Frank membaringkan tubuhnya di samping Viona. Kedua tangannya di jadikan bantal kepalanya. Dia menoleh pada Viona yang sedang membelakanginya. Penasaran wanita di sampingnya sudah tidur atau tidak, ia mengintip wajah Viona. "Kau sudah tidur?" tanya Frank. Di kasur yang sempit membuatnya tak leluasa untuk bergerak. "Aku tau kau belum tidur," ucap Frank. "Maafkan aku Viona, gara-gara aku terlambat kejadian itu."Viona mengepalkan kedua tangannya hingga sarung bantal itu lusuh. Air matanya mengalir kembali. "Aku tau kata maaf tidak bisa membuatnya berubah, tetapi aku sungguh meminta maaf pada mu." "Jaxon begitu menyukai mu. Aku tidak ingin membuatnya kecewa. Kau boleh membenci ku, tapi tidak untuk putra ku. Dari dulu daddy menyuruh ku kencan buta, tapi Jaxon tidak menerima beberapa wanita yang aku perkenalkan padanya.""Viona, ada sesuatu yang ingin aku bicarakan dengan mu. Sesuatu yang penting, bisakah kita memulainya. Maksudnya kita berteman dulu hingga kau memahami ku dan aku mema
Frank menghentikan mobilnya tepat di depan sekolah Jaxon. Pria itu sedang memperhatikan Viona dari dalam mobil. Dia melihat Viona begitu perhatian pada Jaxon. "Apa yang kau bicarakan dengan Jaxon?" tanya Frank. Dia melihat Jaxon tertawa lebar dan Viona mencubit ujung hidungnya.Viona memasang sabuk pengamannya itu. "Jaxon meminta kita liburan."Jaxon yang tak pernah meminta sesuatu padanya justru ia sendiri yang harus menawarkannya. "Apa semenjak awal kau menyukai Jaxon?"Viona menoleh pada Frank, kemudian menunduk dan memainkan jari-jarinya. "Frank bagi ku seperti tiba-tiba, aku hanya bisa menghargai Jaxon. Mungkin aku tidak bisa seperto ibu kandungnya yang menyayanginya.""Viona, taukah dirimu. Aku melihat mu lebih menyayangi Jaxon dari pada Beliana."Viona memandang ke arah luar. Dia menyudahi percakapannya dengan Frank. Sedangkan Frank fokus menyetir dan menghentikan mobilnya di gerbang kampus. Frank menatap Viona yang tanpa mengatakan apa pun. Dia kembali menjalankan mobilnya ke
Frank menghentikan mobilnya di salah satu restaurant terdekat setelah menjemput Jaxon. Viona membantu Jaxon turun dan menggenggam tangannya. "Ayo." Ajak Frank. Dia menggenggam tangan Jaxon dan tersenyum melihat ke arah Viona. Dia merasa aneh dengan hatinya, ada rasa senang di yang bergelanyut manja di lubuk hatinya. "Sayang kau ingin pesan apa?" tanya Viona."Aku pengen udang Mom," ucap Jaxon dia tersenyum senang mendapatkan perhatian Viona. "Vio kamu ingin pesan apa?" tanya Frank.Viona tersenyum getir, panggilan Vio mengingatkan Frank di masa lalunya. Frank selalu memanggilnya Vio. "Di samakan saja dengan mu," ucap Viona.Frank memesan beberapa makanan yang ia sukai. Sambil menunggu makanan datang Frank ingin mengajak Viona berbicara."Vio, bagaiamana kalau kita liburan akhir pekan ini?""Mengajak ku?" tanya Viona. Sebenarnya ia kurang berkeinginan untuk liburan. "Ada Beliana, ajaklah dia. Aku ..""Kalau Mommy tidak suka, kita tidak perlu liburan Mom," timpal Jaxon. Dia tidak ing
Viona mengernyitkan keningnya ketika melihat Beliana yang sedang mengantar kue dan menaruhnya di atas nakas. Sedangkan Frank malah duduk di ranjang dan menyandarkan punggungnya."Frank aku sudah membawakan kue untuk mu," ucap Beliana. Tadi Frank memintanya untuk membawakan kue yang di buatnya dan mengantarkan ke kamarnya. Ia begitu senang akhirnya Frank mau memakan kue yang di buatnya.Frank melirik Viona yang berada tak jauh darinya. Niatnya hanya ingin membuat Viona cemburu padanya. Ia kesal karena Viona melihatnya seperti barang. "Ehem, ya sudah terima kasih Beliana. Kau sangat baik." "Frank bagaimana kalau aku menyuapi mu?" tanya Beliana.Frank yang awalnya ingin menolak, tapi karena ingin membuat Viona kesal akhirnya mengangguk. "Iya, terima kasih."Dia tersenyum dan Beliana mengambil kue cokelat itu di piringnya dan mulai menyuapi Frank.Viona melangkah ke lemari, ia menganggap tidak melihat apa-apa. Dia membawa beberapa pakaiannya dan berencana akan menginap beberapa hari ked
Frank mencengkram setir mobilnya. Dia teringat perkataan ayahnya dan sikap Viona padanya. Dia menghentikan mobilnya begitu sampai di depan gerbang kakek Damian. Di lihatnya pintu kamar Viona yang masih terang menandakan penghuninya belum tidur. Sedangkan Viona merasa di perhatikan, ia melihat sudut kamarnya dan mengangkat kedua bahunya. Ia membuka sosmednya dan melihat beberapa komentar di foto yang terakhir ia unggah. Ada beberapa orang yang menanyakan dirinya sudah menikah. Ia tak membalas komentar itu dan menutup sosial medianya. Ia beranjak dan berniat mencari udara segar di jendela kamarnya. Namun ia melihat mobil hitam yang ia kenali. "Frank.""Viona." Frank menatap wanita yang lumayan jauh namun ia melihat dengan jelas wajahnya.Viona langsung menutup gorden di jendelanya. Dia pun mengambil hoodie dan memakainya."Viona mau kemana?" tanya kakek Damian. "Mau keluar sebentar Kek," ucap Viona. Dia setengah berlari dan membuka pintu gerbang rumahnya. Dia mengetuk kaca mobil mil
Ke empat mata itu menatap ke arah pintu. Mereka melihat seorang wanita yang masuk."Vi ..." Frank merasa tak enak. Dia menuruni ranjangnya dan sedikit mendorong Beliana ke samping. "Kau pulang?" tanya Frank dengan nada canggung. Ia merutuki dirinya yang bodoh. Kenapa bisa dia tidak mengunci pintu kamarnya?Viona mengangguk dengan rasa penasaran. "Apa aku mengganggu kalian?" tanya Viona. Dia melirik Beliana."Vi tidak seperti yang kamu bayangkan. Beliana datang dan aku baru bangun tidur."Beliana tersenyum dia melangkah dengan anggun menghampiri Viona. "Maafkan aku Vi, aku melupakan mu. Aku merasa seperti dulu," ucap Beliana.Viona tersenyum lebar. "Seperti dulu? ternyata kau masih mengingat kenangan mu dengan Frank. Aku kira kau sudah melupakannya? karena tidak mungkin seseorang yang membuang air ludahnya ke tanah akan di ambil lagi." Sindirnya.Kuku di jari jempol tangan Beliana menancap di jari telunjuknya. Ia sangat marah karena Viona jelas-jelas mengibarkan bendera padanya. "Ya s
Frank menatap dokumen di depannya, kemudian menaruhnya kembali ke atas meja. Entah beberapa kali dia melihat dokumen itu, kemudian menaruhnya lagi. Dia kepikiran perkataan Viona, ternyata selama ini Viona merasa jika dia akan kembali pada Beliana. Padahal tidak, ia tidak memiliki niatan seperti itu. Dia hanya fokus pada Jaxon saja. Sepertinya ia harus memperbaiki pikirannya itu.Jika dulu ia memikirkan untuk kembali, tetapi sekarang tidak. Hatinya merasa tenang saat bersama dengan Viona. Seketika wajah Viona terbayang di benaknya, senyumannya, kemarahannya membuatnya gemas. Ia tersenyum tipis. Ia melihat jam di pergelangan tangannya itu dan menghela nafas, ternyata masih lama jadwal pulang Viona.Frank mengangkat ponselnya, kedua matanya membulat saat mendengarkan perkataan orang di seberang sana. Dia pun langsung berlari keluar menuju sekolah Jaxon. Di sana dia melihat Jaxon yang sedang berbaring. "Sayang.""Tuan Frank, maaf karena tidak bisa menjaga Jaxon," ucap seorang guru wani
Viona membacakan dongeng pengantar tidur untuk Jaxon. Anak laki-lakinya meminta untuk mendengarkan dongeng yang ia baca, padahal Lilliana dan Frank sudah menawarkan untuk membacakannya, namun Jaxon menolaknya.Viona melirik Jaxon yang sudah memejamkan kedua matanya. Dia pun menutup bukunya dan mencium kening Jaxon. Perlahan dia menuruni ranjang dan mnutup pintu kamar Jaxon dengan pelan.Viona mengerutkan keningnya. Dia menghentikan salah satu pelayan wanita. "Tunggu pakaian sebanyak ini untuk apa?" tanya Viona. Dia melihat beberapa pelayan naik membawa pakaian ke kamarnya."Nyonya tadi tuan memerintahkan kami untuk membawa semua pakaian ini ke kamar Nyonya," jawabnya."Apa?" Viona melangkah menuju ke kamarnya. Dia melihat tiga deretan panjang pakaian yang menggantung. Dia mengambil salah satu pakaian itu dan kedua mulutnya melebar. Satu harga pakaiannya berkisar puluhan juta. "Frank dia boros sekali." Viona menggelengkan kepalanya, ia tidak boleh larut permainan busuk Frank. Dia lang