Sambil mengatupkan rahangnya, Sarah duduk di jok penumpang belakang dengan tubuh yang menegang. Bahkan pemandangan di sisi kanan dan kirinya tak mampu mengalihkan rasa emosinya. Masih terbayang-bayang olehnya tentang perkataan Poppy tadi pagi."Lucas dan Lala ternyata selama ini membohongi kita, Bu. Mereka hanya menikah secara kontrak."Waktu itu, kedua mata Sarah langsung terbelalak lebar. Rasanya kecewa dibohongi oleh anaknya sendiri. Apalagi itu Lucas.Sarah menggertakkan gigi. Ini semua pasti karena pengaruh gadis miskin itu. Padahal dari dulu, ia membenci Lala sekaligus keluarganya. Ia takut jika Lucas terpengaruh karena pola pikir orang miskin dan keluarganya berbeda. Apalagi sampai tertular penyakit mereka. Bulu kuduk Sarah meremang. Pokoknya, ia sangat anti dengan Lala yang miskin, kotor dan liar.Tak terasa mobil yang ia tumpangi sudah tiba di depan mansion Lucas. Si pegawai membukakan pintu, memberi jalan kepada Sarah. Sekarang wanita itu mendaratkan kakinya dengan yakin.Sa
"Dad, kau menaruh kamera CCTV mikro di sini?"Pertanyaan Poppy seketika langsung menghentikan perbincangan kedua pria di depannya. Kedua orang itu tampak saling melempar pandang sekarang.Chen Ze kemudian segera melangkahkan kaki untuk memeriksanya. Ia pun jadi sedikit terkejut."Tuan, ada yang mengawasi kita!" celetuk Chen Ze yang membuat napas Franklin tercekat.Franklin mau tak mau berderap mendekat juga. Ingin membuktikan langsung dengan mata kepala sendiri. Setelah mengamati CCTV tersebut, bibirnya tekatup rapat."Sial! Siapa yang melakukannya?! Sejak kapan kamera itu berada di sini!" umpat Franklin kesal. Ia berkacak pinggang dengan sesekali membuang napas gusar.Chen Ze juga terlihat berpikir keras. Ia terdiam selama sepersekian detik sebelum menyebutkan sebuah nama."Menurut Anda, apakah Albert adalah anak Ashley, Tuan?"Mendengar itu, perhatian Franklin akhirnya tersedot kepada Chen Ze juga. Kedua matanya saling mencari-cari jawaban ketika saling berhadapan."Seharusnya kita
Robert menekuk wajahnya. Ia lalu mengalihkan tatapan ke arah Zyan yang baru saja mengulum senyum saat menatap kepergian Lucas. Setelahnya, pria itu justru membalas tatapan Robert sambil mengedikkan bahu.Sontak Robert menggertakkan gigi. Ia segera menggerakkan tangan demi menjalankan kursi rodanya. Sedangkan Sarah bingung dengan apa yang tengah dilakukan Robert."Sayang, kau mau kemana?" tanyanya. Karena Robert tak meresponnya sama sekali, ia jadi khawatir.Sarah kemudian harus membungkukkan badan berkali-kali demi meminta maaf kepada tamunya karena ia akan menyusul Robert. Lantas, Sarah bergerak cepat untuk membantu mendorong kursi roda Robert."Kau mau pergi kemana, Sayang? Biar aku bantu," desis Sarah."Antarkan aku kepada Zyan," tegasnya.Meskipun bingung, tapi Sarah tetap mengikuti permintaan suaminya tersebut. Mendekat ke posisi Zyan, Robert sudah bersiap-siap."Apa yang kau lakukan sampai adikmu pergi begitu saja, hah?!" gertak Robert langsung.Zyan justru memiringkan senyum. "
"Bagaimana, Sayang? Apa menurutmu aku lebih memuaskan daripada kekasihmu yang sok polos itu?""Tentu, kau lebih memuaskan, My Lady. Dan aku sangat menyukai permainanmu."Langkah Chiara berhenti. Ia meremang begitu mendengar suara dua orang saling bersahutan dari arah kamar Patrick, kekasihnya. Memang samar, tapi ia masih bisa menangkap pembicaraan menjijikkan itu.Dengan hati perih dan mata yang memanas, Chiara mencoba menguatkan diri. Sebelah tangannya terulur untuk membuka pintu yang ternyata tidak dikunci dari dalam. Sehingga di saat Chiara mendorongnya, pandangannya langsung disambut oleh Patrick yang sedang bergelut mesra dengan seorang wanita tanpa pakaian.Patrick terlonjak dari posisinya begitu melihat kedatangan Chiara. Pria itu menyambar celananya dan memakainya asal, lantas berderap mendekati Chiara yang tengah mematung dengan wajah mengeras, menahan amarah. "Chiara, kenapa kau ada di sini?"Chiara mengepalkan kedua tangannya di sisi tubuh. "Harusnya aku yang tanya, apa yang
"Kau kan pria tadi. Kenapa kau menyusulku, Tuan? Apa kau masih ingin meminta ganti rugi? Aku sudah dipecat, aku juga tidak punya uang sepeser pun untuk membayarmu," ucap Chiara terdengar putus asa sambil menghapus air matanya dengan kasar. Ia memalingkan wajahnya ke arah lain saat Lucas terus menatapnya. Tatapan itu begitu dingin, hingga sanggup membekukan siapa saja yang melihatnya. Termasuk Chiara.Lucas terdiam sebentar sebelum ia berkata datar, "Aku hanya ingin memberikan sebuah tawaran padamu."Lucas melepaskan tangannya dari Chiara, namun ia tak mendapati reaksi apapun dari gadis itu. Ia menghela napas kasar dan mengeluarkan sebuah kertas dari saku di balik jasnya. Lalu, menyerahkannya ke depan Chiara. "Baca ini baik-baik!"Chiara menerima kertas dari Lucas dengan raut wajah bingung. "Apa ini, Tuan?" "Baca!"Meski, ia tak paham akan situasi yang sekarang ia hadapi, tapi Chiara tetap melakukan apa yang Lucas suruh. Membaca kertas tersebut dengan seksama."Ini surat kontrak pernik
Chiara mendudukkan tubuhnya di kursi ruang tamu dengan lemas. Pagi ini ia berkeliling mencari lowongan pekerjaan, tapi tak ada satu pun yang ia dapatkan. Setelah lelah mencari, akhirnya ia memutuskan untuk pulang dengan tangan hampa."Bagaimana ini?" desahnya berat. Ia tak tahu lagi harus mencari ke mana uang lima ratus ribu dolar. Mencari pekerjaan saja sesulit ini, diterima pun gajinya tak akan bisa membayar uang sebanyak itu.Chiara juga tak memiliki saudara ataupun sahabat yang bisa ia mintai tolong untuk meminjamkan uang padanya. Semuanya telah pergi meninggalkannya sejak usaha ayahnya bangkrut lima belas tahun yang lalu. Dan kematian ayahnya satu tahun setelahnya.Orang kepercayaan keluarga Chiara telah berkhianat dengan membawa semua uang hasil penjualan. Ayah Chiara bingung harus membayar karyawannya dengan apa, hingga ia mencari pinjaman ke banyak orang. Bukannya membaik, keadaan usahanya semakin buruk. Ayah Chiara tenggelam dalam depresi yang berkepanjangan. Sampai suatu keti
Lucas melirik Albert. Kedatangan pria itu telah ia tunggu-tunggu sejak ia mengistirahatkan diri di kantor."Ini, Tuan." Albert menyerahkan sebuah berkas kepada Lucas. "Keluarga Chiara mengalami kecelakaan tunggal lima belas tahun yang lalu. Ayah Chiara bernama Ernest meninggal di tempat, sedang Ibu Chiara mengalami koma," jelasnya.Lucas mengangguk paham. Ia menerima berkas tersebut dan membukanya. Selagi ia membaca, Albert bertanya padanya."Tuan, kenapa Anda memilih gadis itu? Padahal banyak sekali gadis yang lebih cantik dan dari keluarga berada." Albert merapatkan bibirnya setelah mengeluarkan pikiran yang terus mengganggu kepalanya. Biar bagaimana pun ia merasa aneh dengan tuannya yang langsung memilih Chiara, alih-alih gadis lain yang lebih pantas bersanding dengan tuannya itu.Lucas menyandarkan punggungnya di kursi kebesarannya. Ia menarik turun kertas yang ia baca dan perhatiannya kini penuh kepada Albert. "Karena dia mirip dengan Lala."Suara Lucas berubah murung. "Jika Lala
"Chiara, apa kau ada di dalam? Cepat buka pintunya." Patrick mengetuk pintu dengan keras saat tak segera mendengar sahutan dari dalam. Ketukannya semakin keras diiringi teriakannya yang menggelegar."Aku tahu kau ada di dalam kan? Cepat buka!"Chiara berdiri di balik pintu sambil merapalkan doa. Ia tak mau menemui Patrick. Ia sudah terlanjur muak dan kesal hanya untuk melihat wajahnya. Ia mengunci pintunya dan menghiraukan semua teriakan Patrick, bahkan saat pria itu memanggilnya dengan sebutan 'jalang'."Jalang, cepat keluar! Atau aku dobrak pintumu! Cepat buka, sialan!" Kesabaran Patrick sudah habis. Dengan mengerahkan semua kekuatannya ia menendang pintu rumah Chiara. Dalam keadaan mabuk, tenaganya semakin kuat. Hingga dua kali tendangan, pintu tersebut berhasil dibukanya."Patrick, kenapa kau di sini?! Hubungan kita sudah berakhir. Pergi dari rumahku! Jika tidak, aku akan menelepon polisi sekarang juga." Chiara memundurkan langkah, merasa ada yang aneh dari Patrick. Ia dengan cepat