Rebecca tidak percaya apa yang dia dengar. Dia berpaling dari Aiden dan menatap lantai."Apakah kau sedang menuduhku sengaja menambahkan obat ke lilin?" dia bertanya dengan ekspresi polos. Dia mulai menggelengkan kepalanya seolah itu adalah hal konyol, "Aku tidak melakukannya. Seorang pelayan menyuruhku pergi ke kamar Aiden dan memberiku lilin sebagai hadiah dari Eva. Aku bersumpah warnanya kuning saat dia memberikannya padaku. Apakah kau percaya padaku, Aiden?"Mata Rebecca dipenuhi air mata dan Victoria Malik meraih tangannya. Aiden tidak mengatakan apa-apa."Aku percaya padamu, Rebecca," kata Victoria, "Kau adalah seorang wanita yang bahkan tidak akan mampu menyakiti seekor pun lalat. Jadi, tidak mungkin kau bisa melakukan sesuatu yang mengerikan seperti itu."Victoria Malik memegang wajah Rebecca dengan tangannya dan dengan hati-hati menyeka air mata wanita. Menjadi marah, dia menoleh ke Aiden."Lihat, apa yang telah dilakukan istrimu, Aiden. Dia telah membuat Rebecca yang polos d
Lelah karena pulang larut malam dan takut akan ancaman Aiden ditambah Eva juga merasa sangat shock dengan teriakan Liana membuat Aiden dengan mudah mengangkat Eva dari tanah dan membawa wanita itu ke kamar. Eva masih bisa mendengar teriakan Liana di kejauhan, membuatnya menahan rasa bergidik."Kau mau melakukan apa padaku, Aiden?" Eva bertanya dengan nada mengejek. Berusaha menutupi rasa takutnya dengan nada angkuh."Kenapa, hm? Kau takut?""Tidak! Kenapa juga aku harus merasa takut. Lagipula kau tidak akan berani melakukan apapun padaku.""Oh ya? Apa kau mau mengujinya, istriku?""Ya!" Lalu dengan gerakan cepat, Eva mengeluarkan ponsel dari saku piyama. Dia mengetuk layar dan membuka aplikasi siaran langsung. Titik hijau kecil berkedip di layar yang menunjukkan bahwa dia telah mulai merekam."Hai, guys. Di sini Eva Malik. Kita sedang melakukan siaran langsung. Aku mau tahu nih, siapa di antara kalian yang tertarik untuk mengetahui tentang kecenderungan alias hobi Tuan Aiden Malik yan
Aiden menendang pintu kamarnya hingga terbuka dan bermaksud menurunkan Eva. Eva yang kesal memukul dada Aiden.Sebenarnya pukulan Eva tidak terlalu berpengaruh pada pria itu, tapi Aiden mendramatisasinya hingga seolah pukulan itu membuatnya kehilangan keseimbangan.Aiden berpura-pura tersandung dan melemparkannya ke tempat tidur, meskipun tempat tidurnya empuk, dampaknya membuat Eva terengah-engah."Ah, lihatlah kau yang tadi lebih dulu menggelitikku, istriku. Membuatku geli saja," Aiden membuat ironi sehingga Eva cemberut. Dia tahu pria itu sengaja.Lalu, dengan tanpa diduga, Aiden merebut ponsel dari tangan Eva dan melemparkan ponsel itu secara sembarang ke samping. Kekuatan pria itu membuat Eva merasa takut.Aiden berada di atasnya. Dalam setelan gelapnya, Aiden terlihat seperti predator alami. Wajahnya yang sesaat tadi mengatakan kalau merasa geli dengan kelitikan Eva kini telah berubah dan terdistorsi oleh kemarahan."Istriku tersayang, tidak kusangka kau segitu inginnya menyiarka
Aiden dulu muak dengan pria yang membius wanita, itu hal murahan. Tapi, kini dia bersedia melakukan apa saja untuk membuat Eva memohon bercinta dengannya seperti yang Eva lakukan dua malam yang lalu.Aiden tidak pernah ingin menyentuh seorang wanita sebelum malam itu dan dia tidak pernah melakukan hal itu sebelumnya. Tapi, kini gairah yang Aiden rasakan pada Eva mengubah segalanya.Aiden tidak bisa berhenti memikirkan rasa Eva ketika berada di bawahnya, aroma kulitnya yang manis serta suara rintihan Eva yang membangkitkan hasrat untuk memilikinya.Eva terengah-engah karena rasa panas yang tiba-tiba ia rasakan. Ia terbaring lemas di tempat tidur. Rasanya setiap ujung sarafnya terbakar."Minta aku untuk menyentuhmu, Eva," perintah Aiden.Bau maskulin Aiden memicu hasrat Eva, tapi dia berusaha menahannya dengan mati-matian menggenggam bagian depan kemejanya. Melihat tangan Eva itu membuat Aiden mengerutkan dahi, Aiden melepaskan genggaman Eva dari bagian depan baju yang dipakai Eva."TID
Noda darah di jarinya ditambah kata-kata Eva membuat Aiden semakin bertekad, "Sepertinya lidahmu semakin tajam, Eva," Lalu dengan gerakan tiba-tiba Aiden meraih kaki Eva, melingkarkan jari-jarinya di pergelangan kaki Eva. Dalam kepanikan, Eva meraih benda lain untuk dilempar, tetapi tidak ada yang tersisa di atas meja. Aiden menarik pergelangan kaki Eva ke arahnya.Aiden menggerakkan tubuh Eva semudah dia menggerakkan boneka. Eva memutar cincin pemberian Sebastian. Dia memutar cincin itu seperti yang ditunjukkan Sebastian padanya, jarum perak itu muncul. Eva mengayunkannya seperti senjata."Aku memperingatkanmu, Aiden," katanya, "Jangan menyentuhku.""Apa kau akan menusukku dengan jarum itu, Eva?" tanya Aiden tidak percaya.Eva terus mengejutkannya. Terlepas dari semua perubahan mendadak pada kepribadiannya, Aiden tidak pernah mengira kalau Eva berani membawa senjata tersembunyi.Aiden melepaskan pergelangan kaki Eva dan mempelajari situasi dengan serius.Jarum perak berkedip dalam ca
"Apa kau sudah gila, Aiden?!" Eva berteriak.Secara spontan, Eva menarik jarum keluar dari dada Aiden. Betapa naifnya Eva berpikir kalau dia bisa melawan iblis yang begitu kejam! Aiden menyeringai pada Eva lalu menggigit bahu wanita itu dengan kekuatan yang tidak berlebihan."Bukankah sudah kukatakan kalau aku akan menghukummu, Eva. Aku hanya seorang pria yang memegang kata-kata," katanya. Angin sepoi-sepoi dari jendela menyalakan kembali karpet yang membara hingga nyala api mulai berkedip lagi.Seluruh tubuh Eva sakit dan gemetar. "Apa yang harus kulakukan untuk menghukummu, Eva?" Aiden bertanya pada tulang selangka wanita itu. Rasa bibir Aiden di kulit Eva serta efek luar biasa dari lilin yang tumpah membuat tubuh Eva melembut pada Aiden. Suara rendah pria itu seperti mantra yang menyihirnya, rasanya mustahil untuk bergerak. Aiden melemparkan selimut ke atas karpet untuk memadamkan api, lalu memberi tatapan pada tubuh istrinya.Tidak berdaya untuk mendorong Aiden menjauh, Eva merasa
Sebastian bisa mendengar kepanikan dalam suara Eva dan itu membuatnya cemas. Dia ingin segera membantu wanita itu."A … aku menusukkan jarum yang ada di dalam cincin itu ke jantung Aiden." Eva menjawab."Apakah kau sudah memeriksa Aiden? Apa dia masih bernapas atau tidak?" tanya Sebastian.Eva ingin mengutuk dirinya sendiri. Dalam keadaan panik, dia bahkan tidak berpikir untuk memeriksa napas Aiden. Dada pria itu terlihat tidak bergerak sehingga Eva meletakkan dua jari tangannya di depan hidung Aiden. Pria itu bernafas, tapi samar. Eva mendesah lega."Dia bernapas, tapi hanya sedikit.""Tidak apa-apa," kata Sebastian, "Dia mungkin saja shock. Jarum itu sepertinya mengenai bagian saraf. Apakah kau memerlukanku untuk datang ke sana, Eva?""Terima kasih, Sebastian. Tapi tidak, aku akan menelepon dokter Walker saja. Kau sudah sangat membantu.""Baiklah kalau begitu."Ketika Dokter Walker tiba, dia menarik Aiden dari Eva dan membalikkannya ke punggungnya."Jantungnya baik-baik saja, tapi di
Eva ingin mengoreksi Benjamin, tapi dia terlalu malu. Lagipula harus mulai dari mana memberitahu hal ini pada Benjamin.Pria itu mulai berbicara lagi, "Nyonya Eva, Anda perlu minum obat setelah menghirup borrachero sebanyak ini. Obat yang kuberikan ini akan menenangkan sistem dalam tubuh Anda dalam rentang waktu satu jam, tetapi jika Anda ingin obatnya bekerja lebih cepat Anda dapat berendam dalam air dingin.""Baiklah. Terima kasih, Benjamin."Dengan penuh rasa syukur Eva meminum obat yang diberikan Benjamin. Dia memanggil Alfred untuk merawat Aiden lalu kembali ke kamarnya. Terlepas dari pengobatan Benjamin, Eva merasa lemah, tubuhnya tenggelam dalam bak mandi berisi air dingin. Berendam dalam air sedingin es, Eva merasakan darahnya yang gelisah menjadi tenang.Dia merenungkan hari itu. Tindakannya yang berisiko hanya akan membuat Aiden semakin kesal. Bahkan pengamat yang paling tidak tahu apa-apa pun dapat melihat bahwa pria itu membencinya. Ya kan?! Jadi, bukankah seharusnya mudah