Share

7. Cincin Pernikahan

Saat ini Samantha dan Dante sedang duduk di dalam sebuah ruangan khusus bersama dua orang staf yang menjelaskan dengan detail perihal cincin yang direkomendasikan. Samantha tidak tahu jika di dunia ini ada hal-hal semacam ini. Saat Dante menyuruhnya datang ke mari untuk memilih cincin pernikahan, Samantha mengira mereka akan memilihnya di counter depan.

Samantha tahu, Dante adalah pria kaya raya. Tetapi Samantha sama sekali tidak menduga jika pria itu akan begitu totalitas seperti sekarang. Padahal Dante bisa saja memberikan sebuah cincin yang sederhana mengingat pernikahan mereka hanya sebatas kontrak.

“Aku tidak tahu harus memilih cincin yang mana. Bagaimana menurutmu?” Samantha menatap Dante yang duduk di sampingnya.

Semua cincin yang direkomendasikan begitu berkilau. Samantha berani bertaruh jika cincin-cincin tersebut memiliki harga yang sangat fantastis. Ia tidak memiliki keberanian untuk memilih.

“Jangan menanyaiku. Jika ada cincin yang kamu suka, langsung katakan saja pada mereka,” sahut Dante kemudian meraih ponsel yang bergetar di sakunya. Ada panggilan telepon dari Jasper, pria itupun segera beranjak untuk menerimanya.

Samantha tersenyum canggung pada staf wanita yang saat ini berlutut di hadapannya. Ada apa dengan semua pelayanan ini? Haruskah mereka berlutut seperti itu sementara Samantha duduk di atas sofa? Membuatnya merasa tidak nyaman saja.

“Uhm, aku akan memilih ini saja.” Samantha menunjuk salah satu cincin yang cukup sederhana di antara cincin lainnya.

“Baik, Nona.” Staf wanita itupun memberikan cincin pilihan Samantha pada rekannya untuk dikemas.

Sementara Dante membayar cincin pernikahan tersebut, Samantha duduk menunggu dengan sabar. Dalam benaknya, gadis itu dibuat tersadar jika dunianya dengan Dante benar-benar berbeda. Melihat Dante mengeluarkan kartu berwarna hitam miliknya untuk membayar, Samantha hanya bisa tersenyum getir.

“Kamu sudah tidak ada pekerjaan lagi, ‘kan? Karena selanjutnya kita akan memilih kue pernikahan.”

Suara bariton Dante lagi-lagi membuat Samantha merinding. Jujur saja, pria dengan suara berat seperti Dante adalah tipe ideal Samantha. Maka dari itu, setiap kali Dante berbicara, Samantha selalu saja hampir teralihkan.

Samantha hanya menggelengkan kepala. Seolah ada sesuatu yang membekap mulutnya hingga tak mampu bersuara. Ia pun segera berdiri menyusul Dante yang lebih dulu melenggang keluar ruangan.

Dua dari tiga hal dalam rencana yang Dante tetapkan untuk melakukannya bersama Samantha sudah selesai dilakukan. Tersisa satu hal lagi hingga Dante benar-benar terbebas dari hal merepotkan itu. Memilih kue pernikahan. Ya! Kue! Satu-satunya makanan yang tidak Dante sukai.

Sekarang mereka sedang dalam perjalanan menuju vendor kue pernikahan yang direkomendasikan Jasper. Well, sebenarnya segala sesuatu tentang pesta pernikahan sudah diatur oleh pria bernama Jasper itu. Dan Dante hanya tinggal mendatangi tempatnya.

“Sebenarnya besok malam aku berencana untuk mengajakmu bertemu orang tuaku dan makan malam bersama.” Dante tiba-tiba membuka suara.

Samantha menoleh ke samping, menatap Dante, namun tidak bersuara sepatah kata pun.

“Aku akan menjemputmu satu jam sebelum makan malam. Jadi, pastikan pekerjaanmu sudah selesai sebelum aku datang menjemput.”

“Aku mengerti, Tuan Adams.” Samantha menyahut lesu. Entah mengapa kepalanya tiba-tiba pusing.

“Berhenti memanggilku Tuan Adams. Mulai sekarang panggil aku Dante. Apa yang akan orang-orang pikirkan saat mendengarmu memanggilku seperti itu.” Dante menggeleng heran. Ditatapnya Samantha yang hanya duduk diam dengan wajah sedikit pucat. “Ada apa denganmu?”

“Entahlah, aku tiba-tiba merasa pusing.” Samantha menyandarkan kepalanya. Lalu sesaat kemudian terdengar suara dari perutnya.

“Sepertinya kamu kelaparan.” Dante menegur suara keroncongan yang berasal dari perut Samantha, sedetik kemudian pria itu memutar balik mobilnya.

Karena Dante tiba-tiba menghubunginya, Samantha jadi tak sempat makan siang. Gadis itu langsung bergegas pergi begitu sesi pemotretan berakhir. Sebenarnya Samantha juga tidak sarapan tadi pagi, maka dari itu ia merasa sangat kelaparan.

Tak berselang lama kemudian Dante membelokkan mobilnya ke sebuah restoran. Ia jelas bukan pria jahat yang akan membiarkan seorang rekannya pingsan karena kelaparan. Sekali lagi, Dante dan Samantha adalah rekan.

“Kurasa tempat ini bukan vendor kue pernikahan,” gumam Samantha saat mobil Dante berhasil terparkir.

“Lekas turun jika kamu tidak ingin benar-benar pingsan karena kelaparan.” Dante membuka pintu mobilnya kemudian keluar dari kendaraan roda empat itu.

Dengan senang hati Samantha mengekori Dante yang berjalan masuk ke dalam restoran. Dante memang membawanya ke dunia yang berbeda. Biasanya Samantha hanya akan mengunjungi tempat yang menjual makanan dengan harga murah untuk makan siang, bukan restoran dengan bangunan serta furniture yang sangat bagus seperti ini.

“Pesanlah sesukamu. Aku yang traktir,” kata Dante saat mereka baru saja duduk.

Samantha terlihat senang. “Terima kasih, Dante!” serunya dengan mata berbinar, tersenyum menatap Dante yang duduk tepat di seberang.

Dante hampir menahan napas saat mendengar Samantha menyerukan namanya sambil tersenyum seperti tadi. Rasanya seperti ia baru saja melihat gadis itu dari sisi yang berbeda. Sejauh ini Samantha banyak diam dan terlihat frustasi. Dante benar-benar tidak menduga jika gadis itu terlihat begitu cantik saat tersenyum.

Samantha masih tak melunturkan senyum di bibirnya saat menyebutkan menu yang ia pilih.

“Aku ingin lobster roll, chicken salad sandwich, blackberry mint cooler, dan …,” Samantha bergumam pelan kemudian beralih menatap Dante, “boleh aku memesan brownie sundae juga, Dante?” tanyanya pada pria itu.

Dante mengangguk pelan. “Ya, sure!” sahutnya kemudian mengunci pandangan pada Samantha yang kembali antusias saat berinteraksi dengan pelayan.

Tanpa Dante sadari jika sekarang kedua matanya tengah berbinar. Semakin lama ia menatap Samantha Rayne, semakin ia terjatuh ke dalam pesona gadis itu. Samantha memiliki senyum yang begitu menawan serta memabukkan, Dante tidak bisa menampik hal tersebut.

“Kamu tidak memesan, Dante?”

Suara lembut Samantha membuyarkan lamunan Dante. Entah mengapa Dante merasa sangat suka saat gadis itu memanggil namanya seperti demikian.

“Tidak. Aku sudah makan siang. Aku akan memesan minuman saja.” Dante pun menyebutkan minuman yang diinginkannya.

“Baik, pesanan kalian sudah dicatat. Mohon menunggu,” kata pelayan kemudian pergi meninggalkan meja Dante dan Samantha.

Dante bergumam pelan dan tiba-tiba salah tingkah sendiri. Pria itu sampai mengerang dalam hati sebab merasa sangat konyol dengan dirinya. ‘Ada apa denganku?’ geramnya dalam hati.

“Uhm, apa—”

“Dante?”

Seorang gadis berambut panjang menghampiri Dante. Gadis itu terlihat terkejut tetapi juga merasa senang dalam satu waktu.

“Senang sekali melihatmu hari ini!” seru gadis berambut panjang kemudian hendak menghamburkan diri memeluk Dante.

“Apa yang kamu lakukan!” ucap Dante tak senang, menangkis gadis yang hendak memeluk dirinya.

“Ayolah, jangan selalu jual mahal.” Gadis berambut panjang berujar dengan suara manja, lalu matanya tak sengaja menangkap keberadaan Samantha. “Siapa gadis ini?”

Samantha tersenyum simpul namun gadis berambut panjang tersebut langsung menanggapinya dengan memutar kedua matanya. Ia sama sekali tak senang melihat Samantha duduk bersama Dante di meja ini.

“Dante, aku tanya siapa gadis yang bersamamu ini?!” Gadis itu terdengar tak sabar dan menuntut jawaban dari Dante.

Dante tersenyum santai. “Karena kamu bersikeras ingin tahu, maka aku akan memberi tahumu. Dia adalah calon istriku, Samantha Rayne.”

Gadis berambut panjang sontak membelalakkan mata. “Apa?! Calon istrimu?!”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status