"Nav!!!" pekik Edgar setelah dia sadar.
"Tenanglah dulu!"Henry memindai sekelilingnya. Ruangan serba putih yang berbau obat, dan sosok pria yang sudah dia kenal, Felix."Bagaimana anak dan istriku!?" cerca Edgar. Dia berusaha bangun, tetapi tubuhnya terasa sakit semua.Luka bekas pertarungan mereka masihlah belum sembuh.Kini, ditambah luka dari kecelakan yang mereka alami."Tenanglah! Merek sudah mendapatkan perawatan yang maksimal. Aku sudah memastikan mendapatkan ruang paling bagus!"Untuk urusan satu itu, Edgar sudahtidak meragukan lagi kepiawaian Felix."Kenapa kau bisa tahu aku di sini?" tanya Edgar."Kau sungguh tidak tahu?" Felix balik bertanya, "kau menelponku dengan suara lirih. Aku langsung melacak posisi di mana kau berada dan menemukanmu masih berada di sana dengan keadaan yang menyedihkan. Telat sedikit saja, kalian sudah tidak tertolong!""Bagaimana bisa?""Aku tak mau tahu! Semua harus terungkap bagaimanapun caranya!" perintah Edgar pada beberapa orang yang dia panggil untuk menangani kasus itu.Sama seperti sebelumnya, kecelakaan mereka terlalu janggal dan jejaknya bersih. Polisi tidak bisa mencari jejak sedikitpun.Yang bisa menemukan jejaknya hnaya detektif swasta yang sudah terkenal kepiawaiannya. Namn, itu tetap tidak bisa mencari tahu siapa orang yang tepat."Lawan kita terlalu licin, Ed," peringat Felix."Siapa pun dia. Dia pasti bukan orang sembarangan. Apalagi untuk membersihkan sisa-sisa kejahatannyya dengan begitu rapi. Kita mungkin tidak bisa melakukan apa-apa, tetapi aku yakin pasti ada celah untuk menemukannya.""Apa pelakunya sama seperti kejadian delapan tahun yang lalu?"Edgar menggeleng. Dia benar-benar tidak tahu apa pun.Petunjuk yang mereka miliki saat itu terlalu sedikit untuk bisa mengungkapkan semuanya. Karena itu, dia memilih untuk melupakan saja. Ditambah deng
"Katakan siapa yang mengirim kalian, atau aku akan memberi kalian sesuatu yang tak akan kalian lupakan!" ancam Edgar. Dalam waktu seminggu saja, Edgar dibantu Felix isa mengumpulkan beberapa orang yang terlibat dengan kecelakaan itu. Sayang, Edgar belum menemukan satu nama yang menjadi akar semuanya. "Kau siksa kami pun tidak akan mengatakan siapa yang telah menyuruh kami." Edgar tersenyum sinis. Dia sudah berulang kali mendengar hal itu dari setiap orang yang disekapnya. Namun, hanya segelintir dari mereka yang benar-benar menjaga ucapannya. Edgar yang membatasi diri, telah hilang bersama kesadaran anaknya. Setelah Navier dipindahkan ke rumah sakit yang dekat dengan kantornya, dan Henry dinyatakan koma, Edgar kembali ke saat dirinya belum bertemu Navier. Dia menjadi pribadi yang tidak kenal belas kasih pada musuhnya. Kepribadian itu dia sembunyikan saat bertemu Navier karena takut wanitanya melihat sisi gelapnya. "Kala
Wanita itu tertawa puas saat Edgar menyetujui permintaannya. Pikirnya, dia layak mendapatkan hal itu karena tubuhnya memang menawan. Semua ucapannya yang berkata dia tahu banyak hal, tentu itu bukan omong kosong belaka. Ia bahkan tahu rencana yang mereka pakai untuk membuat kecelakaan itu. "Aku tidak akan mengingkari janjiku padamu. Jika kau bisa memuaskanku, aku akan memberikan lebih banyak informasi yang tidak akan kau dapatkan dari mereka yang di luar sana." Edgar masih diam mendengarkan. Dia ingin tahu sampai sejauh mana wanita itu membual. "Atau kalau kau mau, jadikan aku pendampingmu, dan kau mendapatkan semuanya. Aku tahu beberapa musuhmu beserta kelemahannya."Edgar masih setengah percaya dengan wanita itu, sambil mengingat kembali di mana kiranya dia pernah bertemu."Aku tidak ingin menyesal nanti, Nona. Aku tidak akan memberikan penawaran yang sia-sia.""Aku berani menj
Edgar mual.Dia ingin sekali muntah untuk mengeluarkan isi perutnya yang terlalu di aduk.Dia terlalu muak melihat bagaimana wanita itu meliuk mendamba sentuhan. Karena dia hanya mengakui Navier sebagai wanitanya, Edgar menyuruh salah satu anak buahnya untuk melakukan bagiannya. Tentu dengan beberapa trik pada wanita itu.Dia memang menyetujui untuk membiarkan wanita itu di sisinya. Namun, itu hanya ungkapan semata. Edgar tidak benar-benar menepati ucapannya."Kau ... kau seperti yang kubayangkan," ucap Karin--wanita yang mendatangi Edgar dan membuat kesepakan dengannya."Jangan berkata lagi atau kita hapuskan kesepakatan ini!" bentak Edgar."Baiklah! Baiklah! Jangan hentikan!"Edgar muak, tetapi tidak bisa pergi dari sana.Dia terpaksa melihat bawahan dan wanita itu saling menyentuh.Karena kalau dia pergi, bisa saja wanita itu bertanya dan membutuhkan jawabannya.Karena muak, Edgar memberi perintah baahanya untu
"Setelah kau menemukan titik lemah mereka, kau masih menyimpan wanita itu, dan menjadikannya Nyonya?" "Hanya sementara!!!" Brak! Felix menggebrak meja, tak tahan dengan sikap yang ditunjukkan Edgar padanya. "Istrimu sedang menunggui anakmu di rumah sakit, dan kau enak bermain dengan wanita itu? Juga, di mana otakmu, Ed!? Kau memberinya wewenang seolah dia nyonya rumah yang harus dihormati!" Sudah satu bulan sejak saat wanita itu dibawa FElix, selama itu pula wanita itu tinggal di kantor Edgar. Hanya saja, Edgar memakai ruang Sean sementara pria itu belum sadar dari komanya. "Dia akan baik-baik saja," ucap Edgar dengan tenang. "Baik-baik saja? Kami di sini yang tidak! Kau tidak tahu bagaimana kelakuannya pada para karyawanmu!" Felix meremat rambutnya frustasi, "dia sudah keterlaluan sampai bisa memecat karyawan biasa yang hanya menyenggolnya!" "Aku tahu!" Tanpa diberitahu Felix, Edgar tahu akan hal itu. B
lix tidak kembali ke perusahaan Edgar. Justru, dia pergi ke Jonathan. Ada banyak kejanggalan yang bisa dia tangkap dari drama perpisahan Navier dan Edgar. Untuk itu, Felix berusaha untuk mencari jalan keluar sendiri. Bagaimanapun juga, Felix akan sangat menyayangkan jika mereka berdua sampai benar-benar berpisah. "Apa Edgar sudah memecatmu, sampai-sampai kau ke sini?" tanya Jonathan. Felix menggeleng. "Aku tidak betah di sana. Ada banyak hal yang tidak masuk di akalku," keluhnya. "Sudah lama tidak datang padaku, dan begitu ke sini kau hanya bisa mengeluh segala macam permasalahan? Kau pikir aku tempat sampah masalahmu?" Felix menepuk keningnya. Dia tak menyangka jika kakek tua itu akan menjadi sesenditif ini hanya karena dia jarang mengunjunginya. Padahal, dia-lah yang menyuruh Felix untuk membantu Edgar."Aku bosan dengan cucumu yang pemilih itu. Dia juga tidak memberiku libur yang layak."
"Aku sama sekali tidak menuduhmu berbohong. Hanya saja, aku merasa semuanya janggal!" kilah Sean.Felix, seniornya ini datang tak lama setelah dia dinyatakan bangun. Tentu saja saat ini tubuhnya sedang menyesuaikan, setelah tidak bergerak selama beberapa waktu.Jangankan untuk mengeluarkan emosi, untuk berkata seperti tadi saja Sean merasa payah."Nah, kan! Aku saja merasa semuanya begitu janggal. Hanya saja kakek tua itu juga tidak bisa berkutik. Aku diberi pesan untuk berhati-hati. Mungkin ada penyadap, atau mata-mata di perusahaannya!"Sean terdiam.Jika sudah seperti itu, maka semuanya akan menjadi masuk akal.Edgar yang tidak menolak berpisah, dan Jonathan yang diam seribu bahasa tentang mereka.Setahunya, keadaan tidak seperti itu."Aku tahu kau merasa berat untuk memikirkannya. Tapi untuk saat ini, kurasa hal termudah untuk kita adalah diam. Kita tidak biaa mendesak Tuan Edgar atau Tuan Jonathan, Sean. Apalagi Nyonya Nav
"Nyonya, ini aku. Maafkan aku yang baru bisa mengunjungimu," ucap Sean.Dia menunduk dari kursi roda yang dia pakai. Di belakangnya, Felix juga menundukkan kepala sebagai rasa hormat kepada istri tuannya."Tidak apa-apa. Maafkan aku juga yang belum bisa menjengukmu sampai saat ini. lihat? Kau yang sakit dan belum sembuh dengan benar saja menyempatkan waktu untuk menjenguk putraku," balas Navier.Sean tersenyum. "Tidak apa-apa, Nyonya. Saya bisa memakluminya," ucapnya.Seminggu setelah siuman, Sean meminta Felix untuk menemaninya menjenguk Henry. Beruntung mereka dirawat di rumah sakit yang sama.Jadi, Sean tidak perlu menempuh perjalanan jauh."Apa lukamu masih parah?""Sudah tidak, Nyonya. Hanya penyembuhan lebih lanjut dan beberapa kali terapi otot saja. Setelah itu, saya bisa beraktivitas seperti sebelumnya.""Syukurlah," desah Navier.Dia lega melihat orang yang dipercaya suaminya itu sudah lebih baik. Sebelumnya, dia khawat