‘Bahkan saat terdesak, wanita ini masih tak menjatuhkan egonya!’ Jade bergeming dalam batin.Netranya saling beradu dengan manik hazel Anais yang kini terpampang membara. Ya, meski hancur pun, Anais bukan tipe orang yang akan memohon untuk diselamatkan. “Jika Anda membutuhkan wanita untuk memuaskan nafsu Anda, silakan cari orang lain! Mengapa harus saya?!” dengusnya penuh gertakan.“Karena … ini adalah Anda. Saya menginginkan Anda, Nona!” Sang pria langsung menyambar dengan tegas.Dan ucapan itu, seketika membuat Anais tertegun. Rahangnya mengeras, giginya menggertak seolah ingin mengunyah Jade hidup-hidup.Dia yang sudah ingin menusuk pria itu dengan garpunya pun memberang, “Anda benar-benar gila!” Namun, reaksi Anais malah memacu api dalam dada sang pria bergelora. Jade mengukir seringai sinis seakan mengejek dirinya.“Anda harus tahu, saat ini wajah Anda tampak sangat merah, Nona,” tukas Jade masih memaku tatapan.Hal itu pun langsung membuat sensasi panas naik ke pipi Anais. “M
Alih-alih masuk melalui pintu yang dibuka oleh Carlein, Anais justru beranjak ke bagian depan dan mendaratkan diri di bangku samping kemudi.‘Me-mengapa dia memilih duduk di depan?’ batin Carlein tak habis pikir.Dirinya sudah menyiapkan jalan agar Anais bisa bersanding dengan Jade, tapi agaknya sang wanita malah tak menginginkannya.“Ehem!”Sementara itu, Jade yang masih santai di dalam, langsung berdehem kala mendapati Anais yang bertingkah angkuh.“Saya mengatakan ini untuk meluruskan. Bukannya saya tidak ingin duduk di sebelah Anda, tapi saya hanya memberi kebebasan supaya Anda bisa bersantai dengan nyaman.” Putri angkat Tigris Devante itu lebih dulu membuka suara.Mendengarnya, Jade pun mengangkat kedua alis. “Ah … ternyata begitu. Harusnya Anda bicara saat Carlein sudah masuk ke mobil. Dia pasti salah paham.”Pria itu sungguh kasihan pada sang asisten yang pastinya terkejut dengan tingkah wanitanya.Begitu Carlein masuk, suasana menjadi amat hening. Bahkan terasa kian dingin kal
“Gaun?” Anais bergeming usai membuka kotak bernuansa emas yang diberikan Aretha tadi.Sebuah dress hitam dengan model v neck berlengan buntung, mungkin akan tampak elegan saat dipakainya. Namun, pikiran wanita itu tak pernah tenang jika menyangkut sang adik. Meski dunia runtuh sekalipun, Aretha tidak mungkin berbaik hati tanpa niat tersembunyi, hingga Anais tak bisa menerima hadiah itu begitu saja.“Mengapa dia memberiku gaun ini? Bahkan untuk dipakai ke pertunangannya?” ungkap wanita itu bertanya-tanya.Anais menatap lekat pakaian dengan merk ternama tersebut, tapi segera memasukannya kembali ke kotak dan melemparnya ke ranjang.‘Jangan pikir aku terlalu bodoh, Aretha. Mau menggunakan taktik apapun, kau tidak akan bisa membuatku jatuh ke dalam perangkapmu!’ decaknya bertekad dalam batin.Rahang wanita itu terlihat mengeras, dirinya pun beralih ke kamar mandi seraya menyugar belahan rambutnya dengan penuh geram. Berbagai emosi yang membludak mendorong Anais untuk melepas penat. Dia y
‘Dia?’ Anais mengerjap dengan netra bulatnya.Mau seberapa lama dia menilik pria yang baru saja turun dari mobilnya, sosok itu tetap saja membuatnya tercengang.“Wah … aku tidak salah lihat ‘kan? Sial, aku kira dia orang lain!” tukas Anais masih memaku pandangan.Eldhan, yang malam ini datang memakai setelan jas biru tuanya, tampak lebih bersinar dari biasanya. Auranya berubah teduh, sungguh serasi dengan garis wajahnya yang juga rupawan.“Apa kau sudah lama menungguku?” tutur sang pria kala berhenti di hadapan Anais.Wanita yang memegangi dompet mungilnya itu memindai teman prianya dari atas sampai bawah. Tingkahnya itu seketika memacu rasa segan bagi Eldhan, hingga pria tersebut berdehem agak keras. “Ehem! Apa yang kau lihat?” sungutnya seraya merapikan pangkal dasi yang terasa mencekik lehernya.Anais tampak menahan senyum, sampai-sampai membuat area tulang pipinya menegang.“Cih!”Alih-alih langsung menjawab, wanita itu mendesis kecut sembari membuang pandangan.“Apa aku seburuk
“Kita lihat saja, bisakah Anda mendapatkan apa yang Anda inginkan itu!” tukas Anais melirik sengit ke arah Jade yang berada tepat di dekatnya.Dengan gerakan halusnya, wanita itu pun meraih salah satu gelas wine dari tangan Jade. Begitu dia mengambil langkah mundur, bibirnya lantas berbisik, “terima kasih untuk minumannya, Tuan!”Kakinya hendak melenggang, tapi seketika lengannya ditahan oleh Jade yang entah mengapa menjadi terprovokasi. Tanpa sadar, dia malah mencengram tangan atas Anais, hingga wanita itu mengernyit menahan sakit. ‘Berengsek! Apa yang dilakukan pria ini?!’ sungut Anais membatin.Namun, meski lengannya nyaris putuspun, dirinya tak sudi merintih apalagi memohon pada Jade. Dengan ego yang mendominasi tinggi, wanita itu pun memberang, “Singkirkan tangan Anda, sebelum Anda menyesalinya!”Sorot matanya terpampang tegas seolah ingin menusuk Jade hidup-hidup. Akan tetapi, pria yang dihadapinya bukanlah orang sembarangan. Semakin Anais melawan, maka hasrat Jade juga semak
“Apa yang terjadi di sana?”Pineti dan Tigris yang tengah berbincang bersama Leah juga Hans, tampak celingukan karena keributan di dekat ballroom.Nyonya Devante itu menyatukan alisnya saat perasaanya tak nyaman. Sebab dia teringat bahwa Aretha dan Denver baru saja pamit ingin berdansa di sana.“Sayang, sepertinya ada insiden di bawah,” tuturnya berbisik pada Tigris.Sang suami pun menggulir irisnya ke arah yang ditunjukan Pineti. Dan benar saja, dari sudut pandangnya, setiap pasang mata tengah memaku tatapan pada seseorang yang terjatuh di lantai.“Ada keributan apa itu?!”Dari samping, Hans pun tak kalah penasaran. Lelaki tua itu mengerutkan dahinya seolah tak senang ada sesuatu merusak acara cucunya.“Tunggulah di sini, Ayah. Aku akan meminta pengawal memeriksanya,” sahut Leah dari sebelahnya.Namun, agaknya pimpinan Hera Group itu sudah lebih dulu tersengat amarah.“Untuk apa menunggu?! Aku harus melihatnya sendiri!” sambarnya tedas.Sosok keras yang tak mudah ditentang tersebut t
‘A-apa yang baru saja dia katakan?’ batin Anais dengan mata selebar piring.Dirinya yang berada di naungan Jade, kini merasakan sensasi kabut panas naik ke hatinya. Tak nyaman, tapi entah mengapa juga mendebarkan.“Siapa kau berani bicara kasar padaku?!” Pineti menggeram tegas.Dia yang menjadi bahan tontonan itu tak ingin tersudut. Tangannya berupaya untuk lepas, tapi agaknya Jade masih belum puas sampai kening nyonya Devante tersebut mengernyit menahan sakit.“Anda tidak perlu tahu siapa saya!” Pria itu pun menghempaskan lengan Pineti hingga wanita setengah baya itu nyaris tersungkur.Jade memicing keji seakan memberikan peringatan terakhir, bahwa ancamannya bukan sekedar kata-kata belaka.Dan tanpa menguarkan apapun, sang pria melingkarkan lengan kekarnya ke bahu Anais, lantas membimbingnya keluar dari kerumunan orang-orang biadab tersebut.‘Hah … sial! Dari mana Anais mengenal pria berengsek itu?!’ batin Pineti masih terbakar kesumat.Dirinya bahkan tidak mengingat tampang Jade yan
‘Sial! Situasi macam apa ini?’ Anais mengumpat dalam hatinya.Pergi dari panggung drama yang diciptakan Aretha, agaknya tak membuat keadaan langsung tenang. Berada di antara dua pria yang saling menahan tangannya, sungguh memalukan baginya.‘Orang-orang sedang melihat kita, tapi mengapa mereka tidak ada yang mengalah?!’ Wanita itu melanjutkan gemingnya dengan kesal.“Kau tidak perlu sungkan untuk menolak pria itu, Anais.”Tiba-tiba saja suara Eldhan memecah hening. Sorot matanya tergambar jelas bahwa dirinya meminta sang wanita untuk mempercayainya. Dia pun yakin bahwa Anais yang sudah mengenalnya sejak kecil tidak akan ragu memilihnya.Alih-alih membalas, wanita tersebut hanya meliriknya dengan wajah penuh pertimbangan. Ekspresi itu juga berlaku kala irisnya beringsut ke arah Jade.‘Aku sangat malas jika harus bersama pria aneh itu lebih lama, tapi kalau aku pulang bersama Eldhan, tidak ada jaminan Jade memenuhi janjinya untuk memberikan rekaman CCTV hotel.’ Anais bingung dalam benak