Satu bulan sudah Amel dan kedua anaknya meninggalkan kota Kediri dan selama itu pula Candra kerap meminta Amel untuk pulang. Tanpa rasa bersalah, Candra meminta Amel pulang namun tidak memberi keputusan bahwa ia akan meninggalkan selingkuhannya.
Amel yang sudah bertekad tidak akan pernah kembali lagi ke kota Kediri itu, membuat Candra sempat memberi ultimatum pada Amel."Kalau memang keputusanmu sudah bulat, aku tidak akan memaksamu lagi. Tapi aku akan memperjuangkan hakku sebagai bapak dari Galang dan Ruby!" ucap Candra pada Amel melalui sambungan telepon."Silahkan, satu hal yang pasti, aku tidak pernah berniat untuk memutus hubunganmu dengan anak-anak. Justru kamu sendiri yang menjauh dari anak-anak!" jawab Amel."Aku tidak menjauh, tiap kali aku menghubungi mereka, apa mereka mau bicara denganku?""Apa aku tidak berusaha mendekatkan diriku kembali pada mereka?" imbuh Candra."Jangan tanya aku! tanya pada dirimu sendiri, kenapa anak sekecil mereka bisa sampai mempunyai rasa tidak suka pada orang yang tak lain adalah bapak kandungnya!" tukas Amel."Itu semua karena kamu! kamu yang sudah meracuni pikiran mereka!" bentak Candra."Kamu pikir mereka tidak bisa menilai kelakuanmu!""Selama kamu dengan perempuan murahan itu, apa kamu pernah menunjukkan kasih sayangmu pada mereka!""Apa kamu pernah tanya keadaan mereka, sewaktu kamu menginap di rumah pelakor itu!""Setiap kamu menginap di rumah pelakor itu, pertanyaan demi pertayaan mereka harus aku jawab dengan menahan rasa sakit!""Apa kamu pikir Galang putra sulungmu tidak tau apa yang sudah kamu lakukan!""Bahkan beberapa kali dia bertanya, bunda? bapak nggak tidur bareng kita malam ini?""Apa kamu nggak punya sedikit saja rasa malu dengan kelakuan bejadmu!" bentak Amel bertubi-tubi, melepaskan semua yang ada di hatinya."Aku kan sudah peringatkan kamu, kalau aku menginap di rumah Pukki, kamu tinggal bilang kalau aku lagi kerja, kalau anak-anak tanya aku dimana!""Tapi kamu memang sengaja memperlihatkan kesedihanmu di depan mereka, supaya mereka membenciku, iya kan!" umpat Candra dengan egoisnya."Dasar tidak tau malu!""Aku bukan kamu yang suka membohongi anak!""Sudahlah, semua tidak ada gunanya lagi untuk di bicarakan.""Kamu sudah memilih jalan hidupmu, dan aku juga sudah mengambil keputusan untuk mundur!" cecar Amel menahan air matanya yang sudah menggantung."Aku mau bicara sama anak-anak, tolong berikan ponselnya pada mereka," pinta Candra.Amel pun memanggil putra sulungnya yang tengah bermain dengan sang adik."Galang? ini bapak mau ngomong sama kamu," ucap Amel lembut seraya menyerahkan ponselnya."Nggak mau!" pekik Galang menolak dan suara itu masih bisa di dengar oleh Candra."Nak, nggak boleh gitu. Bapak cuma mau ngomong sebentar," bujuk Amel setengah berbisik."Bunda, tolong jangan paksa Galang....""Galang nggak mau ngomong sama dia lagi!"Amel menghela nafasnya, ia yakin kalau Candra pasti akan menuduhnya lagi atas penolakan dari Galang.Amel beralih ke si bungsu Ruby."Dek, ini bapak mau ngomong sama adek," ucap Amel membujuk putri bungsunya yang masih berusia 2 tahun itu."Mbi masih main lho bunda, bunda aja yang ngomong sama bapak," sahut Ruby meski kedua netranya fokus pada mainan yang ia bawa dari Kediri.Amel menarik nafasnya sebelum kembali menempelkan handphone itu di telinga kanannya."Aku udah dengar, nggak perlu kamu sampaikan!" umpat Candra sebelum Amel membuka mulutnya."Ini semua karena kamu Amel!""Kalau kamu tidak membawa mereka pergi, tidak mungkin mereka akan bersikap seperti itu!" lagi-lagi Candra menyalahkan Amel atas kesalahan yang ia perbuat."Playing victim!" sarkas Amel dengan suara tertahan.Candra yang tak juga merasa puas, bersikeras memberondong Amel dengan segala pertanyaan yang menyudutkannya."Apa kesalahanku pada mereka, sampai mereka begitu bencinya padaku!""Kalau bukan kamu yang sudah mengotori pikiran mereka!" pekik Candra meradang."Kamu masih tanya, apa kesalahanmu?""Wah, hebat sekali anda tidak menyadari apa yang sudah anda lakukan pada kami?" sarkas Amel."Mereka bukan tumbal untuk masalahmu denganku!" ucap Candra."Hey! secara tidak langsung, mereka sudah jadi korban atas perbuatanmu! meski aku yang kamu sakiti, dampaknya pada siapa!" pukas Amel."Kamu boleh tanya pada orang-orang yang senasib dengan mereka, apa mereka baik-baik saja setelah di jadikan korban keegoisan orang tuanya!" imbuh Amel."Aku cuma minta satu hal sama kamu, Mel!""Jangan memutus hubungan antara Bapak dan anak, kalau kamu mau hidupmu lebih tenang.Tak henti-hentinya Candra menuduh Amel telah mendoktrin pikiran anak-anaknya, meski ia telah mendengar sendiri penolakan kedua anaknya.S
Apa Candra pernah menghubungi anak-anaknya?" tanya salah satu saudara Amel melalui sambungan telepon."Pernah kak, tapi anak-anak nggak ada yang mau ngomong sama bapaknya.""Terutama Galang, dia bahkan ngelarang aku berhubungan dengan bapaknya," jawab Amel pada saudaranya tersebut yang bermukim di kota Medan."Bisa di maklumi, dia anak laki-laki dan sudah cukup mengerti keadaan kedua orang tuanya.""Meski begitu, kamu jangan bosan selalu ingetin dia.""Karena bagaimana pun juga, Candra itu tetap bapaknya.""Tapi jangan terlalu memaksakan, biarkan dia belajar untuk menerima dulu.""Semakin kamu paksa dia untuk menerima, semakin hatinya menjauh dan tidak menutup kemungkinan dia bisa melupakan bapaknya," nasehat dari sang kakak untuk Amel."Iya kak, makasih ya kak untuk semua dukungan dan doanya," ucap Amel sebelum mereka mengakhiri obrolan.****Sudah hampir dua bulan Amel menetap di sebuah kota pusat industri, yang letaknya di seberang negara t
Dua hari Amel mencoba membuat sample martabak mini sebelum ia memasarkannya. Anggota keluarga cukup puas dengan rasa martabak hasil olahan tangan Amel. Amel membuat beberapa varian rasa, yang banyak di gemari anak-anak.Setelah merasa yakin dengan rasa martabak mini buatannya sendiri, Amel pun mulai membuat beberapa toples untuk di titipkan di beberapa tempat yang sebelumnya sudah Amel mintai ijin."Bismillahirahmanirahim...." lafadz Amel sebelum berangkat menuju tempat ia akan menitipkan dagangannya.Kedua tangan Amel sudah menenteng 3 kantong plastik berukuran besar, yang berisi toples untuk wadah martabak-martabak mini buatannya.Mengingat wajah kedua buah hatinya, semangat Amel semakin terpacu meski waktu masih menunjuk pukul 05.30 pagi. Dimana awan biru masih terselimuti awan gelap, ia memantapkan langkahnya menyusuri jalanan yang belum terlalu di padati kendaraan.Pukul 6 tepat, ia sudah berada di rumah. Dengan langkah cepat ia berjalan menuju kamarnya, unt
"Kalian sudah siap?" tanya Amel pada kedua anaknya, dimana pagi ini Amel dan kedua anaknya akan pergi menemui seseorang."Sebenarnya kita mau kemana sih, bunda?" tanya Galang penasaran."Ntar kamu juga tau nak, lebih baik kita berangkat sekarang ya? keburu orang yang akan kita temui itu pulang," sahut Amel bergegas menuruni anak tangga di kediaman Lastry, adiknya.Mereka berjalan kaki menuju lokasi seseorang yang masih di rahasiakan Amel dari Galang dan Ruby."Kok kita nggak naik motor, bunda?" tanya si cantik Ruby dengan gaya manjanya."Ntar motornya mau di pakai kerja nak sama om Handy. Biar kita juga bebas mau pulang jam berapa aja," tutur Amel sembari menggendong Ruby.Lokasi yang cukup jauh itu, mereka tempuh dengan berjalan kaki menyusuri lorong-lorong setapak.10 menit berjalan kaki, Amel tersenyum bahagia karena orang yang akan ia temui masih berada di tempat ia berdagang."Nek, saya mau beli ikan asinnya satu bungkus," ucap Amel ramah pada wa
Tiga hari setelah pertemuan dengan sang nenek itu, seorang wanita paruh baya menemui Amel di kediamannya. Wanita yang biasa di panggil Umi itu tak lain adalah guru mengaji Galang."Saya dengar-dengar sekarang bu Amel sudah berjualan martabak mini ya?" tanya Umi yang duduk di ruang tamu, kediaman Lastry itu."Iya Umi, untuk tambahan biaya anak-anak," jawab Amel apa adanya."Gimana hasilnya, bunda?" tanya umi lagi."Alhamdulillah, sejauh ini lancar meski masih sekedar cukup untuk kebutuhan Galang dan Ruby, umi," lirih Amel."Jadi begini bund, maksud kedatangan saya menemui bunda saat ini, untuk menawarkan kerjasama," tutur umi menjelaskan."Kerjasama yang bagaimana, umi?" tanya Amel antusias."Di pondok pesantren milik keluarga saya, minggu depan akan mengadakan bazar bund. Kalau bunda berminat, bunda bisa ikut berpartisipasi dalam acara bazar tersebut," ujar umi."Saya berminat umi, tapi untuk turut serta dalam acara bazar itu kan membutuhkan modal yan
Amel kembali teringat bagaimana ia dan kedua anaknya sampai di pulau Batam. Kala itu ia terpaksa harus menjual sepeda motor miliknya, agar ia bisa pergi bersama kedua anaknya dengan membawa bekal selama perjalanan yang memakan waktu lebih dari 10 hari itu."Jadi bagaimana bu, apa harga dari saya sudah cocok?" tanya si pembeli motor."Ya sudah pak, saya setuju," sahut Amel seraya celingak-celinguk cemas jika Candra melintasi lokasi pertemuan mereka."Ngomong-ngomong kalau boleh tau, motornya kenapa dijual ya bu?" tanya si pembeli sembari mengeluarkan lembaran uang kertas berwarna merah dari dalam tas miliknya."Saya mau ke luar kota pak, nggak mungkin motornya saya tinggal," jawab Amel jujur."Ooh, mau kemana bu?""Ke Jogja, pak.""Suami ibu kok nggak ikut nganterin motornya?""Saya kabur dari rumah pak."Pria bertubuh tambun itu pun tertegun mendengar alasan Amelp pergi dari rumah."Kasihan anak-anaknya bu, pasti mereka sangat tertekan dengan
-Yogyakarta 12 Juli 2022-Ketiga orang itu tampak sudah sangat lelah setelah menempuh perjalanan Kediri - Yogyakarta selama 8 jam. Tepat pukul 6 sore, bis yang mereka tumpangi tiba di Jogja."Mbak mau turun dimana?" tanya kernet bis tersebut pada Amel.Amel yang belum menentukan dimana ia dan anak-anaknya akan menginap, terpaksa meminta untuk diturunkan di lokasi daerah sebuah pasar."Sekarang kita kemana bunda?" tanya Galang saat mereka sudah turun dari bis."Sabar ya nak, ini bunda lagi mikir enaknya malam ini kita menginap dimana," jawab Amel berusaha tetap tersenyum meski ia juga merasakan lelah."Handphone bunda nggak di aktifin ya?" tanya Galang."Nggak nak, nanti saja setelah kita dapat penginapan dulu."Mata Amel nanar mencari taksi yang ia perkirakan akan melintas dari pasar tersebut.Seorang pria paruh baya menghampiri mereka setelah beberapa menit menunggu taksi yang tak kunjung datang."Permisi mbak, mbaknya mau kemana? saya perhat
Seketika kaki Amel tak mampu menopang tubuhnya, saat ia mendengar ucapan wanita yang bernama Pukki tersebut, yang tak lain adalah wanita yang menjadi sumber kehancuran rumah tangganya bersama Candra.Amel tersungkur di dalam kamar mandi, sebab ia memang tak ingin kedua anaknya melihat keadaannya yang hancur."Dosa apa yang sudah kulakukan sampai harus menerima hukuman seberat ini!" teriak Amel bersimpuh di bawah guyuran shower di dalam kamar mandi itu.Galang yang tidak melihat keberadaan sang ibu untuk beberapa waktu pun, menyusul ke kamar mandi."Bunda! bunda kenapa?" tanya Galang panik seraya memapah Amel untuk berdiri."Bunda nggak apa-apa, kamu keluar dulu ya nak ntar bunda susul," titah Amel dengan suara bergetar."Galang udah bilang, jangan lagi menerima telepon dari laki-laki itu!" tukas Galang geram."Sudah ya nak, temenin adikmu dulu," ucap Amel lembut.Galang pun menuruti perkataan sang ibu."Bunda.... Galang sayang sama bunda," tukas p