Share

kenyataan pahit

Pipi Resti terasa kebas atas tamparan yang dilayangkan oleh Elsa-Mama mertuanya, selama ini Elsa tau bahwa Richard telah menikah lagi dengan perempuan yang dicintainya. Bahkan saat ini sedang mengandung anaknya Richard.

Resti merasa aneh, mendapatkan tuduhan bahwa dia yang menyebabkan Sisilia pingsan. Dia sendiri bingung apa yang sudah dilakukannya, sampai-sampai mertuanya mengancam dia. Untuk saat ini dia hanya bisa diam, biarkan waktu yang menjawabnya.

Apa yang mertuanya katakan barusan? "Menantu!!! aku pun menantunya. Tapi menantu yang tidak dia harapkan, bahkan menantu yang tidak sama sekali dia anggap. Baiklah aku akan berperan sebagai menantu cadangan, yang sewaktu-waktu akan dia buang. Aku akan mengikuti semua alur yang Tuhan gariskan untukku," batinnya berkata.

Dari pagi bahkan sampai menjelang sore dia hanya berada di dalam kamarnya yang sempit dan lusuh, tidak ada aktifitas apapun di rumah ini. Rumah yang luas dan semewah ini tampak tak berpenghuni, padahal di dalam kamar ada seorang perempuan sedang meringkuk merenungi takdirnya.

Resti tidur meringkuk ke arah jendela kamar, sembari mengelus perutnya yang sudah sedikit agak membuncit, dia menatap keluar jendela kamarnya. Tanpa disadarinya seorang laki-laki datang, dan langsung masuk ke dalam kamarnya, kemudian mengunci pintu.

"Res!" Panggil Richard ke arah Resti, laki-laki itu berjalan kemudian dia duduk disebelah istrinya yang saat itu sedang berbaring di atas kasur.

Sontak saja panggilan itu mengagetkan Resti, perempuan itu langsung duduk dan menoleh ke arah sumber suara tersebut.

"Mas, gimana keadaan mba Sisil?" tanya Resti to the point.

Dia sudah tidak perduli jika harus di siksa atau di marahi, yang terpenting dia tahu keadaan istri kedua suaminya.

"Sisilia baik-baik saja-"

"Anak kalian, bagaimana?" Selak Resti dengan pertanyaan.

"Anak kami baik-baik saja," jawab Richard "maaf atas semua sikap Mama"

"Iya Mas, aku mengerti. Semoga anak kalian baik-baik saja dan Mbak Sisilia sehat terus," ucap Resti tulus mendoakan madunya, dia berpikir sejenak ragu untuk menyatakan sesuatu tentang keinginannya saat ini. Perempuan itu menghela napasnya, kemudian menatap suaminya. "Mas, ijinkan aku pergi. Agar tidak ada lagi penghalang untuk kebahagiaan kalian, soal harta. Aku sendiri yang akan meminta pengertiannya sama Papa," ujarnya kemudian penuh dengan permohonan.

Laki-laki itu menggelengkan kepalanya, lalu berkata "kamu akan tetap menjadi istriku, dan akan selalu berada dirumah ini" jawab Richard.

Terdengar helaan napas dari perempuan itu "Mas-"

"Enggak Res,"

"Rumah tangga kita sudah tidak baik-baik saja, Mas" Resti menatap ke arah Richard "aku di sini yang salah, karena aku hadir di antara kalian" jelasnya lagi.

"Enggak, aku yang salah. Aku yang egois, aku tau kalau anak yang kamu kandung adalah anakku-"

"Bukan, Mas. Ini bukan anak kamu, ini anak aku dan kekasihku. Maaf aku berselingkuh, ijinkan aku pergi Mas." Ujar Resti tanpa mau menatap Richard.

Seketika mata Richard membola atas ucapan dan pengakuan Resti "kamu," tunjuk Richard ke arah wajah Resti "dasar perempuan murahan" hardiknya, kemudian tanpa sadar laki-laki itu menapar Resti sembari mencengkram kuat leher perempuan itu.

"Ma-af, Ma-s" ucap Resti memohon dengan terbata-bata, napasnya tercekat atas cekikan laki-laki itu. Dia memejamkan matanya menahan rasa sakit ditenggorokannya.

"Perempuan sialan, jangan berharap aku akan menceraikanmu. Dan kamu akan tau siapa aku" seringai licik terbit dari bibir Richard sembari mendorong tubuh Resti.

Resti terbatuk-batuk setelah cekikan dilehernya sudah terlepas, sembari memegangi lehernya yang terasa nyeri.

Laki-laki itu membuka gespernya, kemudian membuka satu persatu pakaian yang dia kenakan.

"Mau apa kamu Mas?" Resti beranjak berdiri inginnya dia berlari saat ini juga, tapi seketika tubuhnya melayang. Richard menangkapnya kemudian menggendongnya, laki-laki itu membaringkannya dengan perlahan di atas kasur "Jangan Mas," Pintanya memohon, sembari menggelengkan kepalanya.

"Kamu mau pergi dengan kekasihmu?" tuduh Richard sembari mencibir Resti "enak saja, dan tidak akan pernah" cemoohnya kemudian.

Richard dengan santainya mengukung Resti dengan keadaan sudah polos tanpa sehelai pakaian, laki-laki itu langsung mengikat kedua tangan Resti. Dia kaitkan ikatan tersebut keujung ranjang lusuh milik perempuan itu.

Kali ini laki-laki itu menyetubuhi istrinya dengan sangat kasar, dan tanpa memperdulikan anak yang di kandung Resti.

"Mas. Sakit! Sakit! Lepas!" pinta Resti dengan lirih air matanya sudah meleleh di kedua pipinya.

Perempuan itu memberontak untuk menolak sentuhan Richard dengan sekuatnya, akan tetapi lagi-lagi dia kalah kuat dengan tenaga laki-laki itu. Dia hanya bisa pasrah, menerima perlakuan kasar suaminya.

"Ah!!, kamu sempit banget sayang, kamu nikmat. Ah!!!" Laki-laki itu mendesah panjang tatkala mendapatkan pelepasan yang pertama. Kemudian dia memaju mundurkan kembali pinggulnya dengan kasar, dan menulikkan telinganya atas teriakan dan pekikan istrinya. Ini terlalu nikmat untuk dihentikan, bahkan dengan Sisilia dia tidak pernah mendapatkan kepuasan seperti halnya dengan Resti. "Kamu harus layani aku setiap hari, ah!!!" Ucapnya tertahan setelah mendapatkan pelepasannya yang kedua.

Setelah puas, laki-laki itu meninggalkan Resti, tanpa melepas ikatan tangannya.

"Kamu akan terus menjadi istriku, sampai kapanpun" gumam Richard dengan seringai liciknya.

****

Terhitung sudah 3 hari Richard mengurung Resti di kamarnya, dengan satu orang dia tugaskan untuk merawat perempuan itu.

Kini ikatan ditangannya pun sudah di lepaskan oleh laki-laki itu, dan sudah saatnya dia membawa pergi Resti ke unit apartement yang sudah dia beli sebelumnya untuk perempuan itu.

"Permisi, Bu!" Ucap seorang perempuan yang biasa ditugaskan untuk melayani Resti dan merawatnya.

Perempuan itu masuk dengan menggeret 2 buah koper kosong, dengan dibantu beberapa para asisten lainnya, perempuan itu mulai membereskan beberapa barang yang akan dia bawa.

"Mau ke mana? Kenapa kamu membereskan barang-barangku?" tanya Resti beruntun ke arah perempuan itu.

"Melly, ditugaskan untuk membantu bu Resti" jawab perempuan itu yang bernama Melly.

Resti hanya meresponnya dengan acuh dan diam, dia seperti mayat hidup yang menurut saja. Entah dia akan di bagaimanakan, dia hanya bisa pasrah dan menurutinya.

Melly membawa Resti keluar dari dalam kediamannya, dan langsung menuju mobil yang sudah menunggu mereka beberapa waktu yang lalu, di parkiran halaman rumahnya.

"Permisi, Pak!" ucap Melly membungkuk hormat, tatkala membuka pintu mobil dan menghadap seorang laki-laki dibangku penumpang yang berada di dalam mobil tersebut.

Richard hanya meresponnya dengan mengibaskan lengannya, memberi kode agar segera menyingkir dari hadapannya.

Melly membungkuk hormat kembali, kemudian mempersilahkan Resti duduk di sebelah laki-laki itu.

Mobil pun berlalu dari halaman parkiran rumah mewah milik Richard.

Resti duduk diam menatap lurus kedepan, pandangannya terlihat kosong. Sentuhan dibahunya menyadarkan dia dalam lamunannnya.

Richard menghirup aroma wangi pada tubuh Resti, membelai rambut hingga pundak. Sesekali dia mengecupnya, hingga menciptakan gelenyar-gelenyar aneh yang dirasakan oleh Resti.

Seketika tubuh Resti bergetar, keringatnya bercucuran seperti orang ketakutan, dia menjarakkan tubuhnya dengan tubuh Richard. Akan tetapi lengannya dicekal oleh Richard.

"Aku kangen sama kamu," bisik Richard ditelinga Resti sembari mengecup cuping telinga perempuan itu. "Maaf, kalau sudah buat kamu takut," bisiknya kembali.

"Jangan, Mas! Jangan!" Ucap Resti takut, tubuhnya semakin bergetar. Dia menggelengkan kepalanya dengan cepat, seiring mengalirnya air mata Resti di kedua pipinya.

Richard langsung memeluknya dengan erat, walaupun di awal-awal mendapatkan penolakan dari Resti. Namun akhirnya perempuan itu bisa tenang, dan bisa merasakan kenyamanan dalam dekapan laki-laki itu. Dia terus mendekapnya, mengelus rambut halusnya sesekali mengecup pucuk kepalanya. Tanpa disadari keduanya merasakan kenyamanan, apa lagi saat tangan laki-laki itu tidak sengaja mengelus pelan perut Resti.

Saat sudah sampai di depan bangunan yang menjulang tinggi di dalam kawasan elit, kendaraan yang ditumpangi mereka akhirnya berhenti disebuah lahan parkir bersama dengan deretan beberapa mobil mewah lainnya.

Di lihatnya Resti masih dalam keadaan tertidur, akhirnya Richard turun dengan menggendongnya, Sampai di mana unit kamar apartmentnya berada. Laki-laki itu membuka pintu kamar tersebut menggunakan kode yang sudah dia seting sebelumnya. Ruangan yang memang sudah di desaint khusus untuk kenyamanan sang istri, dia juga menempatkan 1 orang asisten rumah tangga untuk membantu perempuan itu.

Dia membaringkan Resti di atas kasur king size nya, perlahan dia pun ikut berbaring disebelahnya. Dipandanginya wajah damai perempuan itu saat tertidur nyenyak.

"Cantik" satu kata yang keluar dari mulut Richard pelan, dia menempelkan bibirnya ke arah istrinya kemudian melumatnya dengan perlahan. Lama kelamaan dia menikmatinya.

"Shit!!" Richard mengumpat dirinya, hanya karena bibir istrinya dia mulai terpancing. Dia menghela napasnya, kemudian menatap wajah damai Perempuan itu yang sedang terlelap. Laki-laki itu beranjak berdiri menuju kamar mandi, dia harus meredam hasratnya yang sudah 3 hari tertahan. Dia merindukan akan pergulatannya dengan Resti.

***

Sore hari menjelang malam, Resti bangun dari tidurnya. Dia beranjak berdiri keluar dari kamar miliknya. Perutnya terasa kosong dan lapar.

"Sudah bangun?" Pertanyaan Richard membuat Resti terkejut, dia menoleh ke arah sumber suara itu "sini," panggil Richard melambaikan tangannya dan menepuk sisi bangku kosong yang sedang dia duduki.

Resti menghampiri Richard yang sedang duduk di sofa ruang tamu. Kemudian perempuan itu mendaratkan bokongnya disisi seberang bangku yang terhalang dengan meja sofa tersebut.

"Mulai hari ini, kamu tinggal di sini. Ada Art aku tugaskan setiap hari, dia akan membantu kamu, cuma sampai sore saja. Melly aku tugaskan untuk bantu kamu saat keadaan penting atau kamu perlu sesuatu," ujar Richard ke arah Resti, tanpa direspon oleh perempuan itu.

"Aku tinggal, malam ini aku akan menjaga Sisilia. Telepon aku saat butuh sesuatu" titah Richard disela-sela dia merapihkan penampilannya.

Lagi-lagi ucapan Richard sama sekali tidak direspon oleh Resti, perempuan itu acuh dan tidak perduli lagi dengan laki-laki itu.

Richard berlalu dari hadapan Resti, meninggalkannya tanpa sepatah kata lagi.

***

Kandungan Resti saat ini memasukin bulan ke delapan, di mana dia sudah di jadwalkan bulan depan akan melahirkan secara normal. Untungnya selama ini kandungannya baik-baik saja dah sehat, walaupun dia tidak pernah mendapatkan kasih sayang dari sang suami. Dia tidak pernah mengeluhkan apapun tentang kehamilannnya, menjadikan sosok istri yang mandiri, tidak bergantung pada siapapun.

Hari-hari hanya dilaluin sendiri tanpa ada yang memperdulikan ataupun mengkhawatirkannya. Resti menjadi sosok pendiam dan irit berbicara, dia hanya mau menjawab jika art nya bertanya, selebihnya dia akan diam di depan layar televisi ataupun di dalam kamarnya.

Saat keluar dari dalam kamar, Resti kemudian duduk disofa yang berada diruang santai. Niatnya ingin menonton televisi acara kegemarannya.

"Permisi buu!" Sapa art yang biasa disapa Minah, ke arah Resti "kaki bu Resti, sedikit membengkak, boleh saya memijitnya dengan minyak gosok?" tanyanya ragu.

Resti menoleh ka arah pandang Minah yang menunjuk kakinya, kemudian perempuan itu menoleh kembali ke arah Minah dan tersenyum lalu mengangguk tanda menyetujuinya.

Perempuan paruh baya itu mulai mengangkat kaki halus Resti dan menggosok ditambah dengan pijatan-pijatan halus di kaki jenjang Resti.

"Ibu hamil itu harus bahagia, jangan banyak pikiran, makan makanan dan minuman yang sehat" ucap Minah tersenyum ke arah Resti, sembari terus memijat dengan lembut kaki Resti "enak?" tanyanya ke arah Resti, kemudian direspon olehnya dengan anggukan.

Saat sedang dipijit, suara bel rumah berbunyi.

"Sebentar, buu" ucap Minah beranjak berdiri untuk membukakan pintu rumah.

"Sialan, di mana pelacur itu?" hardik Sisilia, yang baru saja datang bersama Elsa Mama mertuanya. Perempuan itu langsung mendorong Minah dan nyelonong masuk ke dalam unit apartement nya.

"Ternyata kamu disembunyikan di sini?" Pekik Elsa, perempuan paruh baya itu menghampiri Resti.

"Au, sakit Mah!" rintih Resti mengaduh sakit, saat rambutnya dijambak oleh Elsa.

"Nyonya, jangan" teriak Minah ingin menolong.

"Diam kamu yah, pembantu" Sisilia berkata sembari menatap horor Minah dan menunjuknya.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Hayati Srie
kasian bngt si
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status