanya beradu pada bayangan yang terpantul pada cermin. Cermin yang sebagian sudah retak tersebut secara kejam menjebol tanda tanya besar di benaknya sekarang.Lalu, suara langkah sepasang kaki terdengar tergopoh-gopoh mendatangi Chiara sekarang. Susan mendongak, memandangi Chiara dengan cemas."Sayang, apa kau tidak apa-apa? Apa kau salah makan pagi ini?"Chiara terdiam. Agak gugup jika harus memikirkannya. Kemudian ia buru-buru menggelengkan kepala agar Susan dan Alan tak khawatir."Tidak, Bu. Sepertinya hanya gangguan pencernaan biasa. Nanti juga pasti sembuh sendiri," tukas Chiara enteng.Susan masih memasang raut wajah cemasnya. "Sungguh, Chiara? Kau terlihat sangat pucat sekarang."Chiara mengulurkan kedua tangan demi menjamah bahu ibunya. Kedua matanya menatap lekat Susan. Berusaha mendapat kepercayaan dari wan
Wajah Lucas merah padam. Ia menggeram karena masa lalu tak mengenakan tersebut akhirnya menghampiri ingatannya kembali. Sejak saat itulah, Lucas tak mau berurusan dengan Zyan lagi. Beruntung waktu itu nyawa Lucas dapat diselamatkan karena Sarah mencari dua anaknya tersebut.Tapi, setelahnya Zyan dihajar habis-habisan oleh Robert. Sementara Sarah hanya tergugu, tak tega melihat anaknya dihajar. Jangan tanya dimana Lucas. Lucas kecil masih terlentang tak berdaya di kamar sambil menjalankan perawatan intensif dari dokter Isaac.Zyan yang waktu itu hanya selisih dua tahun dari Lucas menahan setiap cambukan yang Robert tancapkan ke setiap permukaan kulit hingga menganga, menghasilkan luka seperti terbakar. Zyan mengatupkan rahang. Wajahnya sudah merah padam. Ia bahkan tak bisa menangis lagi. Kedua mata hazelnya tajam memandang lurus. Sedangkan rasa bencinya terhadap Lucas kian bertumbuk."Bisakah kau mencari wanita lain dan itu bukan Chiara?!" sentak Lucas kepada Zyan. Mereka saling berhad
Beruntung, Zyan tangkas menangkap tubuh Chiara. Pria itu langsung menggendong Chiara dan melangkahkan kaki cepat menuju ke dalam mansion Lucas.Zyan harus melewati beberapa penjaga dulu. Baru saat Melly muncul di permukaan, Zyan diperbolehkan masuk. Melly mengekor di belakang Zyan sambil memasang ekspresi cemas.Mereka berlari menaiki tangga hingga akhirnya tiba di kamar Chiara. Perlahan Zyan menurunkan Chiara di atas ranjang. Sementara Melly langsung berhambur keluar untuk menghubungi Lucas yang masih berada di kantor.Zyan menumpukan kedua tangan ke permukaan kasur sambil memandang Chiara yang terpejam dan berwajah pucat. Perasaannya campur aduk. Sedih, frustasi dan marah. Ia akhirnya mendengus kasar dan memutuskan untuk berdiri. Begitu Zyan bangkit, Chiara yang masih lemah memanggil Zyan."Zyan…" lirih wanita tersebut hingga membuat langkah Zyan terhenti.Mau tak mau, Zyan berpaling lagi ke arah Chiara. Chiara tampak memijat pelipisnya, lantas membuka kedua mata sayunya perlahan. S