“Jangan menyesal jika kau kalah!” Anais berkata tedas seiring dengan sorot matanya yang kian tajam.Dirinya yang telah mengganti pakaian dengan baju khusus berkuda dari petugas arena tersebut, tersenyum miring ke arah sang suami yang kini mengelus kuda di sebelahnya. Pria itu hanya bungkam, tapi raut wajahnya yang dingin seakan mengejek Anais yang tampak percaya diri.Sang wanita meraih helm sembari berkata, “kau yang menantangku dan mengatakan sendiri bahwa pemenang bisa meminta apapun. Jadi, bersiaplah mengabulkan permintaanku!”Alih-alih langsung membalas ucapan sang istri, Jade hanya mengedutkan alisnya. Dia perlahan mendekati Anais dan tiba-tiba merengkuh helm wanitanya. Seketika, Anais pun tersentak, dirinya hendak menghindar, tetapi rupanya Jade malah membenarkan posisi helmnya yang miring. Bahkan suaminya itu juga memasang kaitannya agar aman.“Pakailah dengan benar. Setidaknya jika nanti kau kalah, kau tidak terlihat menyedihkan, istriku,” tuturnya dengan alis terangkat sebel
Tanpa Anais tahu, rupanya Jade dan Hans sudah sejak lama membuat kesepakatan untuk menghancurkan Dante’s Gallery yang dilindunginya mati-matian. Pimpinan Hera Group itu sangat menginginkan tanah yang ditempati Dante’s Gallery untuk pembangunan hotel Herakles yang baru, tapi sayangnya tidak mudah mendapatkannya meski dia bekerja sama dengan DV Group sampai menjadi besan Tigris, sebab tanah dan property galeri itu secara sah milik Anais.“Aku memberimu kesempatan kembali ke Herakles dan bahkan membuka peluang bersaing dengan Denver bukan untuk mewadahimu bercinta dengan putri sulung Tuan Tigris! Lakukan tugasmu dengan benar, sebelum aku berubah pikiran.” Hans mendengus pelan, tapi setiap katanya mengandung gertakan tedas.“Masalah bercinta atau bukan, itu urusan saya, Kakek. Bukankah tidak sopan jika Anda mengawasi saya bahkan sampai pada hal pribadi?” sahut Jade yang membuat Hans menyeringai samar. “Lalu, apakah Anda yakin akan berubah pikiran? Anda menyerahkan tugas ini pada saya, jad
“Aku tahu, pasti hanya kau yang mengingat hari ini,” tutur Anais begitu melihat sosok pria dengan pakaian gelap keluar dari apartementnya.Sang lawan bincang seketika berhenti dengan wajah kaku, dia terkejut mendapati Anais sudah rapi di depan tempat tinggalnya di jam sepagi ini.“Mengapa kau ada di sini, Anais?” tukas Eldhan bertanya.Maniknya hanya menilik wanita itu sekilas, dan langsung beralih ke samping karena tak ingin memaku tatapan pada Anais.“Mengapa kau bertanya? Bukankah tujuan kita sama?” Anais menyahut seiring dengan sorot matanya yang memindai pakaian Eldhan. “Ke mana lagi kau akan pergi dengan baju seperti ini, jika bukan untuk menemui orang tuaku?”Ya, hari ini adalah tepat 17 tahun mendiang ayah dan ibu kandung Anais meninggal dunia. Setiap tahun wanita itu selalu mengunjungi makam kedua orang tuanya
“Apa yang baru saja kau katakan, Jade?!” Anais berkata tegas untuk menuntut penjelasan.Dia mendelik tajam menatap wajah Jade yang terpampang penuh ejekan pada lawan bincangnya, dan kala manik Anais beralih ke arah Eldhan, dia bisa melihat temannya itu menegang.“Eldhan, apa maksud kata-kata Jade tadi?” tukas Anais beralih menyelidikinya.Akan tetapi, sang pemilk nama seperti kehilangan suara hingga hanya diam membisu. Rahangnya mengencang seperti tengah menahan amarah terpendam. Memang, pria itu telah menutupi perasaannya rapat-rapat, tapi sialnya orang-orang menyebalkan di sekitarnya mengetahui hal tersebut.Bahkan kala itu dia rela merendah di hadapan Aretha demi menyembunyikan rasa cintanya pada Anais, tetapi kini Jade malah membongkarnya tanpa ragu.Dengan menarik napas dalam, dia pun berupaya menerangkan, “Anais, aku bisa menjelaskannya.”“Bualan apa lagi yang ingin kau katakan?” Jade menyambar sengit, dan lantas menggulir irisnya pada Anais. “Kau dengar sendiri, bukan? Dia bahk
Denver yang mendapat titah dari sang ibu untuk merebut Anais kembali, tampak gusar sepanjang hari. Bahkan ketika menghadiri rapat yang membahas proyek pengembangan resort Hera Group di pesisir San Pedro, dirinya malah terlihat ling-lung.‘Apakah mungkin aku bisa mendapat tanah galeri itu tanpa harus memiliki Anais?’ batinnya sembari mengetuk ujung pena ke meja. ‘Namun, jika aku memilih jalan lain, bisa saja anjing liar itu berhasil lebih dulu. Memang berengsek!’Denver menyeringai kala memikirkan kemungkinan buruk itu. “Sialan! Aku benar-benar kesal!”Di tengah kejengkelannya, mendadak ponsel pria itu bergetar. Nama sang istri pun muncul di sana, tapi Denver agaknya enggan untuk mengangkat panggilan tersebut.‘Apa kata-kata Ibu benar, bahwa pilihanku menikahi Aretha adalah salah? Dia memang memiliki level tinggi di dunia entertain, tapi jika dipikir-pikir, Aretha memang sedikit merepotkan,’ gemingnya yang lantas memijat kening.Sampai malam cukup larut, pria itu baru kembali pulang ke
“Jadi kau menantangku?” Jade berkata dengan tatapan berangsur tajam.Ekspresi Anais terpampang tegas dan lekas menyahut, “lebih baik kau katakan sekarang jika tidak mampu melakukannya. Dengan begitu kau tidak akan tampak menyedihkan!”“Bagaimana jika aku bisa melakukannya? Bukankah kau harus memberiku imbalan?” Balasan Jade langsung membuat Anais mengernyit. Manik pria itu pun berubah gelap sembari melanjutkan. “Hapuslah poin kontrakmu nomor 7, maka aku akan lakukan apapun untuk mengabulkan permintaanmu. Bahkan apabila aku gagal, kau berhak menghukumku!”Seketika, sensasi tegang merayapi leher Anais. Poin kontrak yang amat penting untuk membatasi dirinya dan Jade agar tidak saling menyentuh atau tidur bersama, bagaimana bisa dihilangkan?! Rasanya Anais seperti memegang minyak tanah di tangan kiri, juga korek api di tangan kanannya. Dia mendapat kesempatan, tapi risiko tak terduga bisa saja menyerangnya.“Aku tahu kau menginginkan hak warismu itu kembali, tetapi kau tidak ada kekuatan
“Aku sedang memikirkanmu, dan tiba-tiba kita bertemu di sini. Benarkah ini sebuah kebetulan?”Kening Anais langsung mengernyit mendengar ucapan pria di hadapannya. “Enyah dan anggaplah Anda tidak melihat saya, Tuan Denver!”Ya, mantan tunangannya yang sedang menemui klien di restoran tersebut, tak ayal langsung menghentikan Anais saat mereka berpapasan.Pria itu mengangkat kedua alisnya seraya menyahut, “mengapa aku harus pura-pura tidak melihatmu, padahal kita saling kenal, Anais?”Sungguh, sang wanita nyaris tak percaya dengan pendengarannya sendiri. Bisa-bisanya mantan tunangan yang telah membuangnya, mengucapkan kata-kata seperti itu?“Apa Anda baru saja membenturkan kepala ke dinding, atau Anda sedang mabuk?! Jangan berlagak kita dekat, karena itu benar-benar membuat saya merinding!” sambar Anais dengan tedasnya.
“Hei, tutup mulutmu atau Aretha akan merobeknya!” Aretha La Devante menyentak seiring dengan wajahnya yang berubah tegang. Dia tak menyangka bahwa sang rekan berani bicara buruk tentangnya. “Mengapa? Apa kau terkejut karena aku mengetahuinya?!” Perempuan di hadapannya membalas sengit. “Asal kau tahu, Aretha. Kami semua sudah hafal dengan kebusukanmu dan sangat muak menahan segalanya. Jangan kau pikir hanya dengan menjadi kesayangan agensi, kami akan tunduk padamu! Jika kau menjual tubuh hanya untuk mendapat sponsor, maka artinya kau lebih rendah dari seorang pelacur!” Tanpa basa-basi, Aretha hendak melayangkan tamparan pada rekannya tersebut. Namun, dengan cepat perempuan itu malah menahan lengannya. Dengan kedongkolan menggunung, Aretha pun menyambar, “dasar, jalang! Apa kau tidak tahu siapa Aretha sebenarnya, hah?! Suami Aretha—” “Memangnya kau siapa tanpa suami yang kau banggakan itu?!” Rekan Aretha tadi lekas memotong. “Bahkan jika tanpa kuasa suami atau keluargamu, kau akan t