“Sini anak Papa. Kiss Papa dulu, Sayang!” Dallas dan Kalendra bergantian memberikan ciuman di pipi pada Dion sebelum mereka akan tidur. Budhe Dewi kemudian datang dengan botol susu untuk dua anak Dion tersebut.Dallas langsung anteng begitu mendapatkan botol susunya. Ia sudah terbiasa tanpa sang Ibu. Dahulu Dion cukup kesulitan menghadapi Dallas yang tantrum ingin bertemu ibunya. Namun sekarang Dallas jadi lebih pendiam. Hal itu sempat membuat Dion sedikit merasa sedih dan miris.“Kowe wis mangan toh, Le?” tanya Budhe Dewi pada Dion yang sedang mengusap-usap punggung Dallas yang nyaris terlelap sambil menghisap botol susunya. Dion sedikit mendongak lalu tersenyum.“Sudah, Budhe.” Budhe Dewi tersenyum lalu membantu menidurkan Kalendra di ranjangnya yang tak jauh berada di sebelah Dallas. Dion mengecup kening Dallas sebelum berbalik pada Kalendra yang masih terjaga.“Ayo doa dulu sama Tuhan Yesus!” ajak Dion pada Kalendra yang berlutut di samping tempat tidurnya bersama sang ayah bersim
“Apa? teman? Maksudnya?” sahut Peter meninggikan suaranya. Ia kaget setengah mati dengan pengakuan Cindy mengenai bosnya. Tidak hanya Peter, Dion, Jasman dan Arion serta Kyle pun ikut kaget.“Cindy, jelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Pelan-pelan saja, jangan takut,” ujar Dion menambahkan. Cindy menarik napas panjang dan tersenyum kecut sebelum bicara.“Sebenarnya aku tidak takut pada Sebastian Arson. Hanya saja, aku sempat cemas jika dia akan mengadu pada Rex Milan soal jika aku bisa berbahasa Indonesia. Dia pernah memergokiku bicara dengan Peter menggunakan bahasa Indonesia─”“Kenapa kamu tidak pernah bicara soal itu?” sahut Peter memotong cepat.“Sebentar, Peter. Biarkan Cindy bicara semuanya dengan jelas.” Arion cepat menimpali. Peter pun sedikit mundur dan diam.“Lanjutkan, Cindy. Apa yang sudah dia lakukan padamu,” imbuh Arion lagi.“Sebenarnya tidak ada. Selama ini Sebastian cukup sopan, Rex Milan juga. Yang agak sedikit mengkhawatirkan hanya ... Nel? Pengawal itu? yang berku
Rex Milan masuk ke dalam kamar Venus setelah mengetuknya beberapa kali. Namun ternyata Venus tidak berada di dalam. Ia berbalik keluar dan bertanya pada salah satu pelayan.“Nyonya Venus sedang latihan di ruang gym, Tuan.”Kening Rex Milan sempat mengernyit meski ia kemudian mengangguk. Rex Milan pun berjalan ke ruang gym pribadi yang terletak di lantai bawah. Ia masuk ke dalam dan mencari Venus yang sedang berlatih di bawah pengawasan seorang dokter baru dan dikawal oleh Steven. Emerson juga berjaga di ruangan yang sama.“Venus?” tegur Rex Milan pada Venus yang sedang berjalan di mesin treadmil dengan kecepatan sedang. Venus mengenakan pakaian olahraga yang cukup seksi dan sudah berkeringat. Ia belum mendengar panggilan Rex Milan sama sekali.Rex Milan lalu menoleh pada Steven dan memberikannya kode untuk memanggil Venus. Steven mendekat lalu menyentuh lengan Venus dengan lembut dan berbisik padanya. Kening Rex Milan sedikit mengernyit dengan pandangan agak aneh pada cara Steven.“Ad
“Ahk, apa yang kamu lakukan? Lepaskan dia!” teriak Venus melerai pukulan Rex Milan pada Steven. Steven tidak sempat melawan karena Rex Milan menerobos masuk dan langsung menyerangnya.“Lepas!” hardik Venus lagi. Rex Milan melepaskan Steven yang terbaring di lantai memegang wajahnya. Topengnya terlepas dan bibirnya berdarah. Steven harus memegang pipinya agar topengnya tidak bergeser meskipun sudah sangat aman.“Apa yang kamu lakukan Rex Milan?”“Dasar brengsek! Beraninya kau masuk ke kamar ganti Istriku dan menyentuhnya!” bentak Rex Milan menunjuk pada Steven yang tertatih bangun dari lantai.“Jangan sembarangan menuduh, Rex! Dia tidak melecehkanku!” Venus ikut berteriak dengan suara lembutnya pada Rex Milan.“Apa? Apa kamu pikir aku buta tidak bisa melihat?” Rex Milan kembali balas memarahi Venus.“Maaf, Tuan Wilson. Aku tidak melakukan apa pun. Anda salah paham,” ujar Steven dengan wajah tertunduk kesakitan. Ia seperti takut menghadapi Rex Milan serta berlindung di balik tubuh Venus
“Apa kamu baik-baik saja? Apa sakit?” tanya Venus menyentuh wajah Steven yang membeku menatapnya. Venus menyunggingkan senyuman tipis nan lembut pada Steven.“Aku baik-baik saja, Nyonya,” jawab Steven setelah beberapa saat terdiam. Ia memegang tangan Venus agar tidak terlalu lama menyentuh wajahnya.“Biar aku obati luka di bibirmu ya─”“Sungguh, aku baik-baik saja.” Steven masih menolak.“Aku tidak akan menyakitimu, Steven. Jangan menolak. Sebentar.” Venus berdiri lalu mengambil tisu dan membasahinya. Barulah ia mendekati Steven lagi. Sebelah tangannya memegang ujung dagu Steven dan sebelah tangannya yang lain menyeka pelan ujung bibir Steven.“Nyonya─” Venus hanya memberikan senyuman dan makin mendekat. Ia semakin memangkas jarak pada Steven yang hanya bisa diam saja. Mata Steven menatap sendu pada wajah cantik Venus. Venus berhenti menyeka dan tetap berada di posisinya tidak melepaskan pandangan dari Steven.Entah magnet apa yang menarik Venus sampai ia makin mendekat hingga ujung h
Rex Milan pergi dengan kepala panas dan rasa cemburu di hatinya. Usai melihat adegan mesra Venus dan pengawalnya Steven, rasa curiga di hati Rex Milan tidak bisa terelakkan.Sesampainya ia di sebuah hotel tempat pertemuan dengan salah satu pemilik wilayah yang akan mereka beli, Rex Milan turun. Ia tergesa berjalan ke dalam mencari NLE Black dan Sebastian Arson.Keduanya telah tiba terlebih dahulu daripada Rex Milan yang sesungguhnya sudah terlambat.“Maafkan aku, tuan-tuan. Sepertinya, Tuan Wilson akan sedikit terlambat. Bagaimana jika kita memesan langsung makanan yang akan menjadi menu makan siang kita?” ujar Sebastian menawarkan pada dua tamunya.“Boleh saja,” jawab salah satu dari mereka.Saat Sebastian memanggil pelayan yang akan melayani, Rex Milan datang. Sebastian langsung menyadari dan berdiri.“Oh, akhirnya dia datang─” kedua tamu sudah ikut berdiri hendak bersalaman tapi Rex Milan malah memanggil NLE Black.“Nel, kemari kamu!”Rex Milan berbalik meninggalkan meja pertemuan
Steven menggenggam ponselnya setelah Seth menghubunginya perihal yang terjadi pada Rex Milan. Ia berpikir untuk mengambil keuntungan dari hal tersebut. Steven sudah akan menghubungi Jupiter King saat pintu di belakangnya terbuka. Rei dan Venus keluar, maka Steven pun memutuskan sambungan telepon yang sudah tersambung tapi tidak sempat bicara.“Tuan Steven, aku ingin bicara sedikit padamu tentang Adikku, Venus,” ujar Rei pada Steven yang kemudian mengangguk dengan sopan.“Venus akan kembali meluncurkan album terbarunya. Jadi aku mau pengamanan yang eksklusif untuknya. Uhm, mungkin kamu harus menambah anggota?” Rei sedikit melirik pada Emerson yang datang mendekat. Steven mengerti yang dimaksudkan oleh Rei. Ia mengangguk untuk mengiyakan.“Baiklah, Tuan Harristian. Aku akan memberitahukan hal ini pada Tuan Black─”“Siapa nama bosmu?” tanya Rei dengan raut serius. Venus terus memperhatikan kakak dan pengawalnya bergantian.“NLE Black.” Kening Rei sontak mengernyit dalam.“Namanya seperti
Beberapa pasang mata memperhatikan Steven kala ia masuk ke dalam coffee shop bersama Venus dan Emerson. Posisi Emerson di belakang dan Steven di sebelah Venus menjadikannya pusat perhatian. Terlebih wajah Steven yang mengenakan topeng untuk menutupi parut luka di wajahnya, begitu membuatnya berbeda. Steven tampak malu dan sedikit menurunkan pandangannya. “Kita bisa duduk di sini, Nyonya.” Steven mempersilakan Venus yang kemudian mengangguk. Emerson memanggil salah satu pelayan yang kemudian mencatat pesanan mereka. Dan Venus pun memesan yang disebutkan Steven di mobil beberapa saat lalu. “Aku sudah lama tidak ke tempat umum dengan banyak orang. Ini pertama kalinya setelah kebakaran itu, Nyonya.” Steven mengaku. Venus tersenyum lembut sambil melipat kedua tangannya di atas meja. “Jangan malu. Kamu kan bukan penjahat,” balas Venus masih tersenyum. Steven kembali menaikkan pandangannya menatap Venus. Venus tidak pernah kehilangan sisinya yang sangat menghargai orang lain. Ia memiliki h