Kebahagian kini sudah hilang semenjak Karina kembali, Nia seakan tidak lagi berarti. Mengapa semuanya menjadi serumit ini, benar-benar menyayat hati.Posisi Nia benar-benar tersingkir tanpa ada kesempatan apa lagi sebuah kepastian.Jika mungkin dirinya hanya orang lain bagi Dion lantas bagaimana dengan janin di rahimnya, apakah Dion tidak yakin jika itu adalah anaknya.Bahkan Nia tidak menyangka bisa terjebak dalam luka ini lagi.Manisnya kenangan bersama seakan hanya menjadi duri yang siap menusuk setiap langkah kaki yang di pijak.Berhari-hari sudah berlalu, Nia merasa semakin tersiksa.Apakah mungkin dirinya benar-benar tidak berarti sama sekali, jika memang demikian maka mungkin lebih baik Nia pergi saja.Biarkan saja Dion bahagia bersama dengan istri yang dicintainya itu, sedangkan Dila pun sudah tidak membutuhkan dirinya lagi.Nia hanya ibu sambung, kini sudah tidak diinginkan lagi kehadiran lantas untuk apa Nia masih bertahan di rumah itu.Akhirnya siang ini memutuskan untuk me
Nia menahan sesak di dada, di nikahi dengan terpaksa dan harus pergi pula dengan terpaksa. Setelah hari ini Nia berjanji akan menutup hatinya untuk siapapun termasuk Dion.Meskipun Nia sadar tidak mungkin Dion akan mencarinya lagi, semuanya sudah cukup jelas.Perpisahan ini pun akan segera terjadi, berakhir tanpa sisa.Tanpa rasa selain rasa sakit dengan luka yang luar biasa.Datang dengan air mata, pulang juga demikian pula. Semuanya hanya semu, kebahagiaan sesaat yang tidak pernah ada.Seharusnya Nia sadar sejak awal akan dirinya yang hanya orang asing di kehidupan Dion, begitu dengan selanjutnya dan selamanya.Namun apa? Nyatanya Nia malah mudahnya percaya pada apa yang dikatakan oleh Dion, seakan meyakinkan akan kehidupan yang penuh dengan kebahagiaan kedepannya.Seharusnya Nia bertanya pula apakah ada cinta untuknya terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk hidup bersama.Sebelum menghancurkan dinding pembatas di antara keduanya.Namun tidak, Nia malah memutuskan dengan mudahnya,
Setelah sampai di rumah Ibunya, Nia langsung turun dari mobil."Terima kasih Mas."Nia pun langsung turun dari mobil Niko, sementara Nika langsung pergi karena tidak ingin banyak bertanya menimbang Nia yang tampaknya begitu terluka.Bagaimana pun seseorang tentunya membutuhkan waktu untuk sendiri, itulah yang dilakukan oleh Niko.Kecuali Nia sendiri yang membutuhkan, ataupun meminta dirinya untuk mendengarkan sebuah luapan perasaan.Namun tidak, sehingga keputusannya untuk pergi dengan segera adalah hal yang tepat.Sementara setelah Niko pun pergi kini Nia menatap rumah sederhana milik Ibunya, perlahan kakinya melangkah masuk dengan menggedong Zaki dan juga tas yang ada di tangannya berisi pakaian.Nia pun melihat Farah yang sedang menjahit sesuatu di ruang tamu, hingga akhirnya Farah pun tersadar bahwa Nia mendatangi kediamannya.Hanya saja tidak seperti biasanya yang ditemani oleh Dion, bahkan wajah Nia pun tampak begitu murung.Membuat perasaan Farah pun semakin tidak karuan saja.
"Nia, sadar Nia!" Farah memangku kepala Nia, kemudian menepuk-nepuk pipi Nia dengan panik.Sesaat kemudian mata Nia pun terbuka dan melihat Farah."Bu, apa Nia belum mati?""Nia, kamu bicara apa?" Farah menggeleng dan takut kehilangan anaknya.Farah sangat menyayangi Nia, sudah cukup dirinya kehilangan suaminya.Farah tidak lagi bisa kehilangan Nia.Farah sangat takut dengan segala pikirannya yang begitu buruk."Kamu harus tetap kuat demi anak-anak mu, mereka berhak hidup Nia.""Nia udah nggak sanggup Bu, Nia nggak sanggup lagi menahan sakit seperti masa lalu Nia yang penuh penderitaan Bu. Kenapa harus Nia, Bu. Kenapa harus Nia ya g merasakan sakit ini Bu," tanya Nia dengan putus asa.Rasanya tidak ada lagi cahaya kehidupan yang berpihak pada dirinya, mengapa semuanya harus sesakit ini."Nia, kamu tidak boleh bicara begitu. Ada Ibu yang akan selalu mendukung mu, kita hadapi semuanya bersama, ibu mohon jangan begini. Mana Nia ibu yang dulu? Yang kuat, hebat dan pantang menyerah? Kamu b
Akhirnya hari ini Dion pun kembali pulang ke tanah air, namun satu hal yang membuatnya menjadi hampir tidak bisa bernapas.Nia telah pergi dari rumah dan penyebabnya adalah Karina.Kemarahan pun tidak dapat ditahan, rasanya begitu lancang mengusir Nia yang tak lain adalah istri sahnya juga."Kenapa kau mengusirnya?" Tanya Dion.Dion kembali ke rumah dengan perasaan rindu terhadap Nia, sebab selama ini dirinya sendiri sibuk dengan pekerjaannya dan juga memikirkan anaknya.Kembalinya Karina membuatnya bingung untuk memilih siapa diantara keduanya, di satu sisi Dion menginginkan Nia tetap bersamanya.Tetapi di sisi lainnya Dion pun melihat Dila yang merasa bahagia setelah Karina kembali di tengah-tengah keluarga mereka yang sudah perlahan membaik karena kehadiran Nia.Sehingga Dion benar-benar berada dalam dilema yang cukup besar, membuatnya sejenak diam dan berusaha untuk menjauhi keduanya berharap ada jalan terbaiknya.Sebab Dion tidak ingin berpihak pada salah satunya, menimbang Karin
"Kenapa sih, kalian semua cuman bisa nyalahin aku? Terutama itu kamu, dari dulu sampai sekarang masih saja sama. Gimana aku mau betah berlama-lama berada di lingkungan keluarga kamu?" Tanya Karina.Karina berharap Dion bisa mengerti akan dirinya yang juga butuh sesuatu yang bisa membuatnya lebih nyaman.Membebaskan banyak hal pada dirinya yang juga lelah jika terus terkurung dalam rumah tangga yang begitu membosankan.Tidak ada waktu untuk bisa menjadi diri sendiri, memanjakan diri.Sementara bukankah tujuan menikah itu adalah untuk kebahagiaan, lantas di mana dengan kebahagiaan yang seharusnya di dapatkannya setelah menikah dengan Dion.Pada kenyataannya dirinya hanya menjadi seorang ibu dan juga mengurus rumah tangga.Sungguh sangat tidak mungkin bagi Karina untuk bisa mengikuti semua aturan tersebut."Apa maksudmu?" Tanya Dion yang mendengar dengan jelas saat Karina seakan menyalakan Bunga yang padahal adalah ibunya sendiri."Aku hanya mengatakan apa yang terjadi, kamu sadar tidak?
"Dion, kamu tidak mencintai aku lagi?""Tidak, dulu dan sekarang sudah berbeda. Sejak kau pergi kami sudah tidak membutuhkanmu lagi!""Dion, kau sadar dengan apa yang barusan kau ucapkan?""Apa tidak bisa kau mengerti akan keadaan anak mu? Dila, anak mu Karina!""Aku memang Maminya, kau juga Papinya. Tapi tidak usah terlalu lebay!"Dion benar-benar tidak mengerti dengan jalan pikiran seorang Karina, bahkan seakan tidak memperdulikan darah dagingnya sendiri."Pergi dari sini atau kau akan menyesal!"Karina pun mengepalkan kedua tangannya, kemudian segera pergi.Dion benar-benar membuatnya merasa kesal dan seakan tidak berguna sama sekali.Tidak pernah berpikir untuk diceraikan oleh Dion mengingat dulu dirinya begitu diagung-agungkan.Tapi apa? Nyatanya malah menceraikan juga.Sementara Dion terus saja menatap wajah putrinya yang begitu pucat, perlahan kelopak matanya bergerak dan terbuka.Dion pun merasa lega setelah melihat bola mata indah putrinya itu."Sayang, kamu sudah sadar?" Dio
Sepanjang perjalanan menuju rumah sakit pikiran Dion hanya tentang Nia saja, hingga akhirnya Dion pun sampai di rumah sakit kembali.Namun, sesampainya di sana Dion pun langsung disuguhi dengan pertanyaan dari Dila yang seakan menagih janji.Janji dirinya yang akan membawa Dila kembali untuk berkumpul bersama seperti sediakala."Mami Nia nya mana Pi?"Dila tidak melihat siapa-siapa yang memasuki ruangannya bersama dengan Dion.Begitu juga dengan Bunga yang dari tadi menemani Dila di sana, sekaligus menantikan kehadiran Nia.Tapi tampaknya Dion datang tanpa Nia.Dion pun duduk di sofa dengan wajah lesunya, dirinya benar-benar tidak bisa menjelaskan pada Dila akan Nia yang tidak bisa ditemuinya."Dion?" Bunga pun duduk di samping Dion, kemudian bertanya langsung."Ma, kita bicara di luar."Dion pun segera keluar dari ruangan Dila, begitupun dengan Bunga yang menyusul Dion setelah berpamitan pada Dila dan berjanji akan segera kembali.Bunga melihat Dion duduk di depan kursi tepat berada