Share

Hanya Sekedar Rasa Iba

Sisilia bergegas naik ke lantai atas di mana kamar miliknya nerada, dia langsung membuka paksa pintu kamar tersebut. Kemudian perempuan itu menatap horor ke arah Richard yang saat itu tengah menekuk kepalanya seperti orang yang sedang frustasi.

"Yang!" Panggil Sisilia ke arah Richard "kamu habis ngapian? Kamu digoda sama perempuan sialan itu?" Cecar Sisilia dengan pertanyaan yang beruntun "jawab, yang! Kamu habis ngapain? kok, rambut kamu basah gini?" tanyanya kemudian.

"Hemm, aku kena cipratan air shower, saat aku mengguyur perempuan itu" Richard terpaksa berkata bohong, agar Sisilia sedikit lebih tenang.

"Benar?" tanya Sisilia tak percaya, dan hanya diangguki oleh laki-laki itu.

Dia menekankan kembali pada dirinya, bahwa dia masih sangat-sangat mencintai Sisilia. Entah perasaan apa yang dia rasakan untuk Resti, apakah hanya sekedar rasa iba atau sebatas rasa bersalah. Karena Dia telah memperlakukan Resti dengan tidak berperasaan.

"Aku sudah lapar, sebaiknya kita sarapan di luar saja." Pinta Sisilia yang langsung bergelayut manja di lengan Richard, kemudian perempuan itu langsung membawanya untuk turun ke lantai bawah agar cepat bergegas pergi dari rumah.

Saat sudah berada dilantai dasar rumahnya, laki-laki itu memperhatikan sekeliling ruangan. Seperti sedang mencari keberadaan Resti, tapi nihil. Perempuan itu tampak tak terlihat sama sekali. Kemudian Richard berlalu keluar dari rumah bersama Sisilia.

Saat ini Resti sedang berada di dalam kamar miliknya. Rasa-rasanya dia sudah tidak sanggup lagi berada dirumah ini, seperti berada di dalam neraka. Dia mengepaki baju-bajunya yang berada di dalam lemari untuk dia masukkan ke dalam koper miliknya dan dia bertekad untuk pergi hari ini juga.

Saat dia sedang membereskan sebagian perlengkapannya, tiba-tiba Richard masuk dan segera mengunci pintu kamar itu.

Dia menatap nyalang apa yang dilakukan Resti saat itu sedang membereskan pakaiannya. Richard menghela napasnya, kemudian dia menghampiri Resti. "Jangan pergi," ucapnya.

Resti mendongakkan kepalanya menatap Richard "apa, yang mengharuskan aku untuk tetap berada di rumah ini?" tanyanya. Matanya memancarkan kebencian terhadap suaminya.

"Ya karena kamu istriku," jawabnya dengan sangat yakin.

Resti tertawa lebar mendengar ucapan Richard "istri?" tanyanya kemudian "istri macam apa yang kamu maksud?" tanyanya kembali penuh dengan penekanan "dan kamu!" tunjuk Resti ke arah Richard tepat di depan wajah laki-laki itu sambil kembali tertawa lebar seperti mengejeknya "apa pantas disebut suami, yang memperlakukan istrinya sebagai pelacur!!" ucapnya sambil berteriak meluapkan kekesalannya.

"Diam!!" Selak Richard sambil menghampiri Resti, "kamu, enggak boleh ke mana-mana. Ikuti apa kataku!!" ucap laki-laki itu dengan tegas. Setelahnya dia berlalu keluar dari dalam kamar tersebut dan pergi begitu saja.

Resti mengepalkan kedua tangannya, meluapkan kekesalannya. "Aku benci kamu, Mas! dasar laki-laki sialan," umpatnya sembari berteriak, dia melempar kopernya hingga baju-baju yang sudah di bereskan berhamburan.

****

Setelah kejadian waktu lalu, Resti lebih banyak mengurung dirinya di dalam kamar. Lebih tepatnya menghindari 2 manusia yang sering membuatnya sakit hati, dia hanya keluar di pagi hari saat mereka belum bangun untuk menyiapkan sarapan, dan kembali saat mereka sudah bangun. Begitupun malam hari, dia akan mempersiapkan makan malam, setelah selesai, dia masuk kembali kedalam kamarnya.

Jangan lupakan badannya yang terlihat semakin kurus, kehamilannya menyebabkan menurunnya daya nafsu makan untuk Resti.

Sore ini dia duduk sendiri ditaman samping dekat kolam renang rumahnya, pandangannya menatap pada satu pohon mangga di halaman belakang, yang tidak jauh dari tempat dia duduk saat ini. Kemudian dia menatap perutnya yang sudah sedikit membuncit, dielus dan diusap-usap perutnya. Rasa-rasanya air liurnya seperti ingin menetes saat membayangkan dia menggigit mangga muda tersebut, tapi dia hanya bisa diam dan terus menatap mangga muda yang menggelantung di pohon itu.

Tanpa disadarinya, ada seseorang yang sedang memperhatikan dia. Richard berdiri dipinggiran balkon kamar dengan berpegangan di sela-sela pembatasnya, laki-laki itu memejamkan matanya lalu menghembuskan napasnya dengan perlahan.

Tanpa ragu laki-laki itu turun dari lantai atas, menuju arah halaman samping dekat kolam renang, di mana ada Resti sedang duduk seorang diri.

"Ehem, lagi apa?" tanya Richard tanpa direspon oleh Resti.

Perempuan itu malah berdiri, berlalu, ingin pergi dari hadapan laki-laki itu, lebih baik menghindari dari pada harus berdebat. Dia sudah cukup lelah menghadapi semuanya. Saat akan melangkah pergi, tiba-tiba tangannya dicekal oleh Richard.

"Mau kemana?" tanya Richard masih tidak direspon oleh Resti.

Mata Resti turun menatap tangannya yang dipegang oleh Richard.

Dengan gerakan cepat dan refleks laki-laki itu melepasnya. "Sorry. Kamu tunggu di sini!"

Richard berjalan menghampiri pohon mangga, lalu dia naik ke atas pohon tersebut, dengan menggunakan tangga yang memang sengaja ditaruh oleh tukang kebun tidak jauh dari pohon itu. Kemudian dia memetiknya, untuk dia berikan ke Resti.

"Segini cukup?" tanya laki-laki itu saat sudah turun dari atas pohon mangga tersebut, Richard mengulurkan buah itu ke arah Resti.

Mata Resti menatap 2 buah mangga yang diulurkan suaminya, tanpa basa-basi dia langsung mengambilnya dan pergi begitu saja meninggalkan Richard tanpa sepatah katapun hanya untuk sekedar berterima kasih terhadap laki-laki itu.

Dia berjalan dengan menenteng mangga tersebut menuju arah dapur.

Laki-laki itu menggelengkan kepalanya saat melihat tingkah istrinya, tapi dia tetap mengekori langkah kaki Resti.

Saat dia sudah sampai di dapur, Richard hanya memperhatikan saja apa yang dilakukan istrinya. Dia menelan selavina dengan susah payah saat melihat Resti menggigit mangga muda tanpa rasa asam.

"Enak?"

Resti tersentak kaget, saat menyadari kalau suaminya dari tadi memperhatikan makannya yang rakus.

"Ayo, lanjutkan. Apa tidak asam?" tanya Richard dan dijawab gelengan oleh Resti.

2 buah mangga muda sudah ludes dalam seketika, dia bergegas membersihkan sisa-sisanya. Kemudian dia berdiri meninggalkan laki-laki itu, untuk masuk kembali ke dalam kamar miliknya.

***

Hari-hari terus berlalu, kini kehamilan Sisilia sudah terlihat. Perempuan itu semakin manja, shoping menjadi kegemarannya dengan alasan keinginan si jabang bayi.

"Heh, babu!" panggil Sisilia ke arah Resti, yang saat itu baru saja mandi dan keluar dari dalam kamarnya.

Resti berhenti sejenak, kemudian kembali berjalan tanpa menoleh ataupun menjawab ucapan Sisilia. Dia melangkah ke arah taman belakang.

"Kurang ajar tuh perempuan sialan, awas aja. Gue akan balas dia nanti," seringai licik terbit dari senyum tipisnya, matanya memancarkan ketidak sukaannya pada Resti.

Sore hari menjadi waktu yang dinantikan oleh Resti, selepas seharian dia mengerjakan pekerjaan rumah. Entah kenapa, Sisilia seperti mengerjainya. Perempuan itu akan menyuruhnya dengan pekerjaan yang tidak masuk akal, akan tetapi perempuan itu menurutinya. Bukan karena rasa takut, hanya saja dia malas untuk berdebat. Jadi dia lebih memilih mengalah saja pikirnya.

Saat Resti melangkah menuju gazebo yang berada di halaman belakang, Richard dari balkon kamarnya, sedang memperhatikan perempuan itu. Dia yakin sekali, bahwa Resti mengandung anaknya. Seulas senyum tipis keluar dari bibir manisnya, saat menatap pantulan cahaya senja disore hari mengenai sebagian wajahnya. Hingga bisa dia lihat kecantikan natural pembawaan sang bayi yang sedang dia kandung.

"Sayang, kamu ngapain?" tanya Sisilia, saat masuk ke dalam kamar milik dia dan Richard.

"Kamu dari mana?" Richard malah balik bertanya tanpa mau menjawab pertanyaan Sisilia.

perempuan itu menaruh piring berisikan buah segar untuk dia nikmati bersama Richard, Sisilia menghampiri laki-laki itu dan langsung memeluknya dengan manja.

"Aku bawain buah, rasanya sangat segar" jawab Sisilia manja, kedua tangannya melingkar diperut suaminya.

"Besok jadwal kontrol kan?" tanya Richard sembari mengelus halus rambut Sisilia, sesekali laki-laki itu mengecupnya dengan perasaan sayang. "Sudah, yuk. Masuk," ajaknya kemudian.

Tanpa mereka sadari, dari arah tempat Resti duduk, dia melihat semuanya. Interaksi keduanya, di mana laki-laki itu selalu memanjakan dan memperhatikan Sisilia. Sedangkan dia? tanpa disadari air matanya menetes, saat dia mengelus perutnya yang sudah membuncit.

Resti menarik napasnya yang terasa menyesakkan dada, kemudian menghembuskannya dengan perlahan. Dia mulai merajut beberapa baju, topi dan sweater bayi, untuk dia pakaikan saat anaknya lahir nanti.

"Kita berjuang sama-sama, sampai di mana kita akan pergi, jika saatnya tiba nanti. Hanya ada bunda dan kamu," batin Resti berkata sembari menghapus air mata menggunakan punggung tangannya.

***

"Menantu kesayangan Mama," ucap Elsa, sembari merentangkan tangannya untuk memeluk Sisilia.

"Eh, mama sudah datang?"

"Sudah dong, mama mau ikut. Sengaja datang pagi-pagi sekali." Jawab Elsa, dengan mata berbinar mamancarkan kebahagiaan.

"Mah!" panggil Resti menghampiri Elsa. "Mama enggak bilang dulu akan datang-"

"Memangnya, Mama harus bilang yah. Kalau mau kerumah anak sendiri?" tanya Elsa ke arah Resti dengan tatapan tidak sukanya.

"Bukan begitu Mah-"

"Sudah-sudah," selak Elsa

Walaupun dia diperlakukan semena-mena oleh Elsa--Mama mertuanya, Resti tetap sopan dan hormat. Dia mencium punggung tangan perempuan yang sudah melahirkan suaminya itu, dengan penuh takjim.

Elsa kemudian beralih ke arah Sisilia yang berada disampingnya, dia mengelus perut Sisilia yang semakin membuncit.

"Kamu lagi hamil Res?" tanya Elsa menatap tajam ke arah perut Resti. "hamil sama siapa kamu?"

"Hah-" Sisilia terkejut dengan pertanyaan Elsa, kemudian dia menatap Resti dengan intens ke arah perut Resti.

Seketika Richard berdiri mematung, saat dia baru saja akan melangkah ikut bergabung diantara 3 perempuan itu. Dia memijit pelipisnya yang tiba-tiba saja berdenyut nyeri mendengar ucapan Mamanya, selama ini dia menutupi kehamilan Resti, tapi sekarang mereka sudah mengetahuinya.

"Yang-" ucapan Sisilia menggantung, seketika saat itu juga dia sudah tidak sadarkan diri. Untung saja posisi dia saat itu berada di samping Elsa, dengan gerakan cepat perempuan paruh baya itu menahannya agar tubuh Sisilia tidak terbentur lantai.

Richard langsung mendorong Resti ke samping, untung saja perempuan itu masih bisa menahan tubuhnya agar tidak jatuh. Laki-laki itu langsung membopongnya berlari menuju arah mobilnya.

Elsa menghampiri Resti, kemudian dia menapar perempuan itu dan berkata. "Awas saja, kalau sampai, terjadi sesuatu yang tidak baik dengan menantu kesayangku," ancamnya kemudian

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Catherine Umiamau
cerita nya bagus sangat....suka
goodnovel comment avatar
Hayati Srie
ketauan dah bukan anak ny richar
goodnovel comment avatar
Lina
penasaran anak yg dlm kadungan silsilia itu anak kandung richard bukan yaa hehehe
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status