“Stsss, aku bilang jangan keras-keras nanti didenger sama anak kamu! Sini sayang, kamu mau tahu jawaban apa yang suami kamu berikan atas pertanyaan polos anak kesayangan kamu itu?”
Tubuh Aleana bergeming, ia pasrah karena tak bisa melawan Alex.
“Aku jawab ke Putri gini, Papa sama Mama adalah orang tua yang harmonis jadi mana mungkin kita bakalan ngebiarin kamu seperti Khanya temanmu itu. Haha, gimana jawaban aku bagus kan sayang?” Alex kali ini benar-benar keterlaluan, pria berengsek itu berani memainkan perasaan anaknya sendiri.
“Keterlaluan kamu Mas! Itu anak kamu, tega kamu mainin perasaannya Putri?” Aleana sangat geram.
“Akan lebih menyakitkan lagi kalau aku ngomong yang sebenarnya! Aku ini baik jadi aku mau bantu kamu buat nyenengin anak kita, emang salahnya di mana?”
“Kamu pikir ini lelucon Mas? Ini masalah mental Putri! Papa macam apa kamu!”
“Udahlah Lea! Kamu nikmatin aja sandiwara ini, lagian nggak ada ruginya kan? Bayangin kalau kamu memilih ninggalin aku pasti kamu udah tau resikonya kan?” ucapnya penuh kesombongan.
“Ada saatnya kamu akan merasakan semua yang telah kamu lakukan ke aku Mas! Saat ini aku hanya mementingkan anak aku Putri, kalau sampai kamu berani nyakitin dia, kamu akan berhadapan dengan aku!”
“Aduh takut! Wanita lemah kayak kamu ternyata masih punya nyali juga ya!” Alex terus saja menghina istrinya itu.
***
“Lea! Lea! Di mana sih!” teriak Kanjeng dari dalam kamar.
“Iya Ma.” Aleana berlari dengan terburu-buru bahkan lap dapur pun masih dipegangnya.
“Kamu ini bersihin kamar gimana sih?”
“Gimana, apa maksudnya Ma?”
“Nih lihat!” Kanjeng menunjukkan kedua lengannya yang penuh dengan ruam merah.
“Astaga, tangan Mama kenapa?” Aleana tampak khawatir.
“Pakek nanya lagi kamu! Ini semua gara-gara kamu, ini pasti karena kasurnya masih ada debu kamu sengaja ya mau celakain saya!” tuduhnya.
“Astaga Ma, Lea nggak mungkin punya niatan jahat kayak gitu!” Aleana berusaha membela dirinya.
“Terus ini apa hah! Kamu ini ya, kalau kerja nggak pernah becus!”
“Maaf Ma, nanti Lea bersihin lagi.” Wanita itu tidak mau memperpanjang masalah.
“Apa nanti? Saya mau istirahat sekarang!”
“Tapi Ma, Lea lagi masak masih banyak yang belum selesai.”
“Ini ni! Makanya kalau bangun itu pagi kalau perlu subuh sekalian! Harusnya jam segini semuanya sudah selesai, enak banget ya kamu pasti tadi sengaja leha-leha kan!”
“Ma! Mama sadar nggak sih kalau semua pekerjaan di rumah ini aku yang ngerjain, gimana caranya aku dapat leha-leha?” Aleana mulai tersulut emosi.
“Kenapa? Kamu mau ngelawan Mama! Udah cepet sana bersihin, habis ini baru lanjut masak!” titah wanita tua itu.
Aleana terpaksa menuruti perintah mertuanya itu, ia tidak bisa membela dirinya karena sudah hal tentu ia akan kalah.
“Ma, Putri mau sarapan udah jam segini nih, nanti aku telat,” keluhnya.
Aleana yang mendengar suara anaknya itu langsung bergegas menuruni anak tangga menuju ke dapur.
“Aduh, maafin Mama sayang, kerjaan Mama lagi banyak. Mama gorengin telur aja ya, cepet kok!”
“Tapi Ma, Putri nggak bisa nunggu lagi, maaf.”
Wajah Aleana berubah lesu, melihat anaknya sendiri tidak sempat ia perhatikan bahkan hanya untuk menyiapkan sarapan untuknya.
“Makanya jadi seorang ibu itu harus becus ngurus semuanya! Ini kamu bekel uang aja ya sayang, nanti kamu telat.” Memberikan Putri uang saku.
“Makasi Oma. Ma Putri berangkat ya.” Putri pun berangkat ke sekolah.
“Hati-hati sayang. Hmm, terima kasih ya Ma, maaf merepotkan.”
“Udah sana lanjut bersihin! Saya sudah lapar!”
“Iya, Ma.”
Seperti biasa setiap hari Kanjeng layaknya seorang nyonya besar hanya akan menjadi mandor yang akan memerintah bawahannya, jika ada kesalahan tentu saja Aleana adalah sasaran utamanya karena memang hanya wanita itu di mata Kanjeng penuh dengan kesalahan.
“Lea, habis ini kamu ke luar ya beliin Mama salep, lengan Mama jadi gatel gara-gara kamu!”
“Iya, Ma.”
“Aduh, tangan Mama kenapa?” tanya Salsabila, yang baru saja dari bangun tidur.
“Tuh si Lea, bisa-bisanya bersihin kamar masih ada debunya! Udah tau Mama kulitnya sensitif.”
“Duh dia lagi, kayaknya Mbak Lea emang sumber masalah deh, heran!”
“Udah-udah, ngomong-ngomong kamu udah ada calonnya nggak? Mama udah pengen cucu lagi ini!”
“Mama, Bila lagi nggak mau ngomongin itu ah! Bila aja males liat Kak Zaskia momong Azka sama adiknya ribet! Mending kayak gini aja, jadi aku bebas.”
“Mama nggak mau ya kamu nanti jadi perawan tua!”
“Ih Mama, jangan gitu dong!”
“Lea udah selesai kan?”
“Udah, Ma.”
“Cepat sana pergi ke apotek, pakai uang belanja dulu ya nanti Mama yang bilang ke Alex.”
“Tapi Ma, ini kan ….”
“Ngebantah lagi kamu ya! Udah sana!” potongnya.
Aleana pun segera pergi.
“Permisi! Ada salep untuk obat gatal-gatal nggak?”
“Oh iya, sebentar ya bu!”
Aleana sudah mendapatkan obat yang dia inginkan, ia lekas pergi. Namun, langit yang tampak mendung itu mengeluarkan gemuruh tak lama kemudian tetes demi tetes air turun hingga perlahan menjadi deras.
“Astaga, hujannya deras banget. Gimana caranya aku pulang? Masa aku naik taksi sih,” gumamnya kebingungan.
Setelah lama menunggu dan memutuskan, akhirnya ia memilih memesan taksi untuk pulang, ia takut mertuanya akan semakin marah besar jika ia berlama-lama di luar.
“Itu Lea udah pulang,” tukas Kanjeng.
“Maaf, Ma tadi hujannya deras banget. Ini salepnya.” Memberikannya pada Kanjeng.
“Mbak Lea, ke sini!” teriak Salsabila.
“Iya, Bil sebentar.”
“Cepetan sini!”
Aleana yang masih mencoba mengeringkan bajunya yang sedikit basah itu, segera menghampiri Salsabila.
“Kenapa Bila? Baju Mbak masih basah ini soalnya tadi habis nyebrang.”
“Ah ribet! Ini kenapa baju aku nggak diangkat?” tanyanya kesal.
“Loh, kamu kan tau sendiri Mbak tadi lagi ke luar beliin obat buat Mama. Lagian kamu di rumah kenapa nggak diangkat?”
“Ditanya malah balik nanya! Harusnya Mbak bisa liat dong tadi udah mendung, kenapa nggak angkat baju aku dulu sebelum pergi?”
“Kamu aneh banget sih Bila! Baju, baju kamu. Harus banget ya Mbak yang ngangkat? Itu kan tanggung jawab kamu, nggak malu umur udah setua ini nggak bisa ngangkat jemuran? Ingat ya Bil kamu bukan anak kecil lagi, apa perlu nanti kamu makan Mbak yang suapin juga?” Aleana sudah muak dengan segala tingkah manja Salsabila.
“Mbak udah berani ngelawan aku? Aku aduin ke Mas Alex ya!”
“Mau sampai kapan kamu berlindung di balik ketiak Mas kamu itu?”
“Di diemin ngelunjak ya kamu!” Melempar pakaian basah yang tadi ditentengnya ke muka Aleana.
“Lama-lama kamu nggak punya sopan santun ya Bila!” Aleana tersulut emosi.
“Ma, Mbak Lea Ma! Dia bentak aku.”
Bersambung …
Hai readers >3 Sehat selalu ya! Terima kasih sudah mampir :) Happy reading love >3
“Ma, Mbak Lea Ma! Dia bentak aku.” Kanjeng yang mendengar teriakan Salsabila bergegas menghampirinya. “Ada apa sih ribut-ribut?” “Ini Ma, Mbak Lea marahin aku cuma gara-gara pakaian doang!” “Nggak gitu maksud Lea Ma, Bila kan udah gede masa baju aja harus banget aku yang ngangkatin, kan Mama sendiri tadi yang nyuruh aku ke luar buat beli obat. Lagian Bila di rumah kan!” “Ya tapi kamu nggak punya hak untuk bentak-bentak anak saya! Ingat ya Lea, kamu harus tau diri kalau bukan karena anak saya kamu udah jadi gelandangan!” “Mau sampai kapan Mama hina aku terus? Aku di sini jadi menantu Ma bukan pembantu!” “Oh belum puas kamu bentak anak saya dan sekarang kamu mau ngelawan saya juga!” “Aku heran sama kalian, hati kalian di mana sih? Sampai tega memperlakukan manusia seperti ini.” “Banyak omong kamu ya!” Kanjeng mengambil pakaian yang basah tadi dan menyerahkannya kembali pada Aleana. “Kamu ambil ini dan keringkan sekarang!” Rahang Aleana mengeras dan na
“GILA KAMU YA!” “Tutup mulut kamu! Ingat ya Lea, kamu itu nggak punya hak untuk mengeluarkan makianmu itu di rumah ini,” tegasnya. “Kenapa Mas? Aku masih istri sah kamu! Wajar kalau aku marah karena kamu lebih memilih membiayai wanita lain ketimbang istri kamu sendiri,” protesnya. “Wajar kamu bilang? Ngaca kamu woi ngaca! Apa yang perlu aku biayai dari wanita seperti kamu? Kamu nggak pernah pintar ngerawat diri, kulit kusam, penampilan acak-acakan. Gimana suaminya mau betah kalau kayak gini!” hinanya pada Aleana. “Terus menurut kamu selingkuh itu adalah pilihan yang tepat?” tanyanya kesal. Napasnya menggebu, bola matanya memerah. “Oh jelas, wanita di luar sana masih banyak yang lebih cantik, fresh! Jadi mata aku nggak suntuk kalau lihat wajahnya, nggak seperti kamu mata aku yang tadinya capek habis kerja malah tambah capek lihat muka kucelmu ini!” “Ingat umur Mas! Kamu itu udah punya anak perempuan, kamu emang nggak mikir bagaimana perasaannya anak perempuan kamu, kalau sampai
“Putri benci sama Papa, aku bakalan aduin semuanya ke Mama!”“Dasar anak nggak tau di didik! Kamu anak kecil nggak usah ikutan ngatur masalah orang tua!” Alex masih tetap saja kekeh dengan pendiriannya meskipun anak yang ada di hadapannya itu sudah berlinang air mata.Mata gadis itu melirik tajam ke arah Zahra si perempuan penggoda yang merebut ayahnya, “Kamu! Kamu buta ya nggak bisa lihat Papa aku udah punya istri?”Zahra memandang Putri sinis dengan tangan yang masih mengelus-elus pipi, sekejap pandangannya beralih menatap Alex dengan tatapan sedih.“Putri cukup! Kamu nggak pantes ngomong seperti itu!” Alex meradang.“Emang kenapa Pa, kalau Putri nggak pantes ngomong kayak gini? Terus menurut Papa apa yang Papa lakuin ini udah bener?” tanyanya dengan mata yang sudah berair.“Kamu anak kecil tau apa? Nggak usah kamu sok-sokan mau ngurusin hidup Papa!”Putri menatap Alex dalam, “Pantesan Papa ngelakuin ini, karena emang dasarnya Papa nggak pernah peduli dengan keluarga kita kan? Terle
“Mama jujur ke Putri sekarang! Jangan bilang kalau Mama udah tau semuanya?” Aleana terdiam, tubuhnya kembali mematung dengan tatapan kosong. “Ma, jawab Ma! Mama selama ini bohongin Putri kan?” Tangan Putri mengguncang tubuh Aleana. “Maafin Mama Nak, maafin Mama.” Akhirnya ia mengeluarkan sepatah kata. Putri sontak langsung memeluk erat tubuh Aleana yang sudah tak berdaya itu. Tangis mereka pun pecah. “Mama kenapa nggak pernah cerita ke Putri? Mama kenapa harus bohongin aku?” “Mama sayang sama kamu Nak, Mama takut kamu sedih.” “Tapi Ma, kalau hanya Mama yang ngerasain sedih itu nggak adil buat Putri. Sekarang Putri paham, kenapa Mama selama ini sering nangis pasti karena Papa kan?” Aleana balik mendekap tubuh Putri dengan erat, ia mencium kepala anaknya dengan berlinang air mata. “Mama nggak papa, asal Mama bisa lihat anak Mama bahagia itu sudah lebih dari cukup,” tegasnya. “Nggak! Ini nggak adil untuk Mama, bukan hanya aku yang pantas bahagia Ma tapi Mama juga!” b
Alex melemparkan tatapan tajam ke arah Aleana. Alex mendengus, “Heh, bagus. Kamu memang nggak pantes jadi istri aku! Mulai sekarang angkat kaki dari rumah ini dan ingat! Jangan pernah berani membawa secuil pun harta benda dari rumah ini karena semuanya yang ada di sini adalah hasil dari kerja kerasku!” Tangan Aleana lantas menyeka air matanya, tatapan wanita itu berubah penuh dengan rasa dendam, “Aku nggak akan pernah ngarepin seperser pun dari kamu Mas!” “Cuihh! Sombong kamu! Anak yatim piatu gelandangan kayak kamu bisa apa? Paling-paling hidupmu jadi pengemis di jalanan, ingat ya Lea! Kalau bukan karena aku kamu nggak akan pernah ngerasain yang namanya hidup enak,” pungkasnya sombong. Aleana tak menggubris sedikit pun hinaan Alex, wanita itu langsung berbalik badan menuju kamar untuk mengemasi semua pakaiannya. “Putri sayang, kamu tinggal di sini sama Oma ya!” bujuk wanita tua itu. “Kamu boleh pilih, mau tinggal di sini atau mau jadi gelandangan seperti Mama kamu?”
“Maksud bapak? Apa bapak akan menjual perusahaan ini kepada orang lain?” “Tentu saja tidak, sejak awal saya juga sudah mengatakan bahwa posisi saya di sini hanya sebagai pemimpin sementara karena ada yang lebih berhak dari pada saya. Kebingungan-kebingungan kalian akan segera terjawab besok, pada intinya saya sudah menyampaikan hal ini kepada kalian sebelum kalian semua menyambut era baru kepemimpinan. Saya kira hanya itu saja, kalian bisa beraktivitas kembali sesuai tugasnya masing-masing, terima kasih.” Semuanya pun bubar dengan membawa rasa penasaran. Sementara itu, Alex yang baru saja selamat dari kemalangan kehilangan pekerjaan, langsung menghampiri David hendak ingin memuaskan rasa penasarannya kepada sesosok yang baru saja menyelamatkan dirinya. “Pak David! Maaf, apa saya bisa bertemu dengan seseorang yang bapak ceritakan ke saya?” Wajah David langsung berubah menjadi sangat tertarik dengan permintaan Alex. “Ada urusan apa kamu?” tanyanya ketus. “Maaf pak, saya
*** “HAHHHHHH! SIALAN!” pekiknya, ia menghamburkan seluruh benda yang ada di kamarnya. “Alexxx!” teriak Kanjeng, yang melihat anaknya membabi buta. “Kurang ajar kamu Lea! Kamu pasti sengaja mempermalukan saya!” ucapnya dengan napas yang menggebu. “Alex kamu kenapa?” Kanjeng kebingungan. “Wanita itu Ma, wanita itu sudah menghina Alex!” “Siapa maksud kamu? Tenang dulu!” “Lea Ma, Lea ternyata pemilik perusahaan tempat aku kerja.” “APA?” Kanjeng shock. “Iya, Ma dia … dia ternyata anak tunggal dari pemilik perusahaan itu.” “Kamu bohong kan? Nggak mungkin lah, secara dia kan sebatang kara yang asal-usulnya aja nggak jelas. Kenapa tiba-tiba dia jadi pemilik perusahaan itu?” ucapnya semakin kebingungan. “Ini bener Ma, Alex juga bingung awalnya. Dia pasti mau balas dendam sama aku!” ucapnya ketakutan. “Aku nggak bakalan biarin semua ini terjadi! Nggak … nggak bakalan! Alex mulai gelisah. “Tenang Alex, tenang! Aleana nggak mungkin mau balas dendam, kamu tau kan dia seperti apa? Pasti
“Gini sayang, yang kamu lihat tadi itu semuanya palsu! Aku nggak bener-bener mau rujuk dengan dia,” bantahnya. “Tapi kamu kenapa niat banget sampai ngasi bunga segala? Terus apa tujuan kamu melakukan semua ini, pasti kamu belum bisa move on dari mantan istri kamu itu kan?” “Ust-usstt, kamu tenang dulu sayang. Aku ngelakuin semua ini karena aku pengen balas dendam ke dia atas penghinaannya ke aku dan saat dia udah masuk ke perangkapku aku bakalan jalanin rencana aku selanjutnya,” jelasnya. “Tapi tetep aja kamu deket-deket sama dia, aku nggak suka ya!” kekehnya. “Aku belum selesai cerita loh, ini semua aku lakuin itu buat kamu sayang. Kamu bayangin aja kalau aku sampai berhasil jebak dia, yang pertama aku lakuin adalah morotin hartanya dan semua yang aku dapet dari dia itu nanti semuanya buat kamu sayangku,” rayunya. “Bener buat aku?” tanyanya manja. “Iya sayang.” Alex meraih tubuh Zahra dan mendekapnya erat. Sementara itu, di sisi lain Aleana dan David sedang asyik be