Share

BAB 5 Ikan Gemuk

Li Mei dan Bai Changyi berdiri di tepi sungai. Airnya sangat jernih dan tidak begitu dalam. Selain itu, Li Mei dapat melihat ikan yang gemuk yang sesekali berenang tidak jauh dari lokasi mereka berdiri. Ada banyak batu-batu dengan berbagai ukuran tersebar di sana.

"Baiklah! Mari kita menangkap ikan!" kata Li Mei seraya menggulung lengan bajunya dan menunjukkan tangannya yang putih mulus. Setelah itu dia mengikat baju bagian luarnya dan menggulung celana bagian dalam hanfunya.

Bai Changyi membeku di tempat saat melihat lengan dan betis Li Mei yang mulus. Ada desiran aneh yang tiba-tiba menjalar di seluruh tubuhnya. Meskipun Li Mei sudah setengah tahun menjadi istrinya, namun ini baru kedua kalinya dia melihat kulit mulus istrinya. Dulu dia melihatnya tanpa sengaja, itupun ada bercak-bercak darah yang berasal dari lukanya. Namun sekarang situasinya berbeda. Dengan cepat dia memalingkan wajahnya karena malu.

Gerakan Bai Changyi tidak luput dari pandangan Li Mei. Dia melihat ke arah Bai Changyi yang memunggunginya dengan telinga yang memerah.

Ah, ternyata suaminya merasa malu karena melihat penampilan Li Mei!

Dengan sengaja Li Mei berjalan mendekati Bai Changyi dan berdiri di hadapannya.

"Suamiku, apa kamu sudah siap?" tanya Li Mei dengan polosnya.

"Ah, ya, ya! Suーsudah siap!" jawab Bai Changyi terbata-bata. Dia kembali membuang wajahnya dan menghindari menatap Li Mei secara langsung.

"Kamu kenapa? Kenapa wajahmu dan telingamu memerah?" tanya Li Mei lagi. 

"Tidak mungkin kepanasan di musim dingin kan?"

"Aku tidak apa-apa," jawab Bai Changyi cepat. Saat ini, jantungnya sudah berdebar dengan sangat cepat.

"Apa jangan-jangan suamiku merasa malu karena melihat lengan dan betisku ini?" tanya Li Mei seraya mengangkat betisnya agar terlihat oleh Bai Changyi.

"Apa yang kamu lakukan?" tanya Bai Changyi panik seraya memunggungi Li Mei dengan cepat. Jantungnya hampir saja melompat keluar barusan. Terdengar tawa puas yang renyah dari belakangnya. Sepertinya Li Mei memang sengaja menggodanya.

"Kalau begitu, ayo kita cari ikan sekarang," ajak Li Mei.

Tiba-tiba dia merasa tangannya digenggam erat, dia menoleh dan melihat Bai Changyi sedang menatapnya dengan tatapan serius kali ini.

"Jangan pernah menggoda ataupun menunjukkannya kepada orang lain selain aku. Bagaimanapun aku adalah orang yang pencemburu," ujar Bai Changyi.

Mereka berdua bertatapan dalam diam untuk beberapa saat, lalu senyuman manis merekah di bibir Li Mei.

"Tidak akan!" janji Li Mei seraya berjinjit dan menarik lengan Bai Changyi agar dia lebih menunduk.

Detik berikutnya, Bai Changyi dapat merasakan bibir lembut Li Mei mendarat di pipinya. Saat dia masih membeku di tempatnya, Li Mei sudah melarikan diri menuju ke sungai. Dia melompati batu-batu dan berjongkok menunggu ikan yang lewat, seolah-olah tidak ada yang terjadi.

Bai Changyi menyentuh pipinya, dia masih bisa merasakan hangatnya ciuman Li Mei di pipinya. Jantungnya berdetak lebih cepat, perasaan cinta semakin memenuhi hatinya. Dia hanya bisa terdiam menatap punggung istrinya

Mulai sekarang, bolehkan dia benar-benar berharap dan meminta lebih dari istrinya?

Tidak lama kemudian, dia menyusul Li Mei untuk bersama-sama menombak ikan. Saat hari hampir gelap, Bai Changyi mengikat enam ekor ikan gemuk dengan menggunakan tali yang dibuatnya dari tanaman merambat. Mereka pulang dengan senang seraya menenteng ikan hasil menombak mereka.

Li Mei berjalan pulang ke rumah seraya menggandeng lengan Bai Changyi sepanjang perjalanan. Apalagi yang bisa dia inginkan saat ini? 

"Istriku, apa aku benar-benar boleh berharap?" tanya Bai Changyi pelan.

"Tentu saja boleh," jawab Li Mei. 

Dia sama sekali belum pernah berpacaran di kehidupannya yang sebelumnya. Tapi dia merasakan perhatian dan kekhawatiran Bai Changyi yang sudah merawatnya saat sakit selama berhari-hari, suaminya ini benar-benar sangat tulus mencintainya. Dia benar-benar akan rugi kalau kehilangan laki-laki sebaik ini.

Masalah harta? Ah, dulu dia adalah seorang pebisnis yang sangat sukses. Dia bisa mengajari dan mengajak suaminya untuk sukses bersama. Dan besok mereka akan melakukan langkah pertama dalam perbaikan kehidupan mereka. Semoga saja para Dewa berpihak kepada mereka besok!

"Tapi kalau untuk masalah itu ... bisakah kita pelan-pelan dulu?" bisik Li Mei.

"Masalah itu?" Bai Changyi menatap Li Mei dengan raut wajah bingung.

Dia tidak mengerti dengan apa yang dimaksud oleh Li Mei. Namun, saat melihat Li Mei yang malu-malu dan salah tingkah, Bai Changyi akhirnya menyadari apa yang dimaksud oleh istrinya itu.

"Ah! Ehm! Ehm!" Bai Changyi berdehem untuk mengurangi rasa canggungannya.

"Aku tidak akan memaksamu … mari kita lakukan saat kamu siap," kata Bai Changyi.

"Terima kasih! Aku tahu kamu adalah suami terbaik!" kata Li Mei terlihat senang. 

Dia tidak ingin terburu-buru dalam hubungan mereka. Dia ingin lebih menikmati saat-saat kedekatan antara mereka berdua dengan normal.

Bai Changyi menatap Li Mei dan tersenyum lembut. Merasa semua hal yang diinginkannya di dunia, sudah terkabul saat ini.

Ah, hanya kurang satu. Memanjakan Li Mei seumur hidupnya.

Saat hari sudah mulai gelap, mereka akhirnya tiba di rumah mereka. Bai Changyi membantu Li Mei membersihkan keenam ekor ikan hasil tangkapan mereka. 

Setelah Bai Changyi menyalakan api, Li Mei lalu mengambil sisa lemak babi dan menggoreng empat ekor ikan gemuk hasil tangkapan mereka satu persatu lalu meminta Bai Changyi menggantung dua ekor ikan lainnya. Bagaimanapun cuaca sangat dingin saat ini, ikan tidak akan mudah busuk meskipun hanya digantung begitu saja di dapur. Hasilnya akan sama segarnya seperti dimasukkan ke dalam lemari es.

Dia lalu meminta Bai Changyi mengambil tiga buah lobak dari kebun mereka.

Setelah memotong lobak kecil-kecil dan memanjang seukuran korek api, dia lalu menatanya di atas ikan yang sudah di goreng. Li Mei segera menaburkan sedikit garam, bumbu-bumbu lainnya, dan mengukus keempat ekor ikan itu.

Untungnya di Dinasti Xing ini, peredaran garam tidak dikuasai oleh kerajaan. Jadi garam dijual dengan bebas meskipun harganya cukup tinggi, apalagi untuk orang-orang ekonomi bawah seperti mereka.

Namun, ketika melihat nafsu makan Li Mei yang buruk karena memakan makanan yang agak hambar, Bai Changyi berusaha dengan sangat keras untuk membelikan bumbu-bumbu dapur meskipun harganya sangatlah mahal. Dia harus lebih rajin berburu dari biasanya agar bisa membelikan Li Mei bumbu-bumbu itu, namun dia bahkan tidak pernah mendapatkan ucapan terima kasih dari istrinya saat itu.

Tidak lama kemudian, masakannya matang. Li Mei memasukkan tiga ekor ikan yang dibagi ke dalam dua wadah kayu.

"Tolong kamu antarkan dua wadah ini kepada Nenek Yu dan Paman Bai," kata Li Mei. Bai Changyi sedikit terkejut ketika mendengarnya.

"Yang isi satu ekor ini untuk Nenek Yu, dan yang isi dua ekor berukuran agak besar untuk keluarga Paman Bai," jelas Li Mei, dia mengabaikan raut wajah terkejut Bai Changyi.

"Cepatlah kembali, nasi dan lauk akan siap ketika kamu pulang," kata Li Mei lagi. 

"Maaf merepotkanmu."

"Tidak apa-apa, kamu tunggu sebentar." Bai Changyi melemparkan tatapan lembut kepada Li Mei sebelum berjalan keluar rumah.

Saat hidangan sudah siap di atas meja makan mereka yang reyot, Bai Changyi sudah kembali. Wajahnya terlihat berbinar-binar.

"Mereka sangat terkejut!" Hanya itu kata-kata yang keluar dari bibirnya. 

Namun Li Mei mengerti apa maksudnya. Siapa yang tidak terkejut ketika orang yang terkenal menyebalkan, tiba-tiba bersikap baik?

"Sudahlah, ayo kita makan, kamu pasti lapar," ajak Li Mei seraya menyerahkan semangkuk nasi yang diterima Bai Changyi dengan senang hati. Bai Changyi duduk dengan gembira di sebelah Li Mei, dia lalu menyumpit ikan dan memasukkannya ke dalam mulutnya.

Dia menoleh dengan cepat ke arah Li Mei dan menatapnya dengan terkejut. 

"Enak! Enak sekali!" pujinya tulus. Matanya bahkan terlihat berbinar-binar. 

"Cobalah juga," Bai Changyi kembali menyumpit ikan dan meletakkannya ke dalam mangkuk Li Mei.

"Ayo kita habiskan," kata Li Mei seraya tersenyum. 

Dia juga mencoba ikan yang diberikan oleh Bai Changyi. Memang enak. Hanya saja, sayang sekali tidak ada cabai. Dia sudah mencari bubuk cabai dan menanyakannya kepada Bai Changyi, namun Bai Changyi tidak mengetahuinya sama sekali. Sepertinya, belum ada cabai di zaman ini.

Ah, dia akan memeriksanya di kota saat  memiliki kesempatan besok.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Hany Mahanik
Cerita yang unik...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status