Share

Bab 5. Kecurigaan Axel

"Sean ada di sini!" seru Emily, lalu menatap Axel yang sedang bermain game.

Dayana membulatkan mata, dia meletakkan jarinya di depan mulut.

"Apa yang sedang dia lakukan?" Kali ini Emily melirihkan suara agar anaknya tidak mendengar.

"Cepat pergi! Dia sumber masalahmu. Aku tidak tahu ini hanya kebetulan atau dia sudah mengendus keberadaanmu. bawa Axel pergi sekarang!" cemas Danaya.

Axel terus melirik dua orang dewasa itu. Dia menajamkan pendengarannya. Bahkan, dia bergeser pelan mendekat, meski tetap dengan gaya bermain game. 'Siapa Sean? Kenapa mama panik dan tampak ketakutan? Aku harus mencari tahu. Dia pasti pria dewasa yang menyakiti mamaku!' batinnya.

Emily masih bergeming. Dia masih berpikir dan mencoba untuk tenang.

"Cepat pergi Emily. Kenapa masih diam saja?! Dia terus membuat kekacauan dan tidak mau bertemu selain pemilik restoran ini!" kesal Danaya.

"Ada apa, Ma. Apa ada yang membuat kekacauan di restoran ini? Biarkan aku ikut campur. Anakmu ini yang akan menyelesaikan dengan cepat." Axel menghentikan bermainnya.

"Hanya masalah biasa. Ada pelanggan rewel. Tante Danaya akan mengatasinya." Emily tersenyum kaku.

"Kalau Tante cerewet itu memang pintar, kenapa dia panik? Biarkan aku yang menghadapi orang itu. Menyebalkan! Siapa yang berani membuat kekacauan di tempat Mamaku?!" Axel mendengkus kesal, dia melangkah tegas hendak keluar.

Emily menarik tangan anaknya. "Sayang, tetap di sini. Jangan keluar sampai mama mengijinkanmu!" Emily berkata tegas dengan sorot mata ketakutan.

Axel menatap intens manik mata ibunya. Dia menangkap sesuatu yang mencurigakan. "Baiklah, Ma, jika itu membuatmu tenang. Aku akan menjadi penurut kali ini."

"Tetap di sini, Bocah sok pintar! Dan lihat tante Dayana akan mengatasi kekacauan itu!" Dayana menatap kesal Axel sambil mendengkus.

Emily menghela nafas berat. "Aku memang tidak mau bertemu dengannya, tapi bukan berarti aku harus pergi saat ini. Aku yakin ini hanya kebetulan, biarkan saja dia dan bantu aku untuk mengatasinya."

Dayana mendesah kecewa. "Baiklah, jika itu maumu. Semoga saja tebakanmu benar." Dia langsung keluar menuju private room.

Sedang Emily lemas dan terduduk. Dia merangkup wajahnya dengan dua tangan. Cepat atau lambat, mau tidak mau, ini pasti akan terjadi. Emily harus siap menghadapinya.

Axel semakin penasaran, dia memainkan jarinya sambil terus berpikir apa yang terjadi pada ibunya. Dia ingin tahu siapa pelanggan itu. Saat ibunya masih merangkup wajah, Axel pelan keluar dari ruangan itu.

"Axel!" seru Emily saat mendengar pintu terbuka. Dia segera berlari menyusul anaknya.

Sedang di ruang private room itu.

"Sakit?" Mata Sean membulat, tangannya mengepal kuat. Ada siratan cemas mendengar kabar itu.

"Benar, Tuan. Jika Anda punya keluhan apa pun mengenai pelayanan atau hidangan, silahkan katakan. Kami akan membenahi dan memberikan pelayanan terbaik untuk Anda." Dayana meremas tangannya yang terpaut di depan.

"Lupakan!" Sean meninju meja, lalu melangkah pergi.

Axel yang berlari cepat, kini sudah tiba di jajaran ruangan private room. Hanya saja dia tidak tahu di mana tepatnya pengacau itu berada.

"Oh tidak, bukankah itu Om yang menjadi ayah palsuku? Kenapa bisa bertemu di sini?" Axel melihat Sean sedang berjalan menuju arahnya. "Sepertinya ini takdir. Aku harus menyapanya dan ... memberi vocer gratis makan di sini sesekali." Axel tersenyum lebar.

Dari sisi sana, mata Sean menyipit, memindai sosok di depan agak jauh. Langkahnya memelan mencoba memahami. "Apa dia Axel?" gumamnya. Lalu matanya membulat, dia langsung melebarkan langkahnya.

Nafas Emily terengah berat karena panik. "Akhirnya Aku menemukanmu, Axel. Sudah kubilang jika jangan keluar untuk saat ini!"

Emily berlari mendekat ke arah Axel. Langkahnya berhenti sejenak, dia menyadari jika Sean sedang menuju ke arah mereka. Dengan cepat Emily meraih dan membawa anaknya pergi.

"Mama!" kaget Axel. "Aku harus menyapa Om itu dan mencari pengacau!"

Emily tidak menghiraukan protesan anaknya. Dia terus berlari kecil dengan menggendong Axel.

'Apa dia melihat kami? Semoga saja tidak. Jaraknya masih lumayan jauh, dia pasti tidak mengenaliku,' batin Emily.

Sean langsung mengejar Emily.

"Apa yang Anda kejar, Tuan?"

"Aku pasti tidak salah lihat, Dario. Tadi aku melihat mereka ada di sini." Sean menebar pandangan ke sembarang arah mencari sosok yang dia duga Axel dan Emily.

"Saya akan mencari tahu untuk Anda, Tuan. Lebih baik kita pergi untuk saat ini. Karena Anda bisa jadi pusat perhatian publik."

Sean berdecak sangat geram. Dia benar-benar melihat sekelebat sosok Emily. Meski penampilannya sangat jauh dari yang dulu, tapi dia masih mengenali wajah itu.

"Kita pergi!" Sean melangkah pergi. Pikirannya terpaku pada Emily. 'Apa benar dia Emily? Dia masih hidup? Aku harus memastikannya. Emily ...,' batinnya.

Di ruangan Emily.

Dayana yang sudah berkeringat dingin karena panik, kini mengusap dadanya. "Dia sudah pergi, Emily. Kalian aman untuk saat ini. Hampir saja."

Emily menghembus nafas dari mulutnya pelan. Pikirannya mengulas sosok Sean yang tadi dia lihat.

"Apa pengacaunya sudah pergi, Tante?"

"Ya, dan itu karena jasaku! Kamu, bocah yang tidak bisa memegang perkataan. Siapa tadi yang bilang mau menurut pada ibumu? Dan siapa yang ingkar janji? Bukan pria sejati!" omel Danaya.

"Aku pria sejati! Aku hanya tidak mau ada yang membuat mamaku sedih. Aku keluar karena tidak percaya padamu, Tante. Dan ... tadi aku hanya ingin menyapa pria dewasa yang bertemu di taman."

Mata Emily membulat. "Axel. Kali ini mama marah karena kamu ingkar janji. Masalah restoran adalah urusan orang dewasa. Kamu tidak bisa ikut campur. Dan dengar baik-baik kata mama kali ini! Jika kamu bertemu dengan pria dewasa yang kamu temui di taman, jangan menyapa dan mendekat!"

Axel menatap heran dengan reaksi ibunya. Dia tidak menjawabnya.

"Sudahlah Emily, kalian pulanglah dulu. Aku akan menyuruh seseorang untuk mengantarmu."

"Terima kasih, Dayana."

Dalam lajuan mobil Emily.

Axel terus menatap raut wajah ibunya. "Ma, apa aku benar-benar membuatmu sedih? Kenapa Mama terus mendiamkanku?"

Emily mengusap kepala anaknya. "Mama sudah tidak marah lagi padamu. Tapi, kamu harus selalu ingat dengan pesan mama soal pria dewasa yang mama maksud itu."

Axel mengangguk, tapi hatinya ragu dan penasaran.

Tiba di rumah. Emily membiarkan Axel mengurus dirinya sendiri. Anaknya itu sangat mandiri dan tidak manja. Wanita itu langsung masuk ke kamarnya. Dia lemas dan luruh di sisi ranjang. Menangis, hanya itu yang bisa Emily lakukan untuk meluapkan gejolak di dadanya.

Pikiran Emily kembali mengulas kelembutan dan kemesraan dengan Sean sebelum menikah. Kemudian Sean yang berubah dingin dan acuh setelah menikah. Bayangan Sean bermesraan dengan Felisha juga sangat jelas. "Sean ... aku berharap kisah kita berakhir enam tahun yang lalu, tapi ... kenapa rasa ini ...?" Emily memegang dadanya, sesak.

Sekian saat, Emily bangkit dan masuk ke bathroom. Dia tidak mau anaknya melihat kondisinya saat ini.

Seperti dugaan Emily, Axel masuk ke kamarnya.

"Ma!" Axel menebar pandangan, dia tidak mendapati ibunya. Lalu, anak itu mendekati bathroom, dia menempelkan telinga pada pintu. Hanya mendengar suara derasan aliran air. "Apa mamaku sedang mandi? Tidak seperti biasanya, dia mandi sangat lama."

Lalu, anak itu menangkap tas Emily yang teronggok di lantai. "Pasti ada yang tidak beres."

Axel menoleh ke arah pintu bathroom, belum ada pergerakan ibunya akan keluar. Dia segera mengeluarkan ponsel milik ibunya. Sebenarnya Emily telah mengajarkan pada Axel untuk tidak mengambil barang orang tanpa izin, meski itu hanya meminjamnya. Namun, untuk kali ini Axel sangat penasaran dengan isi ponsel ibunya.

Axel masih hafal dengan sandi ponsel ibunya, dengan mudah dia masuk dan hal pertama yang dia buka adalah galeri.

Di sana ada file yang tersimpan dengan inisial 'S'. Axel menekannya. Di dalam file itu berisi foto-foto pernikahan Emily dengan Sean.

"Bukankah ini pria dewasa itu? S ... Sean. Dan dia ... ayahku?" Mata kecil itu membulat. Dengan cepat Axel mengirim file itu pada tabletnya. Tidak lupa dia menghapus jejak pengiriman.

"Axel, apa yang sedang kamu lakukan!" seru Emily yang sudah berdiri di ambang pintu.

Komen (6)
goodnovel comment avatar
Angsa Kecil
lanjut kak terima kasih .........
goodnovel comment avatar
Angsa Kecil
terima kasih kak lanjut .........
goodnovel comment avatar
Angsa Kecil
terimakasih Kakak .........
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status