Hilbram merasa gamang dan hambar sekali lagi dalam hidupnya. Seperti dia berada di suatu ruangan tertutup yang tidak tahu jalan keluarnya, padahal dia begitu ingin keluar dari tempat itu.Setelah memutuskan berendam di air hangat dan merenung di sana, Hilbram jadi ketiduran sesaat. Di tidurnya yang singkat itu dia terbangun karena mendengar suara seseorang memanggilnya.“Tuan?...”“Ya?” sahutnya berjingkat sembari membuka matanya dan melihat tidak ada orang di sekitarnya.Suara siapa itu?Apakah memorinya sudah perlahan mengingat sesuatu?Disisirnya setiap sudut kamar mandi yang luas itu. Mencari jejak-jejak bayangan yang mungkin saja terlintas di sana. Namun, hanya kesepian yang di dapatnya.Hilbram benar-benar tidak bisa menemukan sesuatu yang membuat hatinya terus bertanya-tanya tidak menentu. Otaknya melupakan banyak hal, namun hati dan perasaannya terus merongrong seolah dia kehilangan sesuatu dan harus segera mencarinya. Tidak ingin kedinginan di dalam bathtub, akhirnya Hil
Begitu mobil Rahman sudah keluar dari halaman rumah untuk selanjutnya menuju bandara menerbangkannya ke Qatar, Hilbram pun menghampiri mobilnya dan bersiap hendak ke suatu tempat.Seperti biasa pengawalnya menawarkan untuk menyupirinya.“Tidak perlu, aku hanya ingin sendiri,” ucapnya bergegas memasuki mobilnya.Dari kaca spion dia tahu ada mobil pengawalnya yang mengikuti. Hilbram membiarkannya saja. Dari pada malah nanti harus banyak berspekulasi. Lagipula mereka hanya akan mengawasinya dari jauh.Hilbram berencana mengunjungi Rumah Sakit Ibu dan Anak seperti yang disampaikan Sebastian kemarin. Dia tidak tahu tujuan pastinya ke tempat itu. Hanya ingin memenuhi keinginan hatinya saja untuk menemui wanita yang bernama Ayesha itu.Kalaupun tidak bisa menemuinya dan bertanya sesuatu, mungkin sekedar melihatnya saja dari jauh. Lalu memikirkan apakah dia merasa mengenalnya?Saat langkah kakinya mulai menapak di kor
“Subhanallah, Sha! Anakmu tampan sekali!” Hanin menimang bayi mungil itu sambil mengagumi keelokannya. Membuatnya gemas ingin menciuminya terus.Ayesha hanya tersenyum. Pias lelahnya masih terpancar di wajahnya. Namun setelah melihat putranya yang lucu itu, hatinya terhibur. Lelahnya tiba-tiba tidak terasa, juga rasa sedihnya menguap saja entah kemana. Mudah-mudahan dia tidak lagi mengingat hal—hal yang membuatnya sakit hati dan menderita.Saat ini dia merasa harus tetap baik-baik saja untuk sang putra. Malaikat kecilnya. Dia tidak akan memperdulikan apapun lagi. Jiwanya serasa harus kembali terlahir namun dengan tujuan yang berbeda. Yakni semata untuk membesarkan anaknya.“Kemarikan, Nin. Dia harus nenen!” Ayesha mengulurkan tangannya meminta sang bayi dikembalikan padanya. Sejak tadi Hanin yang selalu menimangnya. Seolah keduanya berebut mainan untuk digendong.Hanin tertawa lalu memberik
“Sepertinya nomor Anda diblokir, Bos!” ujar Miko, pria yang baru saja menjadi intel dadakannya itu.Hilbram sengaja menemui Sebastian temannya itu untuk misi ini. Karena merasa semua pegawainya sudah atas kendali Rahman, dia sengaja merekrut beberapa orang baru tanpa sepengetahun Rahman. Salah satunya, Miko.Dia punya alasan tersendiri, namun masih ragu untuk menyatakannya dalam sikap. Karenanya, bertindak diam-diam adalah pilihan yang menurutnya bijak. Jadi, bilapun nanti apa yang dipikirkannya tidak benar, Hilbram tidak akan merasa tidak enak pada asistennya itu. “Begitukah?” Hilbram mengernyitkan dahinya. Untuk apa nomornya sampai di blokir?“Benar, Bos. Saya masih bisa, kok, menghubungi nomor tersebut.” Miko menyimpulkan setelah mencoba menghubungi nomor kontak Hanin namun segera memutuskannya. kalau nomor itu sudah tidak aktif, Miko tentu tidak bisa menghubunginya. “Mengapa nomorku sampai ada yang memblokir?”Banyak orang yang merasa bangga bisa memiliki nomor kontak Hilbram
“Ayesha?”Hilbram mengulang nama itu dengan helaan napasnya setelah pelayannya menyebutkan nama yang sama. Membuatnya semakin yakin bahwa wanita itu memang ada kaitannya dengan hidupnya.Sudah beberapa kali ini dia mendengar nama yang sama dari orang yang berbeda.Dan, pelayannya itu dengan jelas mengatakan bahwa Ayesha adalah istrinya.Dia—menjadi bingung dan tampak berusaha mengingat apa yang disampaikan pelayan itu.Ayesha adalah istrinya?Jadi, sebelum ini dia sudah menikah namun Rahman dan yang lainnya menyembunyikan kenyataan ini?Ada apa dengan semua ini? Hilbram harus mencari tahunya.“Apa yang kau ketahui tentang Ayesha?”“Nyonya seorang guru di Yayasan Al Faruq, Tuan. Selebihnya saya tidak banyak tahu.”Hilbram menduga, bisa jadi mereka bertemu di sana. Yayasan itu milik keluarganya ‘kan?“Tuan, Pak Rahman akan memecat saya karena keceplosan mengenai hal ini. Tolong saya minta pengertian dari Anda untuk bisa melindungi saya!” mungkin terkesan terlalu sok dekat dengan meminta
Cukup lama Hilbram mematung di dalam mobilnya memandangi rumah yang ada di hadapannya itu. di dalam sana, ada seorang wanita yang secara hukum masih ada ikatan pernikahan dengannya. Tapi, ini sudah malam. Dia masih punya etika untuk tidak memutuskan bertamu di waktu istirahat.Ketika Dia membuka pintu mobilnya dan hendak keluar melihat suasana, suara bayi yang menangis terdengar di telinganya. Mengingatkan dia bahwa wanita yang ditemui Sebastian di mall waktu itu juga bernama Ayesha, dan dia sedang akan melahirkan.Bisa disimpulkan, besar kemungkinan itu adalah wanita yang sama.Suara bayi itu tiba-tiba menghilang. Hilbram memikirkan sesuatu, jika Ayesha adalah istrinya, maka bayi itu adalah bayinya?Artinya, dia sudah punya anak saat ini.Hilbram sebenarnya tidak bisa menjelaskan dengan pasti bagaimana perasaannya mengetahui hal itu. Dia bahkan tidak ingat apapun tentang hubungan ini.Namun, Jika dia sudah memastika bahwa wanita
Hilbram tampak keluar dari kamarnya dengan penampilan kasual. Taher melihat sang tuan dan menghampirinya.“Apa Anda perlu ke suatu tempat?” tukasnya barangkali Hilbram memerlukannya supir. Bukankah tuannya memintanya datang karena suatu urusan? Tapi hingga saat ini, Taher belum mendapat perintah apapun.“Aku hanya ingin sarapan di luar, Taher. Sudah ada janji dengan temanku.” Hilbram membenarkan jam tangannya. Dia tahu sudah pernah meminta Taher menyelidiki Ayesha. Tapi, pria ini terkesan mengulur sesuatu. Jadinya, karena tidak sabar Hilbram meminta Miko yang melakukannya.“Baiklah saya akan menunggu Anda untuk menerima perintah.” Taher sekaligus mengingatkan Hilbram tentang tugas yang harus dilakukannya.“Oh, aku hampir lupa untuk itu. Kau terlalu sibuk dengan perintah Rahman hingga aku sudah lupa tugas apa yang akan aku perintahkan padamu!” ujar Hilbram tersenyum pada Taher dan bergegas masuk ke dala
Hilbram membaca lembar surat perjanjian itu dan menelitinya. Itu memang tanda tangannya. Dan di samping tempatnya membubuhkan tanda tangan, ada nama Ayesha lengkap dengan tanda tangannya pula.“Anda jatuh cinta padanya. Lalu mengetahui kenyataan bahwa wanita tersebut juga bekerja di sebuah rumah bordil. Anda membelinya.”Hilbram mengernyitkan dahinya mendengar penuturan Rahman. Jadi, dia menikahi wanita dari rumah bordil? “Aku tidak melihat dia wanita yang seperti itu?” Hatinya yang penuh keraguan masih mencoba tidak percaya.Ayesha berhijab. Dari foto-fotonya juga terlihat bahwa dia wanita baik-baik. Bagaimana bisa ada di rumah bordil?“Saya kira masalah ekonomi, Tuan. Dia juga baru beberapa hari di tempat itu.”Rahman tidak jujur karena seharusnya dia tahu bahwa Ayesha dijual pamannya untuk menebus utang. Meskipun pada akhirnya maksud dari ucapan Rahman sama, tapi akan berbeda ji