Tanpa sadar, Eva tersentak saat Aiden berdiri lalu dengan lembut menggigit puting payudaranya dengan gemas."Aiden ... aku ..." Namun, seolah teringat sesuatu, setelah itu Aiden tidak melakukan apapun. Dia diam membuat Eva bertanya-tanya ada apa gerangan."Aiden, ada apa?" tanya Eva, dia beralih duduk di hadapan pria itu. Aiden menarik selimut lalu menutupi sebagian tubuh Eva yang terbuka dan tubuhnya sendiri. Ada apa ini? "Aku teringat kalau aku belum mendapatkan maaf yang semestinya darimu atas pemaksaan yang kulakukan padamu waktu itu, Eva." Terakhir kali Aiden mengatakannya, Eva sedang mabuk dan Aiden merasa permasalahan itu belum tuntas. Itu terasa mengganjal di hatinya. Aiden kini beralih duduk di tepi ranjang dengan kaki menyentuh lantai. "Aku memang suamimu, tapi, saat itu, aku sudah berlaku kasar dengan melakukannnya tanpa persetujuan darimu. Aku merasa telah melakukan kesalahan yang membuatmu ...""Aiden," Eva meraih bahu Aiden. Membuat tatapan mereka kembali bertemu, "Janga
Eva membuka pintu dan mendapati Sebastian Lewis berdiri di sana."Siapa, sayang?" tanya Aiden sembari menghampiri Eva yang terpaku di depan pintu."Halo, Eva, Aiden!" sapa Sebastian ramah seolah sebelumnya mereka tidak pernah berselisih dan tanpa masalah, "Boleh aku masuk?"Eva yang tersadar bermaksud untuk mempersilahkan Sebastian masuk namun, belum sempat Eva melakukannya Aiden telah lebih dulu mengambil alih dengan melangkah maju dan menjawab, "Tidak!" sembari tersenyum.Sebastian yang telah menduga itu balas tersenyum, "Baiklah kalau begitu," katanya. Dia pura-pura hendak membalikkan tubuh lalu tanpa disangka ketika Aiden lengah dia bergerak maju dengan melewati bawah lengan Aiden yang terentang di pintu."Terima kasih telah mempersilahkan aku masuk, Malik!" ucap Sebastian kalem, dia lantas beralih duduk di sofa.Aiden yang melihat itu menghampiri Sebastian sembari mendesis, "Tidak ada yang mempersilahkanmu masuk, lalu siapa juga yang menyuruhmu duduk di sofa itu," sergah Aiden.Ev
"Halo!" ucap Aiden ketika menerima panggilan masuk tersebut. Dia sekarang berada di balkon dimana langit malam menjadi panoramanya..Terdengar deheman dari seberang sana sebelum kemudian suara familiar orang tua itu menyapa telinganya."Aiden ... ""Ya, kakek ...""Kapan kau kembali ke mansion Malik?" Pertanyaan itu membuat Aiden terdiam. Ini bukan kali pertama Alaric Malik menghubunginya dan memintanya kembali, "Bagaimana mungkin kau pergi di saat aku menyuruhmu pergi. Aku ini orang tua, sesekali marah adalah hal yang wajar. Kenapa kau harus mengambil hati hal tersebut. Kembalilah ke Mansion Malik. Nenekmu sangat merindukanmu. Sudah berapa lama kau tidak pulang?"Aiden menyandar ke dinding balkon sembari mendongak ke langit, "Maafkan aku, Kek. Bukan aku durhaka dan tidak peduli dengan kerinduanmu. Tapi, yang kalian inginkan untuk kembali ke mansion Malik hanyalah Aiden. Eva adalah istriku. Aku dan dia adalah satu kesatuan."Alaric terdiam beberapa saat, "Jika memang itu yang kau ingin
"Aduh, sudah-sudah. Cucu kita hanya ingin berbulan madu saja. Biarkan saja." Alaric menengahi, "Minum saja tehmu, Victoria."Aiden bergerak sigap mengambil cangkir teh Victoria lalu menyodorkannya ke wanita tua itu. Wanita tua itu mau tak mau tersenyum, "Kau ini, cucu nakal, mana ada bulan madu selama ini. Bilang saja kalau ini hanya akal-akalanmu untuk menolak kembali. Ya, kan?"Mendengar itu Aiden hanya tertawa saja.Beberapa waktu kemudian, keduanya lantas pulang dengan membawa banyak buah tangan. Alaric melambaikan tangan sedangkan Victoria berbalik masuk ke dalam mansion.---Alfred melihat adiknya yang sedang melakukan terapi. Sudah beberapa lama ini dia mengambil cuti karena hendak menemani adiknya menjalani terapi dan proses kesembuhan.Aiden telah memiliki bisnisnya sendiri dalam bidang pengiriman, meski tidak sebesar Malik Group tapi, meskipun begitu, hal tersebut tidak menghalangi Aiden dalam membiayai semua perawatan adik Alfred hingga hampir sembuh seperti ini.Alfred hany
Bandara terlihat ramai, tapi itu tidak membuat seorang gadis dengan tubuh model berjalan dengan angkuh sembari menarik tas kopernya.Di area penjemputan penumpang, mata gadis itu menatap sekeliling dimana ada banyak orang yang berdiri untuk menunggu kerabat, teman atapun rekan. Sampai akhirnya dia mendengar teriakan itu disertai lambaian tangan dari seorang yang ia kenali."Rebecca!" panggil Rachel sembari mengangkat selembar karton bertuliskan namanya.Rebecca segera menghampiri Rachel, keduanya saling berpelukan, "Apa kabar?" tanya Rachel pada Rebecca, "Lama kita tidak bertemu, kau semakin cantik saja adikku.""Kakak," seru Rebecca rasanya ia ingin menangis karena sudah lama tidak bertemu dengan saudarinya itu, "Aku merindukanmu.""Sama. Ayo, kita ke apartemenku. Kau bisa menginap di sana.""Ngomong-ngomong, mana pacarmu katanya kau sudah punya pacar," tukas Rebecca sembari melihat kesana kemari."Ah, dia sedang bekerja dan tidak bisa ikut menjemputmu. Aku akan mengenalkanmu padanya
Eva membuka matanya yang terasa berat. Kepalanya seperti akan meledak dan tubuhnya terasa sakit seperti telah dibongkar dan dipasang kembali.Apa yang dia lakukan di sini? Ini bukan kamarnya.Eva tersandung dari tempat tidur dan berjalan tanpa alas kaki di atas karpet gelap berpola pentagram. Dia meninggalkan ruangan dan menyusuri lorong menuju cahaya redup yang ada di ujung sana. Dia mendorong pintu yang terbuka sebagian mengungkapkan bahwa cahaya berasal dari LED 43 inci yang menempel di dinding.Wajah Eva memerah dengan darah mendidih saat dia melihat gambar yang mendebarkan di atasnya. Pria dan wanita telanjang terlibat dalam percintaan yang intens. Wanita itu cantik dengan rambut pirang keemasan dan punggung yang ramping. Dia memiliki kaki yang panjang dan ramping yang diputar ke berbagai posisi yang memalukan. Pria dalam video itu memegang dagu Eva dan menoleh ke arah kamera. Dengan tatapan brutal, dia tiba-tiba menundukkan kepalanya ke telinganya dan menggumamkan sesuatu.Eva me
Aiden melonggarkan cengkramannya lalu memerintahkan pada pelayan untuk, "Buka gerbangnya dan undang para wartawan itu masuk. Kami akan menyambut mereka dengan baik. Lagi pula, aku punya berita untuk diumumkan."Aiden meletakkan ibu jarinya di mulut Eva lalu membelai bibir bawahnya yang kemerahan secara bolak-balik."Karena kau yang telah membawa para wartawan itu ke sini," bisiknya, "kuharap kau bisa menanggung konsekuensinya, Eva."Eva tersenyum dengan tenang dan merasakan para pelayan mengencangkan pegangan mereka di lengannya seolah mereka bisa membaca pikiran bos mereka.Tiba-tiba Eva membuka mulut lalu menggigit jari Aiden yang perlahan menelusuri bibirnya. Eva terkejut karena alih-alih kesakitan dan menarik ibu jarinya keluar, Aiden justru mulai memasukkan jari itu lagi ke dalam mulut Eva seolah-olah tidak merasakan sakit dan menikmati sensasi lidah lembut Eva yang menyentuh ujung jarinya.Eva mengerutkan dahi dan menggunakan ujung lidahnya untuk menekan jari itu sekuat yang dia
Aiden mencengkeram ponsel lebih keras, pembuluh darah biru di tangannya tampak hampir meledak. Dia melempar telepon yang menghantam meja membuat telepon itu pecah menjadi beberapa bagian."Hentikan dia!"Aiden menggertakkan giginya karena marah dan para pelayan yang panik dengan cepat melarikan diri ke segala arah untuk mencoba menghentikan Eva sebelum penampilan barunya yang mencolok dan sikap barunya yang berani menciptakan skandal dengan pers.Saat dia tampil di depan umum, Nyonya Eva Malik adalah perwakilan dari seluruh keluarga Malik. Sesuai dengan citra mereka, dia berpakaian secara konservatif dengan mengenakan blus dan gaun sederhana berleher tinggi, warna-warna netral, dan gaya rambut sederhana dan rapi. Selama tiga tahun terakhir, pakaiannya dibuat khusus dan rambutnya ditata oleh spesialis yang sangat terlatih. Tidak pantas baginya untuk terlihat mengenakan gaun merah yang terbuka.Anggun dan cantik dalam balutan gaun panjang sutra berwarna merah, Eva menuruni tangga besar d