"Celia ini masih kuliah baru dapat tiga bulan, dia juga anak yang pintar di berbagai bidang yang dia tekuni." Daniel menjelaskan tentang Celi pada Justin yang kini masih ada di rumahnya. Saat Daniel menjelaskan panjang lebar tentang Celia pada Justin, hal itu membuat Celia sangat malu. Lebih baik Papinya membicarakan Miko daripada membicarakan dirinya seperti ini. Meskipun hanya mengatakan berbagai hal positif, tapi tetap saja Celia malu. "Saya dulu pernah punya adik, mungkin kalau masih diberi panjang umur akan seusia Celia, tapi dia sudah tidak ada dan meninggalkan saya hidup berdua dengan Mama selama Papa meninggal menyusul adik." Justin menceritakan sedikit kisah hidupnya. Celia yang mendengar itu semua hanya diam dan menyandarkan kepalanya pada pundak sang Mama. "Tapi kau cukup tangguh, Tuan Justin. Aku saja merasa bangga atas semua pencapaian yang kau dapatkan di usia mudamu," ujar Daniel. Laki-laki itu mengangguk. "Terima kasih Pak Daniel." "Apa kau sudah punya Istri?" t
"Sudah berapa kali Mami bilang, jangan bertindak sembarangan apa lagi tidak sopan! Tuan Justin itu rekan kerja penting Papimu, Celia!" Amukan Frisca membuat sang putri cemberut. Di dalam ruangan Miko, gadis cantik itu duduk diam menekuk wajahnya dan menyumpah serapahi Justin. Celia berharap kalau laki-laki bernama Justin itu akan mendapatkan hukuman yang setimpal karena selalu membuat Celia dalam masalah. "Sudahlah Mam, Celia kan nggak tahu," sahut Miko, seperti biasa dia selalu menjadi pelindung Celia. "Jangan dibela, adikmu kalau dia salah, Miko! mau jadi apa nanti kalau dia tiba-tiba melunjak," seru Frisca pada Miko. Wajah Celia mendadak muram, gadis itu mendongak menatap sang Kakak dan ia menggeleng-gelengkan kepalanya. "Iya Mi, Celia salah. Celia minta maaf," ucapnya lirih. "Jangan diulangi, nanti yang ada Papimu pun juga akan ikut kesal, paham, Celia!" "Heem." Celia mengangguk kecil memeluk bantalan sofa. "Celi... Celia masih mau di sini, Celi mau pulang sama Kakak." "Y
"Ada hubungan apa antara kau dan adikku, sepertinya aku lihat-lihat kau dan Celia sangat akrab? Apa sebelumnya kau sudah mengenal adikku?" Pertanyaan dingin itu keluar dari bibir Miko sembari menyesap wine yang ada berada dalam gelas yang ia pegang. Tatapannya yang tajam lurus pada Justin. Pemuda yang asik memperhatikan pemandangan malam kota. Sampai akhirnya Justin melirik sebentar ke arah Miko dan bibirnya menyunggingkan senyum tipis. "Tidak ada. Sebelumnya aku memang mengenal Celia, waktu di club malam. Kau juga yang menjemputnya, kan?!" Justin membalas. "Tapi tidak seperti yang aku lihat, kau begitu akrab dan dekat dengan Celia. Aku... Aku sangat menaruh curiga padamu terhadap adikku!" Kekehan terdengar dari bibir Justin. Kini ia tahu kalau ternyata Miko adalah Kakak yang super posesif. Pantas saja Celia merasa terkekang lebih parah lagi saat bersama Miko. "Miko, kau tahu kan kalau semua orang itu butuh kebebasan. Apa salahnya kalau Celia pergi? Bersamaku, kukira dia akan a
Justin tersenyum menatap Celia yang kini duduk berdua dengannya. Malam ini gadis itu dititipkan pada Justin karena Daniel akan menghadiri acara bersama Miko juga. Dan mereka berdua kini tengah berada di bioskop. Celia mengajak Justin pergi menonton berdua, dan jelas saja laki-laki itu langsung menurutinya dengan cepat. "Mama dan Papamu akan pulang malam, kalau ngantuk bilang saja, bisa ke apartemenku dulu," ujar Justin santai. "Hem, nanti kalau kau macam-macam denganku, bagaimana?" Celia dengan rasa polosnya ia membalas Justin. Laki-laki itu tersenyum tipis. "Aku masih sayang nyawa supaya tidak ditendang Kakakmu yang menyebalkan itu!" sinis Justin pada Celia. Gadis itu pun cemberut. "Kak Miko itu tidak menyebalkan, Kak Miko itu baik. Dia sayang banget sama Celi." "Hem, terserah!" "Dari pada kau, terlihat sangat tidak peduli," sinis gadis itu pada Justin. Gemas, itulah kesan pertama yang Justin perhatikan dari gadis ini. Celia yang sangat baik dan mengerti dengan apa yang belum
Jam menunjukkan pukul sebelas malam, Celia masih berada di apartemen milik Justin dan di sana ada Ludwick juga yang terkejut dengan kehadiran gadis yang pernah ia jumpai di club malam beberapa waktu yang lalu. Namun Ludwick tidak mengatakan apapun, dia tetap diam bersama dengan Justin saja. "Heh, Justin... Dia gadis yang waktu itu, kan?!" pekik Ludwick menyenggol lengan Justin. Dan sahabatnya itu menoleh ke arah Celia yang nampak sedih. "Heem, dia putri Pak Daniel. Rekan kerjaku," jawab Justin. Ludwick langsung menelan saliva. "Gila aja, bisa-bisanya langsung dekat," seru laki-laki itu melirik Justin dan mengembuskan napasnya pelan.Justin terkekeh, ia pun berjalan mendekati Celia yang tengah sedih duduk di sofa di depan kamar Justin. Sesekali gadis itu menatap was-was pada Ludwick yang memperhatikannya. Saat Justin mendekat, Celia langsung menarik lengan laki-laki itu dimintanya untuk mendekat. "Justin... Temanmu itu kenspa melihat aku aneh, aku takut," ujar Celia jujur. Just
"Thanks udah jagain Celia, sorry juga kalau adikku merepotkanmu," ucap Miko pada Justin. Justin hanya tersenyum kecil dan menggeleng-gelengkan kepalanya saja. "Santai aja, Celia gadis yang patuh denganku," balas Justin. Mendengar kata patuh yang Justin katakan membuat Miko merasa hal aneh dan sedikit khawatir kalau Justin menyukai Celia. Bukannya tidak boleh, tapi Miko sangat takut kalau adiknya akan terjerumus dalam pergaulan laki-laki di depannya ini. "Sudah ayo pulang, Mami dan Papi sudah menunggu kita di rumah," ajak Miko pada Celia. "Tunggu sebentar Kak, aku harus pamit ke Justin dulu," ucap Celia memegangi lengan dengan sang Kakak. Celia menatap Justin dengan tatapan yang sangat hangat sebelum akhirnya gadis itu menunduk dan tersenyum kembali menatapnya. Sedangkan Justin hanya menyunggingkan senyum dan ia cukup paham bagaimana cara seorang Celia menunjukkan sikap polosnya. "Justin, aku pulang dulu ya aku mah terima kasih sudah menjaga aku. Emm... Kalau kau merasa bosan
Setelah beberapa hari yang lalu Celia bertengkar dengan Kakaknya, Celia menjadi sangat tertutup. Bahkan dia tidak mau bicara dengan Miko sedikitpun. Miko mencemaskan akan diamnya sang adik yang tidak biasa. Dia terus kepikiran tentang Celia setiap kali. "Pagi Mi, Pi," sapa Miko pada Mama dan Papanya saat ia baru saja menuruni anak tangga menuju ruang makan. "Hem, pagi juga Sayang. Adik mana?" tanya Frisca pada si sulung. Miko langsung menoleh ke arah sampingnya di mana meja nampak kosong dan ternyata Celia belum juga ke sana. "Loh, aku pikir Celi sudah duluan," jawab Miko menghela napasnya pelan. "Belum. Sudah beberapa hari ini dia sepertinya tidak mood pada apapun, kenapa ya?" Frisca menatap suami dan anaknya dengan tatapan bingung. "Mungkin ada masalah sendiri, maklum anak gadis," sahut Daniel. "Tapi Sayang, aku merasa tidak biasanya dia seperti ini. Makanya aneh saja kalau Celia tiba-tiba murung." Miko menyadari satu hal yang benar-benar membuat Celia berubah bukan hanya p
Dia minggu berlalu dengan cepat. Celia menjalani harinya seperti biasa dan gadis itu kini sedikit menjaga jarak dengan sang Kakak, lebih tepatnya saat mereka bertengkar beberapa waktu yang lalu. Hari ini di rumah Celia kedatangan tamu penting, Miko akan bertunangan dalam waktu dekat ini. Kakak laki-laki Celia itu mudah sekali mendapatkan seorang pasangan. Calon istrinya pun sangat cantik, tapi secantik apapun dia Celia yang marah pada Miko, ia ikut malas pula pada Kakak iparnya. "Celia, tidak mau kenalan sama Kak Arzela?" tanya Frisca saat melihat putrinya berjalan menuruni anak tangga. Celia diam, di sana Miko menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan."Tapi Mi, Celi buru-buru dan-""Sapa sebentar, apa susahnya sih, Cel!" Miko menatap sinis pada sang adik. Celia merotasikan kedua matanya, ia langsung mendekati calon Kakak iparnya dan gadis itu langsung mengulurkan tangannya dengan sopan. Arzela pun hanya tersenyum manis. "Celia cantik sekali," ucap Arzela. "Iya Kak, kayak