“Katakan apa tujuanmu menculik Venus Harristian?” hardik Detektif Kurt Illson menginterogasi Dion di kantor polisi. Dion masih tenang duduk di depan Kurt dengan kedua tangan diborgol.“Aku tidak menculiknya. Dia adalah Istriku,” jawab Dion. Detektif Kurt langsung mencebik sinis lalu menggeleng.“Kau mau coba berpura-pura berfantasi ya? Kau kira aku akan percaya padamu.” Kurt mengolok Dion. Dion menarik napas dan sedikit membuang wajahnya ke kiri.“Suami Venus Harristian itu adalah Rex Milan Wilson. Dia yang melaporkanmu telah menculik Istrinya dari rumah sakit,” imbuh Kurt lagi. Dion sedikit mengeraskan rahangnya dan tidak mau menanggapi. Pandangan Kurt masih lekat menatap padanya.“Jika kau tidak mau bicara, akan kujebloskan kau ke penjara, Tuan Juliandra. Satu lagi, kau masih memegang paspor Indonesia kan? Aku bisa mendeportasimu ke negaramu dan kau akan dilarang masuk US selamanya.” Kurt mengeluarkan ancamannya pada Dion. Dion menghela napas panjang.“Baik, aku akan bicara. Tapi ak
“Selamat malam, Tuan Juliandra!”Seorang wanita cantik berambut brunnete menyapa Dion yang cukup kebingungan dengan yang terjadi. Ia mengulurkan tangan dan Dion menyambutnya tanpa menyebutkan nama. Ia masih mengira-ngira siapa yang mengirimkan pengacara itu untuknya.“Maafkan sedikit keterlambatanku, Tuan Juliandra─” pintu terbuka dan detektif Kurt Illson muncul.“Aku dengar kau membayar pengacara mahal untuk membebaskanmu, Tuan Juliandra. Bahkan malam-malam begini, kepala polisi menerima jaminan darimu,” ujar Kurt dengan sikap sinisnya. Ia menoleh pada pengacara cantik yang datang dini hari membebaskan Dion.“Aku─” pengacara itu langsung memotong pembicaraan. Sikapnya yang ramah berubah ketus pada Kurt.“Aku sudah memenuhi dan membayar jaminan. Anda pun sudah menerima surat pembebasannya, bukan? Aku datang untuk menjemput klienku,” jawab pengacara itu. Dion hanya bisa diam saja. Ia masih belum tahu siapa yang telah mengirim pengacara tersebut. Mungkin ia akan memperoleh jawabannya se
“Selamat pagi.” Rex Milan menyapa Venus dan ingin mencium keningnya. Venus langsung refleks menghindar. Namun, Rex Milan langsung memeluk tak peduli jika Venus merasa tidak nyaman.“Tolong lepaskan, Rex!” Venus mendorong tangan Rex Milan yang melingkar padanya. Rex Milan mengernyit dan perlahan melepaskan. Ia mengira kepulangan Venus sudah mengubah pikirannya.“Ada apa, Sayang?” tanya Rex Milan lembut.“Aku tidak suka dipeluk.” Venus menjawab ketus. Ia kembali duduk di kursinya untuk meneruskan sarapan. Rex Milan jadi makin kesal dan membuang badan ke samping. Namun ia tidak bisa memarahi Venus. Ia terus mengingatkan dirinya bersikap sebaik mungkin pada masa penyembuhan Venus. Rex Milan tidak mengatakan apa pun lagi selain duduk di kursinya di dekat Venus.“Bagaimana kabarmu hari ini?” tanya Rex Milan kembali mencoba ramah. Venus tidak mau menoleh pada Rex Milan saat bicara. Ia menarik napas sebelum menjawab.“Aku baik-baik saja. Tapi aku harus bicara denganmu.” Rex Milan menghentikan
“Maaf, Venus. Kamu tidak bisa keluar!” ujar Sebastian Arson menghalangi Venus yang akan bersiap pergi. Ia ingin bertemu dengan orang tuanya. Setelah tidak bisa menemukan nomor telepon orang tuanya di rumah Rex Milan, Venus merasa harus menemui mereka langsung. “Tolong, aku harus bertemu dengan orang tuaku!” pinta Venus memohon. Ia sudah berganti pakaian dan menenteng tasnya. Sebastian menghela napas lalu menggeleng. “Aku tidak bisa mengizinkannya─” “Kenapa?” Venus makin terlihat sedih. Matanya berkaca-kaca. Sebastian yang melihat jadi agak sedikit merasa tak enak. Ia tetap menggelengkan kepalanya. “Aku sangat merindukan orang tuaku.” Venus kembali merengek. “Aku tidak bisa membawamu keluar. Kamu masih sakit dan harus banyak beristirahat.” Sebastian kembali menegaskan. Venus diam menatap Sebastian dengan penuh harap. Sebastian pun menatap Venus dan meminta wanita itu mundur. “Apa kamu punya orang tua?” Sebastian yang sudah berbalik kini tertegun berhenti. Ia berbalik dan menganggu
“Venus!” Claire memekik saat Venus datang dan memeluknya erat. Claire pun memeluk putrinya lalu meneteskan air matanya.“Mom,” sebut Venus pelan dalam pelukan Ibunya. Claire makin mengeratkan pelukannya sebelum melepas Venus dan membelai wajahnya.“Bagaimana kamu bisa kemari?” Venus langsung menoleh ke belakang lalu dengan cepat menarik ibunya ke dalam. Di ruang santai bersebelahan dengan dapur, Venus mengajak Claire duduk.“Mom, I have to talk─” ujar Venus masih menggunakan bahasa Inggris.“Bisakah kamu berbicara bahasa Indonesia? Apa kamu masih ingat?” tanya Claire membuat Venus tertegun. Venus diam sejenak lalu memejamkan matanya. Ia mengangguk perlahan.“Coba,” imbuh Claire lagi dengan mata penuh harapan.“Aku mau ngomong.” Claire langsung semringah dan memeluk Venus lagi. Venus tampak bahagia. Kemampuan bahasanya akan pulih sedikit demi sedikit dan ia berharap ingatannya juga.“Oke, sekarang kamu cerita ada apa? Apa kamu melarikan diri?” tanya Claire masih belum mengubah bahasan
Dion duduk dengan tenang di salah satu coffee shop di lobi Moulson Enterprise untuk mengawasi semua pergerakan. Adik sepupunya yang bernama Cindy sedang menjalani tes akhir untuk bisa diterima sebagai sekretaris CEO, Rex Milan Wilson. Dion harus memastikan jika Cindy bisa masuk tanpa kendala.“Ndan, yakin kalau Cindy bisa berhasil masuk ke dalam?” tanya Peter menyela. Dion menoleh pada Peter yang kini sedang menyamar menjadi salah satu pelayan di kafe tersebut.“Iya, Cindy gadis yang pintar,” jawab Dion tenang dari balik kacamatanya. Ia menyesap kopi yang disajikan oleh Peter. Peter menarik napas agak panjang dan tampak cemas.“Itulah mengapa saya masukin kamu ke sini. Biar kamu bisa ikut mengawasi Cindy. Kalau ada apa-apa sama dia, kamu bisa langsung menolong,” imbuh Dion lagi.“Baik, Komandan. Saya pasti akan terus mengawasi Cindy. Lagian, kenapa Komandan gak beli saja sih coffee shop ini?” tukas Peter menoleh ke samping. Manajer coffee shop sedang mondar-mandir mengawasi pelayanan
“Ada apa ini?” tegur Sebastian menyela konfrontasi tersebut. Ia sampai berjalan ke arah Cindy dan dua mantan calon kandidat Sekretaris CEO. Ketiganya langsung diam saat Sebastian datang.“Apa kalian tahu jika ini adalah kantor? Apa berdebat seperti ini dibenarkan?” Sebastian dengan dingin memarahi ketiganya. Cindy tidak mau membela dirinya. Dia sendiri bahkan tidak tahu siapa pria yang sedang menegur mereka.“Aku rasa itu bukan urusanmu, Tuan! Urus saja urusanmu sendiri!” pungkas salah satu gadis di depan Sebastian dengan sikap kurang hormat serta menantang.“Apa kamu salah satu kandidat sekretaris untuk CEO?” keduanya diam mengernyitkan kening tak mengerti. Mereka juga saling berpandangan. Sikap Sebastian tampak tidak ramah sama sekal. Sekalipun ia cukup tampan tapi dia cukup galak.“Maaf, Tuan siapa?” tanya Cindy dengan suara rendah. Sebastian menoleh padanya sekilas.“Namaku Sebastian Arson, aku adalah Vice CEO Moulson Enterprise. Jika salah satu dari kalian yang menjadi Sekretaris
Dion yang sedang mengawasi lobi utama n Enterprise mengernyitkan keningnya perlahan. Apa mungkin ia salah lihat saat menemukan sosok Venus sedang berjalan sambil melihat ke semua arah.“Venus,” sebut Dion memperbaiki kacamatanya. Ia menurunkan topi pet sebelum berdiri dan merogoh dompet. Dion meletakkan pecahan uang 100 dolar untuk harga kopi dan makanan yang tidak lebih dari 50 dolar.Sambil melihat ke segala arah, Dion memastikan tidak ada yang mengekorinya. Ia berjalan cepat menuju Venus dan menarik tangannya.“Ahhk!” pekik Venus kaget saat seseorang menarik tangannya. Venus hendak berteriak tapi tubuhnya terdorong ke arah dinding. Rasa kagetnya bercampur ketegangan dan kebingungan.“Dion,” sebutnya pelan saat melihat sosok pria yang melepaskan topi dan kacamatanya.“Apa yang kamu lakukan di sini?” Dion mencecar Venus dengan kedua mata membesar. Venus spontan menampar Dion yang terdiam memalingkan wajahnya. Setelah beberapa saat, Dion perlahan kembali menatap Venus yang memandangn