“Saya akan mengantar Anda pulang.” Aditya bicara ke Amara yang membuang muka. Ia memindai baju wanita itu yang masih tampak menteskan air. “Apa Anda benar tidak mau ganti baju? Anda bisa terserang flu karena memakai pakaian basah.” “Apa pedulimu? Cukup diam! Lakukan saja apa yang Nic perintahkan. Tidak perlu mengajakku bicara!” Amara menjawab ketus tanpa menoleh Aditya. Di pikiran wanita itu saat ini hanya ada bayangan Nic dan Cloud yang tengah bersenang-senang memadu kasih di penginapan. Amara merenung. Ia tak menyangka Cloud akan menyelamatkannya bahkan membahayakan nyawanya sendiri karena hampir terseret ombak tadi. Amara tersenyum miring, mulai membanding-bandingkan dirinya dengan Cloud. Mungkinkah dia tak sebaik wanita itu sampai Nic jatuh hati? Amara menarik napas yang terdengar berat, lalu menghapus pipinya yang basah oleh air mata. Ia tak ingin Aditya nantinya melapor pada Nic atau malah menertawakan kesedihannya. Seperti apa yang dia minta, Aditya benar-benar diam sepan
Sesaat setelah sampai di rumah Amara, Aditya tanpa bicara keluar dari mobil. Ia tak pamit atau mengucapkan salam ke wanita yang masih duduk tanpa menoleh padanya sepanjang perjalanan itu. Aditya berjalan pelan menjauh dari mobil Amara yang dia parkirkan di depan gerbang. Namun, Aditya seketika menghentikan langkah saat mendengar suara amukan dari seseorang. Ternyata Amara ditarik keluar dari mobil oleh Riswan. Wanita itu dipukul dan ditampar tapi hanya diam. Sedangkan seorang wanita yang Aditya yakini adalah mamanya tampak melerai dan meminta sang suami untuk tidak melakukan itu kepada putri mereka. “Apa kamu sudah gila? Pergi ke mana kamu sampai baru pulang jam segini?” Amara tak menjawab sampai Riswan hampir memukul lagi. Pria itu sudah mengangkat tangan tinggi-tinggi, tapi tiba-tiba sebuah tangan mencekalnya lebih dulu untuk menahan. Riswan terkesiap, begitu juga dengan Amara dan sang mama. Wanita itu tak percaya Aditya berani melakukan itu. “Pak, ini sudah malam. Tidak baik me
“Biar saya yang gendong mas Kala, Non.”“Nggak usah. Bapak tolong bawain tas saya sama punya Kala aja masuk. Terus bantu bukain pintu kamar.”Cloud menolak tawaran dari penjaga rumah yang hendak membantu. Kala terlihat tertidur dan kelelahan sehingga Cloud tidak tega untuk membangunkan dan meminta anak itu berjalan sendiri masuk.“Papa dan Mama sudah tidur ‘kan?” Tanya Cloud mencari tahu. Ia cemas jika sampai orangtuanya masih terjaga hanya untuk menunggunya pulang.Namun, belum juga penjaga rumah menjawab, Cloud dibuat kaget melihat sosok Skala dan Bianca yang duduk di ruang tamu. Keduanya seolah sengaja berada di sana untuk menunggu.“Belum tidur?”Cloud bingung haruskah tersenyum atau bersikap datar dan langsung berlalu. Tingkahnya tampak mencurigakan di mata Bianca, apalagi pertanyaan basa-basinya barusan.“Bagaimana bisa tidur kalau kamu dan Kala belum pulang?”Bianca menjawab lantas berdiri disusul oleh Skala. Pria paruh baya itu meraih Kala dari gendongan Cloud, menepuk-nepuk p
“Ada donk, Papa makan mi buatan pabrik Opa pakai nasi. Papa bilang mau makan mi terus karena enak.”Cloud melotot menoleh Kala yang duduk di sampingnya. Saat sarapan bersama tadi, Skala dan Bianca sama sekali tidak membahas soal kenapa dia dan anaknya pulang malam. Namun, karena terlalu penasaran Cloud bertanya ke Kala mungkinkah kakek neneknya bertanya apa yang mereka lakukan kemarin, dan jawaban anak itu adalah ‘iya’. Kala bahkan mengulangi pertanyaan Skala dan jawaban yang dia berikan ke sang opa.“Lalu apa opa dan mabibi bertanya hal lain?” Cloud bertanya lagi. Bukannya apa-apa, dia hanya tidak ingin pikiran orangtuanya ke mana-mana, apalagi memandang buruk sang suami.“Tidak, opa cuma bilang ‘o… begitu’ terus aku lari ke kamar mandi karena kebelet pipis.”Cloud mengangguk dan tersenyum kecil. Berpikir kalau orangtuanya ternyata tahu apa yang dia lakukan tapi memilih diam.Seperti biasa setelah mengantar Kala, Cloud langsung menuju gedung Niel Fashion. Ia agak memperlambat laju mo
"Pagi, Pak!"Nic datang bekerja hari itu dengan wajah segar, bahkan menyambut sapaan Rio dengan senyum ala model iklan pasta gigi. Seperti apa yang dia inginkan, hari itu Rio membuat jadwalnya sedikit longgar sehingga dia bisa pergi ke gym.Nic masuk disusul Rio yang langsung meletakkan berkas yang harus diperiksa dan disetujui olehnya. Rio menjelaskan berkas apa itu sedikit panjang. Namun, Nic ternyata tidak mendengarkannya dengan baik. Pria itu malah memandangi Rio dan membuat pacar Nina itu salah tingkah."Ada apa, Pak? Apa ada yang salah dengan penampilan saya hari ini?" Tanya Rio. Ia memindai bagian-bagian tubuhnya yang tampak oleh mata, tapi tidak menemukan sesuatu yang aneh."Kamu... ""Iya, Pak. Saya. Kenapa?""Tidak baik menginap di tempat seorang gadis, nikahi Nina jangan sampai kamu membuatnya menjadi mantan perawan tapi tidak menikahinya."Rio kaget bukan main. Kenapa Nic tiba-tiba memberinya nasihat semacam ini dan terdengar sangat perhatian, lalu dari mana Nic bisa tahu
"Apa maksudmu?" Arkan berpura-pura tidak mengerti dengan apa yang Cloud ucapkan. Ia bahkan menyusul Cloud masuk ke gedung Niel Fashion setelah wanita itu memasang muka kesal dan membanting pintu mobil saat menutupnya.Cloud merasa dirinya tidak asal tuduh. Ia jelas melihat Arkan memulas senyum seolah sengaja agar wartawan tadi bisa mengambil gambar mereka."Cloud!"Ibunda Kala itu akhirnya berhenti melangkahkan kaki karena panggilan Arkan. Ia memutar tumit dan memandang pria itu dengan malas."Kamu salah paham. Bagaimana mungkin aku sengaja?" Cloud mencoba menahan amarah. Dia memilih mengangguk mengiyakan saja ucapan Arkan yang mengelak prasangkanya. Cloud seketika malas, merasa Arkan benar-benar berubah, tidak seperti pria yang dulu dia kenal mau berteman dengan tulus."Kamu harus bekerja bukan? Aku juga ada banyak hal penting yang harus dikerjakan. Terima kasih untuk kopi dan bantuannya." Cloud bersikap dingin. Dia bahkan pergi meninggalkan Arkan terpaku di lobi.Arkan sendiri mer
Nina sedang duduk santai di apartemennya sambil membalas beberapa pesan yang masuk dari beberapa perusahaan dan rumah produksi — yang ingin bekerja sama dengan Kala.Setelah Cloud meminta bantuannya untuk memantau media. Gadis itu mulai bertanya ke beberapa temannya yang bekerja di stasiun TV, mungkinkah ada gosip tentang Ibunda Kala.Awalnya semua teman Nina menjawab tidak ada, hingga saat dia hendak mandi tiba-tiba ponselnya berkedip. Nina buru-buru mengecek dan panik saat temannya mengirim gambar tangkapan layar salah satu media sosial akun gosip."Benar-benar, admin akun ini memang harus diberi pelajaran," gerutu Nina.Ia yang awalnya hendak mandi pun mengurungkan niat, dengan hanya berbalut handuk Nina duduk di tepi ranjang. Tangannya tampak menuliskan pesan dan mengirimnya ke Cloud.[ Sudahlah, Kak! Tidak perlu terlalu berbaik hati dan tak enakkan pada orang. Laporkan saja akun gosip itu biar tau rasa ]Nina menyertakan juga foto yang dikirimkan temannya. Setelah melihat tanda b
Arkan yang tidak siap sampai jatuh tersungkur terkena pukulan Nic. Semua orang yang ada di sana terang saja kaget. Mereka hanya bisa tercenung, karena tidak tahu kenapa suami direktur mereka tiba-tiba datang dan memukul Arkan seperti ini.Belum juga rasa syok mereka hilang, dari arah luar sudah terdengar suara orang berlari. Tak lama pintu studio itu terbuka lebar. Mereka menoleh hampir bersamaan, melihat sosok Cloud yang masuk dan terlihat panik. Cloud membeku mendapati pemandangan di hadapannya saat ini. Ia tak peduli dengan kru dan staff yang sedang menatap penuh pertanyaan. Cloud buru-buru meninggalkan ruang kerja, setelah dikabari oleh Tasya bahwa Nic datang dan mencari keberadaan Arkan di kantornya."Apa kamu tahu pukulan itu untuk apa? Berhenti mendekati istriku dengan dalih menolongnya," ketus Nic. Arkan terkesiap, dia memegang sudut bibirnya yang terasa perih. Cloud sendiri mendekat dan langsung menahan lengan Nic. Pria itu masih menatap tajam sang sepupu meski tahu dirinya