Malati syok belum bisa mencerna apa yang baru saja terjadi.Tak hanya itu, kembali Ana menamparnya untuk ke dua kalinya.Barulah Malati menyadari sesuatu.“Mbak!! Apa yang kau lakukan?” imbuh Malati dengan meringis pelan memegangi pipinya yang terasa sangat kebas. Bekas tamparannya langsung membekas di pipinya.Tanpa tedeng aling-aling, Ana mencengkeram dagu gadis itu dan menatapnya dengan tatapan menghunus. Perbedaan tubuh Malati dan Ana yang berbeda membuat Malati tak berdaya. Postur tubuh Ana mencapai 170 cm.“Katakan! Berapa Aldino membayarmu?” tanya Ana dengan wajah penuh emosi.Mendengar pertanyaan itu, jantung Malati berdegup kencang dengan segala pikiran rumit yang berkecamuk di kepalanya.‘Apakah Mbak Ana sudah mengetahui pernikahanku dengan Pak Aldino? Siapa yang membocorkannya? Tidak, jangan sampai itu terjadi, Pak Aldino akan marah besar padaku.’ Malati bermonolog dalam batinnya.“Jangan pura-pura bego, jalang kecil! Jilbab ini hanyalah sekedar topeng,” seru Ana dengan se
“Apa? Kau tak becus sama sekali! Kau hanya tinggal membuka password laptopnya! Atau kau membongkarnya, mengambil hardisknya? Mengambil laptop itu kalau perlu? Masa kau tak bisa? Kau tak melakukan apapun?” salak Ana pada salah satu orang suruhannya. Sepulang dari kafe, Ana langsung memanggil orang itu, untuk membicarakan soal keberhasilan tugasnya. Pria itu gemetar saat melihat majikannya. Tak pernah menyangka wanita cantik nan lembut di depannya bisa menjadi impulsif dan frontal. Ia sangat terkejut. Ana meminta seseorang untuk mengambil file video dirinya dengan Abhizar atau menghapusnya. Namun jauh panggang dari api, orang itu tak mampu mewujudkan keinginan Ana karena sistem keamanan di kantor Abhizar sangatlah baik. Jangankan membuka laptopnya, memasuki ruangannya saja tidak bisa. “Maaf, Nona Ana. Keamanan kantor Pak Abhi ketat. Soalnya sebelumnya pernah terjadi perampokan dan dilakukan oleh orang dalam yang bekerja sama dengan perampok tersebut. Oleh karena itu sistem keamananny
“Tidak ada yang menamparku, Pak. Aku alergi dingin jadi terkadang kulitku merah-merah dan gatal,” jawab Malati dengan tenang. “Bapak, makasih sudah menolongku.” Malati hanya mengucapkan terima kasih dengan wajah minim ekspresi. Namun Aldino tak lantas percaya pada perkataan gadis itu. Malati sering menyembunyikan sesuatu darinya. Tak ingin melihat Malati merasa terintimidasi, Aldino memberi waktu bagi gadis itu istirahat. Ia akan mencari tahunya sendiri. Sudah saatnya ia mencari tahu siapa sebenarnya istrinya itu. Namun sebelum itu, Aldino meminta ijin Malati untuk memijat kakinya yang kram. “Saya mau pijat kakimu boleh? Pelan-pelan untuk menghilangkan kram. Saya hanya mengompres dengan air hangat.” Malati mengangguk. Tak lama kemudian Aldino memijat kakinya yang kram hingga kondisi kaki Malati membaik. Aldino membiarkan istri kecilnya istirahat di kamar. Tak terasa malam beranjak, saat Malati duduk menikmati udara yang dingin di balkon, Aldino tiba-tiba teringat Ana. Perasaa
Percakapan dengan Ana, membuat Aldino diserbu kegamangan hati. Saat ia berencana ingin mengakhiri hubungannya dengan Ana, Ana justru mengetahui pernikahan rahasia yang Aldino lakukan dengan Malati.Gadis itu tidak menunjukan reaksi marah dan kecewa berlebihan padanya. Namun sebaliknya, Ana memperlihatkan keikhlasan dan ketulusan cintanya pada Aldino. Ia memaafkan kebohongan Aldino. Ia tunjukan pada Aldino sikapnya untuk selalu mensupport apapun yang Aldino lakukan selama itu demi kebaikan. Bukankah pernikahan itu juga karena terpaksa?Dilematis, kini Aldino tak bisa memutuskan hubungannya dengan Ana begitu saja. Ia merasa tak tega melihat sikapnya yang bijak. Namun sebuah dorongan besar terus mengetuk jiwanya. Ia tidak bisa mundur lagi. Ia sudah menentukan pilihannya.Aldino mengabaikan semua cerita Ana. Ia tidak peduli dengan apa yang Ana sampaikan padanya tentang Putri Melati. Baginya, mengakhiri hubungan cinta kasih yang sudah terjalin lama dengan Ana adalah keputusan masak yang s
“Apa kau menceritakan pernikahan kita pada Ana?” telisik Aldino. “Maaf, saya bertanya masalah ini lagi,” imbuh Aldino tak biasanya menggunakan kata diksi ‘maaf’ untuk menjaga perasaan istri kecilnya. Aldino tahu jika seseorang akan gelisah saat berbohong dan langsung menyangkal hebat.Malati menatap Aldino dengan wajah datarnya. Padahal dalam hatinya ia kecewa mendengar pertanyaan itu, seakan-akan ia meragukan dirinya.“Tidak, Pak. Tentu saja aku tidak akan mengingkari janjiku, Pak. Bukankah pernikahan kita itu tidak boleh bocor ke publik, terutama kekasih Bapak dan keluarganya.”Aldino merasa tidak ada keraguan dalam jawaban Malati. Kesimpulannya ia berkata jujur. Sementara itu Malati merasa gugup mendengar pertanyaan itu meskipun ia berhasil menampakkan wajah datar. Satu yang pasti ia yakini, ia tidak pernah menceritakan pernikahannya pada siapapun. Sekalipun Ana mengetahuinya itu karena informasi dari orang lain. Bukan urusannya.Seketika Malati teringat dengan perjanjian kontrakn
Sepulang bertemu dengan Malati, Ana menyambut kedatangan Ali dengan sukacita. Bahkan sebelum Ali tiba di bibir pintu rumah. Senyum mengembang di bibirnya. “Bagaimana Ali?” tanya Ana pada sang kakak.Ali mendesah melihat kelakuan Ana yang begitu manja. Ia merangkul lengan Ali dan menatapnya penuh harap. Ia tak sabar dengan hasil pertemuan antara Ali dan Malati.Pertemuan tersebut telah direncanakan sebelumnya oleh mereka. Ana mengadukan pada kakaknya bahwa Aldino telah menikahi Malati terpaksa demi warisan saat dirinya koma.Mendengar hal itu, tentu saja reaksi Ali terkejut. Pertama, ia terkejut karena Aldino dianggap telah mengkhianati adiknya. Ke dua, ia juga terkejut mengetahui wanita yang ditaksirnya telah dinikahi oleh pria itu. Pantas saja Ali pernah memergoki mereka berbincang berdua.“Ana, aku baru tiba. Coba kau minta Bibik bikinkan aku teh. Aku haus.”Ali dan Ana berjalan bersisian menuju rumah.Hanum yang berada di ruang tamu tersenyum melihat keharmonisan ke dua anak kembar
Sebelum Malati pulang ke rumahnya, ia tiba-tiba mengubah rencananya. Ia akan mengunjungi Mr Bon-sosok pria tua yang begitu dekat dengannya. Mungkin ada pekerjaan freelance sampingan untuknya.Pikirannya sudah berkecamuk. Ia harus mencari pekerjaan untuk membayar hutangnya pada Aldino. Begitulah pikiran Malati saat ini. Ketika pernikahan itu terbongkar ia pasti menjadi sosok yang disalahkan. Mungkin hal terburuk yang akan ia alami ialah Aldino meminta uangnya kembali. Itulah yang berada dalam pemikiran gadis itu.“Assalamu’alaikum!” sapa Malati di bibir pintu yang sedikit terbuka. Ia mengintip dengan memanjangkan lehernya, melihat sosok pria bertubuh tambun yang sedang asik telponan dengan seseorang.Saat tatapan pria itu tertuju pada sosok gadis berjilbab hitam polos dihiasi tuspin berwarna silver, pria itu segera melambaikan tangannya mempersilakan gadis itu masuk.Malati pun langsung menerobos masuk ke dalam ruangan itu dan duduk di salah satu sofa yang tersedia di sana. Tatapannya
“Bapak, tolong! Jangan permainkan perasaanku! Bapak menyentuhku lalu mengatakan aku istri Bapak. Aku istri di atas kertas, Pak,” Malati memberanikan diri mengatakan itu karena sudah merasa tidak tahan dengan tekanan yang diperolehnya. Suaranya bergetar seiring dengan rintik hujan yang turun berdenting menimpa genting. Pundaknya berguncang dengan isak yang tertahan. Pria itu berhasil membuatnya melambung tinggi, merasakan apa itu kebahagiaan. Namun sekejap ia menjatuhkan dirinya pada jurang ngarai sedalam-dalamnya, merasakan kesedihan. Gadis malang itu jatuh hati lalu langsung patah hati sekaligus. Ia merasa dirinya yang menderita akan perasaan itu. Nyatanya, Aldino pun merasakan hal yang serupa di mana ia sendiri terjebak dalam perasaan pada gadis itu. Naasnya, ia harus melepaskan hubungannya dengan Ana yang sudah terjalin lama. Namun setelah ia menimang-nimang Ana mungkin bisa menjadi kekasihnya akan tetapi ia tidak bisa menjadi istrinya mengingat sikap manja, impulsif dan kekana