Akhirnya hari ini Dion pun kembali pulang ke tanah air, namun satu hal yang membuatnya menjadi hampir tidak bisa bernapas.Nia telah pergi dari rumah dan penyebabnya adalah Karina.Kemarahan pun tidak dapat ditahan, rasanya begitu lancang mengusir Nia yang tak lain adalah istri sahnya juga."Kenapa kau mengusirnya?" Tanya Dion.Dion kembali ke rumah dengan perasaan rindu terhadap Nia, sebab selama ini dirinya sendiri sibuk dengan pekerjaannya dan juga memikirkan anaknya.Kembalinya Karina membuatnya bingung untuk memilih siapa diantara keduanya, di satu sisi Dion menginginkan Nia tetap bersamanya.Tetapi di sisi lainnya Dion pun melihat Dila yang merasa bahagia setelah Karina kembali di tengah-tengah keluarga mereka yang sudah perlahan membaik karena kehadiran Nia.Sehingga Dion benar-benar berada dalam dilema yang cukup besar, membuatnya sejenak diam dan berusaha untuk menjauhi keduanya berharap ada jalan terbaiknya.Sebab Dion tidak ingin berpihak pada salah satunya, menimbang Karin
"Kenapa sih, kalian semua cuman bisa nyalahin aku? Terutama itu kamu, dari dulu sampai sekarang masih saja sama. Gimana aku mau betah berlama-lama berada di lingkungan keluarga kamu?" Tanya Karina.Karina berharap Dion bisa mengerti akan dirinya yang juga butuh sesuatu yang bisa membuatnya lebih nyaman.Membebaskan banyak hal pada dirinya yang juga lelah jika terus terkurung dalam rumah tangga yang begitu membosankan.Tidak ada waktu untuk bisa menjadi diri sendiri, memanjakan diri.Sementara bukankah tujuan menikah itu adalah untuk kebahagiaan, lantas di mana dengan kebahagiaan yang seharusnya di dapatkannya setelah menikah dengan Dion.Pada kenyataannya dirinya hanya menjadi seorang ibu dan juga mengurus rumah tangga.Sungguh sangat tidak mungkin bagi Karina untuk bisa mengikuti semua aturan tersebut."Apa maksudmu?" Tanya Dion yang mendengar dengan jelas saat Karina seakan menyalakan Bunga yang padahal adalah ibunya sendiri."Aku hanya mengatakan apa yang terjadi, kamu sadar tidak?
"Dion, kamu tidak mencintai aku lagi?""Tidak, dulu dan sekarang sudah berbeda. Sejak kau pergi kami sudah tidak membutuhkanmu lagi!""Dion, kau sadar dengan apa yang barusan kau ucapkan?""Apa tidak bisa kau mengerti akan keadaan anak mu? Dila, anak mu Karina!""Aku memang Maminya, kau juga Papinya. Tapi tidak usah terlalu lebay!"Dion benar-benar tidak mengerti dengan jalan pikiran seorang Karina, bahkan seakan tidak memperdulikan darah dagingnya sendiri."Pergi dari sini atau kau akan menyesal!"Karina pun mengepalkan kedua tangannya, kemudian segera pergi.Dion benar-benar membuatnya merasa kesal dan seakan tidak berguna sama sekali.Tidak pernah berpikir untuk diceraikan oleh Dion mengingat dulu dirinya begitu diagung-agungkan.Tapi apa? Nyatanya malah menceraikan juga.Sementara Dion terus saja menatap wajah putrinya yang begitu pucat, perlahan kelopak matanya bergerak dan terbuka.Dion pun merasa lega setelah melihat bola mata indah putrinya itu."Sayang, kamu sudah sadar?" Dio
Sepanjang perjalanan menuju rumah sakit pikiran Dion hanya tentang Nia saja, hingga akhirnya Dion pun sampai di rumah sakit kembali.Namun, sesampainya di sana Dion pun langsung disuguhi dengan pertanyaan dari Dila yang seakan menagih janji.Janji dirinya yang akan membawa Dila kembali untuk berkumpul bersama seperti sediakala."Mami Nia nya mana Pi?"Dila tidak melihat siapa-siapa yang memasuki ruangannya bersama dengan Dion.Begitu juga dengan Bunga yang dari tadi menemani Dila di sana, sekaligus menantikan kehadiran Nia.Tapi tampaknya Dion datang tanpa Nia.Dion pun duduk di sofa dengan wajah lesunya, dirinya benar-benar tidak bisa menjelaskan pada Dila akan Nia yang tidak bisa ditemuinya."Dion?" Bunga pun duduk di samping Dion, kemudian bertanya langsung."Ma, kita bicara di luar."Dion pun segera keluar dari ruangan Dila, begitupun dengan Bunga yang menyusul Dion setelah berpamitan pada Dila dan berjanji akan segera kembali.Bunga melihat Dion duduk di depan kursi tepat berada
Teriknya matahari terasa membakar tubuh Nia, dengan segera mencari tempat untuk sejenak membuat dirinya menjadi lebih baik.Nia pun tersadar saat ini dirinya sudah pergi berkerja terlalu lama, bahkan hari pun sudah hampir sore.Hingga memutuskan untuk pulang ke rumah, meskipun Zaki tidak meminum asi namun tetap saja dirinya khawatir akan keadaan putranya itu.Sebagai seorang ibu pastinya akan sangat memikirkan keadaan anaknya.Hingga akhirnya Nia pun sampai di rumah, dengan segera meneguk mineral kemudian duduk di kursi meja makan sederhananya."Zaki, mana Bu?""Di kamar, tadi dia main sama Ibu. Kayaknya kecapean dan akhirnya tidur," jawab Farah.Farah pun duduk di kursi berhadapan dengan Nia.Nia pun mengeluarkan uang recehan hasil dari berjulanan seharian ini."Sepertinya banyak dagangan mu yang laku.""Ya Bu, rezeki Zaki. Soalnya susu juga mau habis.""Ya, benar juga. Apa lagi susu Zaki yang mahal sekali harganya," Farah bahkan merasa tidak mampu untuk membelikan susu bagi cucunya,
Dion pun akhirnya memutuskan untuk pulang ke rumah, namun langkah kakinya malah membawanya menuju kamar tamu yang pernah di tempati oleh Nia.Dion pun melihat kamar tersebut yang tampak kosong.Hingga pandangan matanya tertuju pada meja rias di mana ada beberapa benda yang pernah diberikan.Kartu kredit dan juga kartu lainnya di letakan begitu saja, ada kalung yang juga pernah diberikannya saat beberapa hari yang lalu.Di tambah lagi ada cincin nikah, bahkan sampai cincin nikah saja Nia melepaskannya dan meninggalkan begitu saja.Apakah begitu besar kebencian di hati Nia hingga meninggalkan semua benda tersebut.Dion hanya bisa meremas cincin di tangannya, kemudian duduk di lantai penuh dengan rasa sakit.Tidak menyangka semuanya menjadi rumit akibat dirinya yang sempat menjadi kebingungan antara memilih Karina ataupun Nia.Sesaat kemudian suara ponsel Dion pun berbunyi, ternyata Dila yang menghubungi.Yang ditanyakan oleh Dila hanya Nia dan membuat Dion semakin sadar bahwa Dila pun s
"Dok, bagaimana keadaan istri saya?" Tanya Dion saat seorang dokter selesai memeriksa keadaan Nia.Namun, dokter tersebut malah terdiam saat mendengar apa yang di katakan oleh orang yang ada di hadapannya itu.Karena, rasanya cukup janggal saat mengatakan suami dari pasiennya.Dokter itu tahu pakaian yang ada di tubuh Dion adalah berharap begitu mahal, tetapi berbeda jauh dengan pakaian yang dikenakan oleh Nia.Bahkan ruang rawat Nia pun hanya kelas paling bawah."Dok, dia bukan suami saya!" Kata Nia.Apa yang kini dipikirkan oleh Nia, tetapi sepertinya dirinya tidak ingin menjadi istri dari Dion ataupun istri dari lelaki manapun.Cukup sudah penderitaan ini, Nia sudah terlalu trauma dengan namanya lelaki.Sementara pikiran dokter tersebut semakin bingung, karena kedua orang itu terlihat begitu berbeda.Dion pun hanya bisa diam sebab tak ingin ada perdebatan. Menimbang keadaan Nia yang sedang tidak baik-baik saja."Keadaan Ibu masih belum pulih, harus dirawat dulu ya Ibu. Janinnya jug
"Huuueekkk."Dari tadi Dion terus saja muntah-muntah, bahkan untuk melihat makanan saja membuatnya tidak berselera sama sekali.Belum lagi pikirannya yang masih tertuju pada Nia dengan keadaannya yang tidak baik-baik saja.Bahkan Nia memutuskan untuk pulang sebelum diperbolehkan oleh dokter.Untuk bertemu dengan dirinya saja Nia tidak memberikan kesempatan sedikitpun.Sekalipun hanya satu menit saja Dion sangat mengharapkan, namun apa daya kerasnya pendirian Nia tidak bisa di robohkan dengan begitu saja.Hingga lagi-lagi Dion merasakan mual yang begitu luar biasa, kembali berlari ke kamar mandi dan memuntahkan cairan saja.Rasanya sungguh sangat melelahkan sekali, entah sampai kapan akan begini terus.Dengan segera Dion pun menelan obat, mungkin karena terlalu lelah dan tidak makan membuatnya menjadi begini.Tetapi mendadak lidahnya ingin memakan sesuatu yang asam, dan meminta Art untuk membuatnya rujak.Akhirnya Dion pun memutuskan untuk menuju rumah sakit di mana Dila masih dirawat.