Share

Menggoda

Hari-hari terus berlalu hingga tidak ada kebencian lagi yang dirasakan oleh Resti saat ini. Dan selama hampir 4 bulan Resti terpenjara akan cintanya terhadap Richard. Di mana dia mulai merasakan yang namanya jatuh cinta dengan suaminya, akan tetapi suaminya tidak sama sekali pun mencintai dirinya.

Berkali-kali lelaki itu menekankan bahwa tidak adanya cinta di dalam hatinya terhadap Resti, lalu hubungan yang dia inginkan hanya sebatas kebutuhan hasratnya saja.

Sudah beberapa hari ini dia merasakan tubuhnya semakin cepat terasa lelah, belum lagi mual dan muntah di pagi hari, rasa pusingnya pun sering kali dia rasakan.

"Deg!"

Jantungnya berdebar-debar, saat dia mengingat jadwal menstruasinya yang dirasa bulan ini dia belum mendapatkannya. Resti bergegas berangkat ke apotik untuk membeli sesuatu sebagai alat benar dan tidaknya apa yang dia pikirkan saat ini.

Setelah menggunakan alat tersebut, semua yang dia pikirkan benar. Saat ini dia sedang mengandung anak dari Richard suaminya. Dia akan memberi tahu suaminya nanti pada saat dia pulang dari kantor.

Sore harinya Richard pulang dengan menggandeng seseorang. Resti menautkan kedua alisnya, saat dia melihatnya sesudah membukakan pintu rumahnya.

Richard tersenyum simpul seolah-olah sedang mengejek Resti dan berkata.

"Kenalin sayang, ini istriku!"

"Apa tadi dia bilang? Istri!!" batin Resti bertanya-tanya. Belum lepas dari keterkejutannya suara Richard memutus lamunannya.

"Sisila istriku, saat ini sedang mengandung anakku," ucap laki-laki itu merangkul Sisilia dan mengecup sekilas pucuk kepala perempuan itu di depan Resti.

Seperti ada busur panah yang tepat sekali langsung menusuk relung hati Resti.

"Sakit." Resti membatin sembari meremat dadanya yang terasa nyeri. Dia genggam kembali alat tes kehamilan yang tadi dia bawa saat akan memberikan kejutan untuk suaminya. Kemudian dia masukkan kembali ke dalam saku celananya.

"Mulai saat ini, Sisilia akan tinggal di sini. Kamu harus menjaganya, karena Sisilia sedang mengandung anakku. Ngerti kamu?" tanya Richard sembari mengelus pipi halus Resti.

Perempuan itu seperti terhipnotis, dia hanya bisa manganggukkan kepalanya saja.

Mereka berlalu dari hadapan Resti, masuk ke dalam Rumah mewah milik Richard.

Tanpa disadari oleh Resti, bulir air mata menetes di pipinya. Dia menunduk melihat perutnya yang masih rata, kemudian mengelusnya.

"Kita berjuang sama-sama, kamu hanya milik Mama. Kita kuat hingga sampai di mana Mama lelah dan lebih memilih pergi daripada harus bertahan." Resti berkata dalam hati sembari terus mengelus perutnya.

***

Seperti hari-hari sebelumnya, setiap pagi Resti merasakan yang namanya morning sickness. Tidak adanya suami di sampingnya mengharuskan dia mengurus dirinya sendiri, hingga dia pun sudah terbiasa dengan keadaannya saat ini.

Pagi ini dia merasakan nyeri di kepalanya yang sangat luar biasa, hingga dia tidak bisa untuk bangun mengerjakan pekerjaan rumahnya.

"Di mana sarapannya?" tanya Sisilia bergelayut manja di lengan suaminya.

"Resti!!!" Suara Richard menggelegar di ruangan rumahnya yang cukup megah. "Sebentar aku lihat dulu," titahnya kemudian.

Laki-laki itu berjalan ke arah kamar Resti yang berada di sebelah dapur, kemudian dia membuka pintu dan melihat Resti sedang meringkuk dengan menutupi seluruh tubuhnya menggunakan selimut tebalnya.

"Resti!" panggil Richard menghampiri Resti. "Kamu kenapa?" tanyanya kemudian sembari menempelkan punggung tangannya di kening perempuan itu.

"Enggak apa-apa, Mas!" jawabnya sendu menatap sekilas wajah suaminya kemudian dia memutus tatapannya ke arah lain. "Aku ijin enggak buatin sarapan yaa, Mas! Aku enggak kuat berdiri. Kepinginnya rebahan aja," pintanya dengan lirih. "Boleh ya, Mas!" pintanya kembali.

"Ya sudah, aku sarapan di luar. Kamu istirahat," jawab Richard dengan enteng. Laki-laki itu meninggalkan Resti tanpa menanyakan keadaannya.

Hatinya mencelos saat suaminya tidak memedulikannya. Dia sudah sarapan atau belum? Dan bagaimana keadaannya saat ini?

Resti mengelus perutnya yang sudah sedikit membuncit. Air matanya terus menetes di kedua pipinya, hingga dia kelelahan menangis kemudian dia membaringkan tubuhnya untuk beristirahat kembali.

***

Hari-hari berlalu seperti sebelum-sebelumnya, Resti menjadi sosok yang pendiam bahkan dia sama sekali jarang untuk berbicara. Dia lebih memilih menghabiskan waktunya berada di dalam kamar, dibandingkan harus melihat kemesraan suaminya dengan istri mudanya.

Malam ini perutnya terasa sangat lapar, yang ada di kepalanya saat ini adalah sepiring nasi goreng seafood. Rasanya sangat menggiurkan jika memakannya.

Perempuan itu mengecek dapur untuk mencari apa saja yang bisa dia makan malam ini.

Saat Sisilia mulai masuk ke dalam rumah ini semua keuangan dikelola oleh Sisilia, mulai dari kebutuhan bahan pokok mau pun yang lainnya. Jadi semua kebutuhan Sisilia membeli dengan secukupnya, karena dia dengan Richard jarang sekali makan di rumah.

Saat tengah fokus mencari sesuatu, dia dikejutkan oleh suara barito dari arah belakang tubuhnya.

"Ngapain kamu malam-malam?"

"Enggak-"

"Nih." Richard menyodorkan satu buah bungkusan, Resti bisa mencium aroma yang dia kenal seperti nasi goreng.

Senyumnya merekah sembari menatap Richard.

"Terima-"

"Ngapain kamu senyum-senyum?" selak Richard sembari menautkan kedua alisnya ke arah Resti tanda bingung. "Taruh di piring dan siapkan di meja makan. Itu untuk Sisilia istriku," ucapnya penuh dengan penekanan.

Saat itu juga rasa lapar yang Resti rasakan hilang seketika, tatkala mendengar ucapan suaminya.

"Baik, Mas!" jawab Resti berbalik badan guna mengambil piring, bulir bening menetes di pipinya.

Perempuan itu ingin segera berlalu pergi menuju ke dalam kamarnya, oleh karena itu dia mempersiapkan dengan cepat makan malam untuk 2 orang itu.

Dia menutup pintu dan bersandar di daun pintu, tangisnya pun pecah saat sudah berada di dalam kamarnya. Dia mengelus perutnya dan menghapus air matanya.

"Aduh-" cicit Sisilia tertahan. Hampir saja ia terjatuh apabila tubuhnya tidak ditangkap oleh Richard. Akan tetapi sikunya terkena meja makan.

"Kamu enggak apa-apa sayang?" tanya Richard khawatir.

"Enggak, untung saja ada kamu. Coba kalau enggak, aku bisa jatuh. Tapi ini sakit," ucap Sisilia manja sembari menunjuk sikunya yang sedikit tergores. "Ini nih, si Resti ngepel basah-basah. Sengaja kali, karena dia enggak suka sama aku," jelas Sisilia berbohong.

"Resti!!" panggil Richard berteriak

"Yaa, Mas! Ada apa?" tanya Resti, sedikit berlari dari arah dapur menghampiri suaminya.

"Ada apa, ada apa! Kamu itu kalau ngepel pake otak," ujar Richard sembari menunjuk kepala Resti. "Ini licin, barusan Sisilia mau jatuh-"

"Belum jatuh kan, dan enggak jatuh?" tanya Resti menatap Sisilia.

"Berani jawab kamu?" Richard mencengkram dagu Resti, tangan satunya lagi menepuk-nepuk pipi Resti dengan kasar. "Sepertinya, sekali-sekali kamu harus diberi pelajaran. Biar kamu gak lawan aku dan nurut sama aku," ucapnya dengan seringai liciknya.

"Aku enggak takut sama kalian," jawab Resti menatap Richard.

Laki-laki itu menahan amarahnya, deru napasnya memburu dan tangannya sudah terkepal kuat. Dia menarik pergelangan tangan Resti dan menuntunnya menuju kamar laki-laki itu.

"Lepas, lepas, Mas!" selak Resti menghentakan tangannya, akan tetapi tenaga perempuan itu kalah kuat dengan Richard.

Richard membuka paksa dengan kasar pintu kamarnya, melepaskan cekalan tangannya dan mendorong Resti untuk masuk ke dalam kamar miliknya. Dia menutup pintu itu dengan membantingnya hingga menimbulkan suara yang nyaring, lalu mengunci pintu tersebut.

"Kamu mau apa, Mas?" tanya Resti menatap Richard dengan lelehan air matanya. " Kamu mau bunuh aku?" tanyanya lagi.

"Diam" Richard menampar pipi Resti.

Perempuan itu memegang pipinya yang terasa panas atas tamparan suaminya.

"Aku istrimu, Mas!"

"Diam." Richard menarik pergelangan tangan Resti menuju kamar mandi.

"Jangan, Mas!" pekik Resti saat melihat Richard sudah membuka seluruh pakaiannya. Perempuan itu melangkah mundur hingga tubuhnya berhanti saat menyentuh pembatas kaca.

Richard menyalakan showernya hingga air mengenai tubuh Resti seketika basah kuyup.

"Kamu, istriku. Layani aku," titah Richard. "Kamu itu enggak lebih dari sebagai istri pemuas nafsuku," jelas Richard. Sudah lama dia tidak menyentuh perempuan itu.

"Enggak, Mas!" Resti mendorong dan memukul-mukul tapi lagi-lagi tenaganya kalah kuat dengan laki-laki itu.

Richard membuka paksa pakaian Resti, hingga keduanya sama-sama polos. Laki-laki itu mendorong dan membalikkan tubuh Resti, kemudian menyatukan tubuhnya dengan sangat kasar.

"Sakit, Mas! Stop! Sakit!! Aku hamil, Mas!" pekik Resti sembari memegang perutnya.

Seketika Richard tersentak dan sadar, bahwa apa yang dia lakukan saat ini susah menyakiti istrinya dan sudah sangat keterlaluan.

Dia melepas penyatuannya dan dengan gerakan cepat dia membersihkan tubuhnya. Kemudian dia keluar meninggalkan Resti seorang diri berada di dalam kamar mandi tersebut.

Air mata bercampur dengan air shower yang mengalir membasahi seluruh wajah Resti, sakit hatinya pun sudah tidak bisa lagi dia ungkapkan dengan kata-katanya. Dengan gerakan cepat dia membersihkan diri dan memunguti pakaiannya yang sudah berceceran di lantai dan basah, kemudian dia pakai kembali.

"Res!" panggil Richard saat melihat Resti keluar dari dalam kamar mandinya. "Anak siapa?" tanyanya menghampiri Resti

"Bukan, anak kamu!" jawab Resti dengan cepat tanpa keraguan

"Dasar jalang," selak Richard menampar Resti.

Perempuan itu memegang pipinya yang terasa kebas atas tamparan suaminya yang kedua kalinya. Dia berlalu dari hadapan laki-laki itu menunju lantai bawah kamarnya.

"Heh, kamu abis menggoda suamiku?" tanya Sisilia menautkan kedua alisnya bingung, saat melihat penampilan Resti yang kacau.

"Ingat nona, suamimu itu suamiku juga. Jadi bebas aku menggoda suamiku sendiri" jawab Resti.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Hayati Srie
sedih bngt pergi j resti
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status