Dion pun akhirnya memutuskan untuk pulang ke rumah, namun langkah kakinya malah membawanya menuju kamar tamu yang pernah di tempati oleh Nia.Dion pun melihat kamar tersebut yang tampak kosong.Hingga pandangan matanya tertuju pada meja rias di mana ada beberapa benda yang pernah diberikan.Kartu kredit dan juga kartu lainnya di letakan begitu saja, ada kalung yang juga pernah diberikannya saat beberapa hari yang lalu.Di tambah lagi ada cincin nikah, bahkan sampai cincin nikah saja Nia melepaskannya dan meninggalkan begitu saja.Apakah begitu besar kebencian di hati Nia hingga meninggalkan semua benda tersebut.Dion hanya bisa meremas cincin di tangannya, kemudian duduk di lantai penuh dengan rasa sakit.Tidak menyangka semuanya menjadi rumit akibat dirinya yang sempat menjadi kebingungan antara memilih Karina ataupun Nia.Sesaat kemudian suara ponsel Dion pun berbunyi, ternyata Dila yang menghubungi.Yang ditanyakan oleh Dila hanya Nia dan membuat Dion semakin sadar bahwa Dila pun s
"Dok, bagaimana keadaan istri saya?" Tanya Dion saat seorang dokter selesai memeriksa keadaan Nia.Namun, dokter tersebut malah terdiam saat mendengar apa yang di katakan oleh orang yang ada di hadapannya itu.Karena, rasanya cukup janggal saat mengatakan suami dari pasiennya.Dokter itu tahu pakaian yang ada di tubuh Dion adalah berharap begitu mahal, tetapi berbeda jauh dengan pakaian yang dikenakan oleh Nia.Bahkan ruang rawat Nia pun hanya kelas paling bawah."Dok, dia bukan suami saya!" Kata Nia.Apa yang kini dipikirkan oleh Nia, tetapi sepertinya dirinya tidak ingin menjadi istri dari Dion ataupun istri dari lelaki manapun.Cukup sudah penderitaan ini, Nia sudah terlalu trauma dengan namanya lelaki.Sementara pikiran dokter tersebut semakin bingung, karena kedua orang itu terlihat begitu berbeda.Dion pun hanya bisa diam sebab tak ingin ada perdebatan. Menimbang keadaan Nia yang sedang tidak baik-baik saja."Keadaan Ibu masih belum pulih, harus dirawat dulu ya Ibu. Janinnya jug
"Huuueekkk."Dari tadi Dion terus saja muntah-muntah, bahkan untuk melihat makanan saja membuatnya tidak berselera sama sekali.Belum lagi pikirannya yang masih tertuju pada Nia dengan keadaannya yang tidak baik-baik saja.Bahkan Nia memutuskan untuk pulang sebelum diperbolehkan oleh dokter.Untuk bertemu dengan dirinya saja Nia tidak memberikan kesempatan sedikitpun.Sekalipun hanya satu menit saja Dion sangat mengharapkan, namun apa daya kerasnya pendirian Nia tidak bisa di robohkan dengan begitu saja.Hingga lagi-lagi Dion merasakan mual yang begitu luar biasa, kembali berlari ke kamar mandi dan memuntahkan cairan saja.Rasanya sungguh sangat melelahkan sekali, entah sampai kapan akan begini terus.Dengan segera Dion pun menelan obat, mungkin karena terlalu lelah dan tidak makan membuatnya menjadi begini.Tetapi mendadak lidahnya ingin memakan sesuatu yang asam, dan meminta Art untuk membuatnya rujak.Akhirnya Dion pun memutuskan untuk menuju rumah sakit di mana Dila masih dirawat.
"Tidak ada masalah dengan mu," kata Niko setelah memeriksa keadaan Dion.Dion yang sudah tidak dapat menahan rasa tidak nyaman pada dirinya memutuskan untuk langsung saja menemui Niko, memeriksakan keadaannya atau penyakit yang dia derita saat ini.Sejak kemarin sampai pagi tadi rasa mualnya seakan semakin menjadi-jadi, bahkan membuat hari-harinya sangat tidak nyaman.Namun, anehnya Niko malah mengatakan tidak ada yang salah dengan tubuhnya, lantas apa yang terjadi kepada dirinya.Saat ini Dion seakan meragukan kehebatan Niko sebagai seorang dokter."Apakah mungkin seseorang tidak sakit. Namun, mengalami keluhan seperti yang kurasakan ini," tanya Dion dengan kemarahan, karena kesal pada apa yang dikatakan oleh sahabatnya itu."Tapi kau memang tidak sakit!" Jawab Niko lagi."Dasar dokter aneh, aku sakit, mual, pusing dan mudah lelah, kau tahu itu? Itu adalah tanda-tanda orang sakit!" geram Dion semakin meninggikan nada suaranya karena benar-benar kesal kepada Niko."Aku menjadi curiga
Dion pun memutuskan untuk kembali ke rumah, pikirannya menjadi kacau karena memikirkan apa yang dikatakan oleh Niko barusan.Namun, sesampainya di rumah ternyata ada Karina yang menunggunya di depan pintu masuk.Sial.Dion sedang tidak ingin bertemu dengan seseorang terutama Karina, apa lagi yang diharapkan oleh wanita itu.Dion pun memilih untuk kembali masuk ke dalam mobilnya, berniat ingin segera pergi."Dion, tunggu!" Karina pun berlari ke arahnya, kemudian menghentikan keinginan Dion untuk pergi.Dirinya harus berbicara, jika tidak semuanya akan menjadi lebih rumit."Dion, aku ingin bicara!"Dengan terpaksa Dion pun kembali turun dari mobilnya, dia pun tak ingin terus berlarut-larut dalam masalah seperti ini.Menghadapi dengan cepat adalah solusi untuk menyelesaikan masalah."Dion, kau tega menceraikan aku?" Karina pun menunjukan surat cerai yang dikirimkan ke rumahnya.Rasanya tidak percaya saat menerima surat tersebut, bahkan selama ini berpikir jika Dion sangat mencintainya da
Dua hari berlalu, keadaan Nia sudah lebih baik dari hari-hari sebelumnya.Bahkan kini terasa lebih segar."Gimana pagi ini?" tanya Farah yang melihat Nia sudah keluar dari dalam kamar.Duduk di meja makan dan melihat sudah ada nasi goreng kampung tanpa ada lauk sama sekali.Nia sudah terbiasa dengan hal seperti ini, bahkan makan nasi putih di campur garam pun sudah terbiasa karena dirinya memang terlahir dari keluarga sederhana."Udah lebih baik, Bu," jawab Nia sambil mengunyah nasi."Syukurlah, kalau begitu nanti Ibu nitip Zaki ya. Soalnya ibu mau ke pasar, mau cari bahan-bahan untuk membuat kue. Ibu mau nitip di warung-warung kecil. Mungkin bisa membantu untuk sehari-hari," kata Farah.Nia pun terdiam sejenak sambil memikirkan apa yang dikatakan oleh Farah barusan."Bu, biar Nia aja yang cari uang. Ibu udah tua, main di rumah aja sama Zaki, palingan ibu nggak kepanasan.""Nia, menurut ibu, apa yang kamu katakan juga benar. Tapi, rasanya tidak mungkin kalau kamu berjualan di lampu me
Hanya saja Nia yang merasa sial karena kehadiran Dion yang sama sekali tidak diinginkan."Selamat pagi Bu," sapa Dion dan ingin mencium punggung tangan Farah."Bu, masuk," dengan cepat Nia meminta ibunya masuk ke dalam rumah, tanpa mengijinkan Dion untuk mencium punggung tangan Farah terlebih dahulu.Farah pun segera masuk ke dalam rumah, karena tidak ingin membuat Nia marah. Lagi pula Dion memang lelaki yang tidak memiliki pendirian.Dion pun kembali menurunkan tangannya, padahal sudah hampir menggapai tangan Farah.Tidak masalah, karena Dion butuh Nia dan sangat beruntung sekali Nia berada di depan matanya."Nia, Mas ingin sekali bicara pada mu," Dion pun mulai mengutarakan maksudnya menemui Nia.Tapi sayangnya Nia memilih untuk tidak perduli, hingga dirinya mendorong sepeda motornya menuju tempat pengisian bensin terdekat."Nia, dengarkan Mas," Dion pun mengikuti Nia hingga selesai mengisi bensin.Tapi lagi-lagi semuanya tidak semulus itu, karena sepeda motor milik Nia tidak juga b
Nia pun perlahan membuka matanya, melihat sekitarnya dan mencoba untuk mendudukkan tubuhnya."Tidak usah bangun, istirahat saja dulu," Dion pun mencoba untuk membantu Nia.Namun di tepis begitu saja membuat Niko menahan tawa."Mmmmfffffpp."Niko bagaikan menonton sebuah adegan film dimana suami yang memohon maaf pada istrinya, bedanya ini adalah nyata.Jadi rasanya jauh lebih menyenangkan dan juga lucu dapat hiburan tersendiri saat lelahnya bekerja.Dion pun melayangkan tatapan tajam padanya, bukannya diam tawa Niko malah pecah."Ahahahhaha."Plak!Dion pun memukul wajah Niko, persis seperti seorang yang akan memukul nyamuk.Hingga membuat tawa Niko, pun terhenti dengan seketika itu juga."Ah!" Niko pun meringis menahan sakit.Dion pun beralih menatap Nia, perduli setan pada Niko yang menjadi korbannya."Kamu sudah lebih baik?"Nia pun memilih untuk turun dari tempat tidur rumah sakit itu, kemudian berjalan menuju kamar Dila."Ahahahhaha," lagi-lagi Niko tertawa lepas melihat Dion yan