Share

Istri orang

Sisilia menghampiri Resti, kemudian menamparnya "Sudah ku bilang, manjauh dari kehidupan kami," hardiknya kemudian.

Elsa membuka tutup botol kemudian mengambil 1 obat berbentuk pil untuk dimasukkan kedalam mulut Resti.

"Kamu minum pil ini, biar musnah kamu dan anak kamu sekalian," sungut Elsa, menatap horor ke arah Resti.

perempuan paruh baya itu mendekati Resti, kemudian mencengkram dagunya.

Resti terus menggelengkan kepalanya dan berkata "jangan Mah! Aku minta maaf, kasihani anakku. Aku akan pergi" pintanya lirih, air matanya sudah meleleh di kedua pipinya yang memerah bekas tamparan Sisilia "aku janji akan pergi, Mah! tolong lepasin aku" pintanya kembali

"Janji, kamu akan pergi dari kehidupan kita"

"Iya, Mah! Aku berjanji. Aku akan pergi dari kehidupan Mas Richard."

"Sudah Mah, kita pulang saja. Yang terpenting dia sudah berjanji, awas saja sampai dia menipu kita, aku lenyapkan kamu dan anak kamu itu." tukas Sisilia panjang lebar ke arah Resti.

Akhirnya mereka pergi, Resti terduduk lemas di sofa ruang tamunya. Tubuhnya bergetar, keringat dingin bercucuran seiring napasnya yang memburu seperti sedang lari marathon.

Perempuan itu mengelus perutnya yang sedikit keram, mungkin anaknya merasakan ketegangan yang dirasakan bundanya. Dengan perlahan Resti terus mengusapnya memberikan kenyamanan untuk buah hati yang sedang dia kandung, sembari mengatur napasnya dengan perlahan.

"Minum dulu, Bu!" titah Minah, perempuan paruh baya itu memberikan 1 gelas air putih "ibu enggak apa-apa kan?" tanyanya kemudian.

"Jangan khawatir, aku baik-baik saja" jawab Resti setelah meminum 1 gelas air putih dan menyodorkan gelas kosongnya ke arah Minah.

"Sebaiknya ibu beristirahat" ucap Minah, sembari menaruh gelas kosong tersebut ke atas meja.

Resti mengangguk, kemudian dia perlahan beranjak berdiri dan langsung disambut oleh Minah untuk dia memapahnya.

Mereka berjalan menuju kamarnya dengan perlahan, Minah membantu Resti untuk berbaring di atas kasur miliknya.

Semenjak kejadian tempo hari Resti menjadi sosok yang lebih pendiam, terkadang dia merasakan ketakutan jika berada sendirian. Oleh karena itu Minah dimintanya untuk selalu menemaninya.

Richard hampir tidak pernah pulang ke apartmentnya. Dia lebih banyak menghabiskan waktunya bersama Sisilia, bahkan sampai saat ini dia tidak pernah menanyakan berapa usia kandungan Resti? Atau pun menanyakan kesehatan ibu dan bayinya?

Yang dia sibukkan kali ini adalah pekerjaannya, kalau pun saat dia pulang dia akan direpotkan dengan rengekan-rengekan Sisilia yang manja. Bahkan Sisilia terkesan seperti mencegah agar Richard mau terus berada disampingnya, ada saja alasannya yang dia utarakan untuk laki-laki itu. Seperti mual, pusing, bahkan kadang dia berpura-pura sakit perut.

Elsa pun terlihat seperti mendukungnya, dia terus menyuruh agar anaknya tetap berada disamping Sisilia. Dengan alasan waktu Sisilia sebentar lagi akan melahirkan, oleh karena itu dia harus selalu siaga mendampinginya

Dia tidak menyadari bahwa di waktu yang bersamaan, Resti mulai merasakan kontraksi-kontraksi palsu bahwa tanda-tanda melahirkan sepertinya semakin dekat. Dan menurut perkiraan dokter sekitar 1 minggu lagi bahkan bisa kurang dari 1 minggu.

"Baby nya sehat ya bu"

"Syukur Alhamdulillah, sehat cah bagus." Ucap Minah antusias, sembari menatap layar monitor tangan Minah terus mengelus punggung tangan Resti.

"Baby nya cantik sekali, apa ada keluhan?" tanya Dokter tanpa direspon oleh Resti.

Perempuan itu meneteskan air matanya haru, sembari terus menatap layar monitor yang menampilkan rupa wajah anaknya.

"Setau saya tidak ada keluhan dok" jawab Minah, karena Resti tidak menjawab pertanyaan sang dokter.

Perempuan itu larut dalam keharuan dan kebahagiaan, bahwa kenyataan sebentar lagi dia akan mempunyai anak perempuan. Dia tidak akan mempermasalahkan jika dia dan anaknya nanti tidak dianggap oleh suaminya bahkan cucu dari Elsa.

"Kalau boleh tau, kenapa ibu tidak pernah didampingi suami?" tanya sang dokter ke arah Resti, namun respon Resti terlihat sendu. Sang dokter pun jadi tak enak hati saat melihat mata Resti "hemm, maaf sebelumnya. Karena saya ingin memberikan beberapa penjelasan sedikit, agar dalam 1 minggu kedepan harus segera dipersiapkan untuk proses kelahiran baby nya," sambung sang Dokter yang bernama Adrian ke arah bi Minah.

"Majikan laki-laki saya sedang di kota lain dokter, jadi saya yang ditugaskan untuk menjaga bu Resti" jawab Minah sedikit berbohong.

Resti hanya diam, sembari beranjak berdiri dari tidurnya dan dibantu oleh Minah juga suster yang berada di sebelahnya.

Dokter Adrian tidak membuka suaranya lagi setelah mendengar penjelasan dari Minah, dia pun meresepkan obat kedalam secarik kerta kemudian memberikannya ke arah perempuan paruh baya itu.

"Kasihan, masih muda dan cantik malah disia-siakan oleh suaminya. Aku kalau punya istri kayak gitu, akan aku jaga ke mana pun dia melangkah" dokter Adrian bermonolog dalam hatinya, setelah Resti dan Minah keluar dari ruanngannya.

Dia menepuk keningnya saat menyadari lamunannya. "Kenapa mikirin istri orang"

***

"Mau mampir, Bu?" tanya Minah ke arah Resti, saat mereka sudah berada di dalam taksi.

Rest menggelengkan kepalanya, sembari terus menatap keluar kaca jendela mobil yang dia tumpangi.

"Bu," panggil Minah ke arah Resti.

Perempuan itu menoleh ke arah Minah, kemudian tersenyum saat menyadari tangan Minah mengelus lembut perutnya yang membuncit.

"Ibu jangan banyak pikiran!"

"Iya, Bi" balas Resti tersenyum.

Sekitar hampir 45 menit, mereka tiba di unit apartment nya.

"Dari mana kamu?" tanya Richard yang sedang duduk di bangku sofa menunggu kedatangan ke duanya. Laki-laki itu menyilangkan kedua tangannya dan menghela napasnya menahan kesal.

Dia Rindu dengan Resti, sengaja dia pulang cepat karena ingin mampir untuk bertemu. Ternyata perempuan itu malah tidak ada, sudah selama 1 jam lebih dia berada didalam unit apartment Resti, menunggunya dengan sangat bosan.

Resti tersentak kaget, mendengar suara yang lantang sesaat dia memasuki ruangan apartment nya.

"Dari dokter, Mas" ucap Resti berjalan dengan santai melewati laki-laki itu, untuk dia segera masuk ke dalam kamarnya.

"Deg!!"

Wajah laki-laki itu seperti tertampar oleh kata-kata Resti, selama ini dia tidak pernah memperhatikan perempuan itu. Bahkan dia sama sekali tidak mengetahui berapa bulan usia kandungan Resti, karena perawakan tubuh perempuan itu terlihat kurus dan kecil.

Richard mengekori langkah kaki sang istri, masuk ke dalam kamar milik perempuan itu.

Saat Resti kesusahan untuk membuka resleting baju yang berada dibelakang tubuhnya, laki-laki itu membantunya dia menurunkan resleting tersebut, hingga memperlihatkan punggung halus nan putih milik perempuan itu.

Dengan susah payah Richard menelan selavinanya, melihat pemandangan indah di depannya. Perlahan dia mengecupnya.

Perempuan itu memejamkan matanya, meresapi sentuhan tangan suaminya. Jujur saja dia sangat-sangat merindukan suaminya, mungkin terdengar bodoh! entah kenapa akhir-akhir ini dia selalu merindukan laki-laki itu. Akan tetapi batin dia selalu berperang dan meyakinkan dirinya, bahwa ada istri lain yang lebih membutuhkan perhatiannya. Dia menggelengkan kepalanya guna menyadarkan buaian akan sentuhan laki-laki itu.

Resti menjarakkan tubuhnya kemudian dia berlalu masuk ke dalam kamar mandi guna membersihkan tubuhnya yang terasa lengket.

Richard tersentak kaget akan penolakan istrinya, tapi dia terus memperhatikannya sampai di mana Resti menghilang masuk kedalam kamar mandi.

Tiba-tiba ponsel Richard berdering, kemudian dia melihat dilayar monitor nama sang mama yang menghubunginya.

"Richard, kamu di mana? ini Sisilia sebentar lagi akan melahirkan. Mama langsung bawa kerumah sakit, kamu segera menyusul" titah sang Mama melalu sambungan teleponmya.

Laki-laki itu panik, dan dia pun langsung berlalu pergi meninggalkan unit apartment Resti, tanpa berpamitan dengan perempuan itu. Secepat kilat dia berlari menuju kendaraannya, melesat dengan cepat membawa kuda besi nya.

Setelah mandi selama 30 menit, Resti keluar dari dalam kamar mandi. Dengan pakaian daster super nyaman dan adem, dia menggelengkan kepalanya saat menyadari bahwa sang suami kembali meninggalkannya.

Perempuan itu duduk di atas ranjangnya, dengan tatapan kosong menatap cahaya yang masuk dari dalam kaca jendela kamarnya. Perlahan tangannya bergerak menjangkau tas kecilnya, dia merogoh hasil foto janinnya.

Dia terus mengelus halus perutnya, sembari tersenyum menatap hasil foto USG tersebut.

"Baru aku akan memperlihatkan hasil foto USG anak kita, Mas!" tutur Resti sendu "Kita akan segera pergi dari sini secepatnya, tunggu kamu lahir sebentar yaa sayang."

***

Ditempat lain, saat sudah sampai dirumah sakit. Richard langsung menuju ruang tindakan untuk Sisilia melahirkan.

"Gimana, Mah!"

"Kamu dari mana? Di hubungi susah sekali. Sisilia sedang ditangani-"

"Aku mau masuk" selak Richard ucapan Elsa.

Laki-laki itu langsung masuk ke dalam ruangan tersebut.

"Maaf, pak!"

"Saya mau di dalam" titah Richard pemilik rumah sakit tersebut.

Suster dengan terpaksa mempersilahkan, anak pemilik rumah sakit itu, untuk masuk dan mendampingi proses melahirkan anaknya.

***

Hari-harinya sudah terbiasa tanpa suami disisinya, dan dia perlahan mulai menyadari betapa tidak pentingnya dia dengan anak yang dikandungnya saat ini oleh suaminya. Jadi dia mulai menerima kenyataan dan takdir hidupnya, yang dia inginkan segera pergi dan hidup tenang bersama calon anaknya.

Sudah beberapa hari belakangan ini, dia selalu didatangi oleh Elsa dan terus mendapat ancaman terhadap dirinya dan calon anaknya. Akan tetapi dia meminta waktu sampai dia melahirkan dan untungnya Elsa mau berbaik hati memberikan sedikit waktu untuknya. Dia harus terus bersabar sampai proses persalinannya nanti.

Saat ini dia sedang berjalan kecil sendirian, untuk memudahkannya lahiran nanti, disekitaran halaman gedung apartment tempat tinggalnya.

"Bu Resti" panggil laki-laki ke arah Resti

Resti menoleh karena namanya dipanggil oleh seseorang, kemudian dia tersenyum saat mengetahui bahwa yang memanggilnya adalah dokter kandungan yang biasa memeriksanya..

"Bu Resti tinggal di apartment ini?" tanya dokter Adrian, saat sudah mensejajarkan langkahnya.

"Betul dok" jawabResti dengan sopan dan tersenyum kembali.

Sesaat dokter Adrian terpana akan senyuman Resti, tapi dengan segera laki-laki itu mengendalikan dirinya agar tidak gugup.

"Wah kebetulan sekali yah, saya pun tinggal di apartment ini. Lantai berapa Bu?" tanya dokter tersebut.

Resti duduk di bangku taman saat dirinya mulai kelelahan. Belum juga menjawab pertanyaan dokter Adrian, suara seseorang memutus obrolannya.

"Sayang, ternyata kamu di sini" ucap Richard saat melihat Resti duduk berdua bersama seorang laki-laki. Mereka menoleh ke arah sumber suara.

Richard diam mematung saat melihat dokter Adrian yang beberapa waktu hari yang lalu, bahwa dia yang telah membantu melahirkan anaknya.

"Loh," tatap Adrian ke arah Richard kemudian dia beralih memandang Resti.

Richard langsung menghampiri Resti dan membawanya pergi dari hadapan Adrian.

"Permisi, dokter" pamit Resti membungkukkan kepalanya ke arah Adrian.

"Hati-hati bung, Resti sedang mengandung" ucap Adrian sedikit berteriak, saat dia melihat Richard menarik tangan Resti sedikit berjalan cepat menjauh dari hadapan Adrian.

"Kemarin dia mendampingi istrinya melahirkan. Sekarang dia," Adrian terus menggerutu sendiri sembari menggelengkan kepalanya bingung. "Ah sudahlah, bukan urusanku" sambungnya lagi.

"Mas, lepas! Sakit!" Resti menghempaskan cekalan tangan Richard, sembari mengatur napasnya yang terengah-engah dan memegangi perutnya yang terasa nyeri.

"Kamu ngapain dekat-dekat dokter Adrian," tuduh Richard ke arah Resti.

"Aku gak dekatin dokter Adrian" balas Resti tanpa ada rasa takut terhadap suaminya "kok, kamu tahu itu dokter Adrian? kan, kamu belum kenalan?" sambungnya dengan pertanyaan penuh selidik.

Komen (8)
goodnovel comment avatar
Hayati Srie
pengin lanjut gk bisa
goodnovel comment avatar
Hayati Srie
yah udh habis deh
goodnovel comment avatar
Baderullah Palari
ceritanya menarik
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status