Abel menahan napas saat rumah yang dia tempati berubah dalam setengah malam saja. Bagaimana bisa pagi ini rumah sudah di dekor secantik ini dan dari mana asalnya baju pernikahan sudah ada di dalam kamarnya dan para MUA yang sudah siap untuk meriasnya. Semua ini membuat Abel gila!
"Nona, silahkan kami akan membantu Anda bersiap!" Abel hanya bisa diam dan lagi-lagi menurut, dia merasa geli saat sapuan make up di wajahnya. Apa yang sebenarnya akan mereka lakukan.Setelah satu jam membantu persiapan dan segala macamnya kini Abel sudah siap dengan gaun pernikahan putih yang dia kenakan dan make up natural di wajahnya. Membuat Abel terlihat sangat cantik seperti barbie. Para MUA sendiri kagum dengan wajah cantik Nona muda mereka. Setelah pekerjaan selesai mereka segera pergi tinggal lah Abel seorang diri dalam kamar itu.Abel bahkan tak percaya jika pantulan cermin yang dia lihat adalah dirinya sendiri. Abel meraba wajahnya, sungguhkah dia akan menikah hari ini? Abel akan menjadi istri orang lain? Abel tidak pernah membayangkan jika dia akan menikah dengan pria yang sama sekali tidak dia cintai.Sedangkan di lantai bawah, tidak banyak orang hanya keluarga inti saja dan bapak penghulu. Orang-orang kepercayaan Leon yang menjadi saksi dan juga sahabatnya yang baru pulang dari luar negeri, Farel. Tidak seperti pernikahan pada umumnya memang inilah yang menjadi keinginan Leon, dia tidak ingin pernikahannya tersorot media.Leon menatap tegas ke arah bapak penghulu dengan lantang dan sekali napas Leon dapat mengucapkan ijab qabulnya dengan benar. Suasana di sana terlihat cukup menggembirakan terlebih Kakek Abi yang sangat bahagia melihat cucu satu-satunya sudah menikah. Kakek Abi menghampiri Leon memberikan pelukan singkat pada cucunya.Lalu tak lama Abel turun, membuat perhatian mereka semua berpusat padanya. Abel terlihat sangat cantik, bahkan semua orang di buat takjub begitu pun dengan Leon yang tak berkutik melihat kecantikan Abel. Gadis kumuh yang dia beli kini menjadi seorang bidadari."Buset, kakak ipar gue cakep bener. Lo nemu yang modelan kayak gini di mana, Le? Gue juga mau," Celetuk Farel yang langsung mendapat tatapan tajam dari Leon.Abel hanya diam dia mengulas senyum tipis ke arah mereka lalu duduk di sebelah Leon. Melihat keterdiaman pria itu membuat Abel menghembuskan napas panjang. Dia mendekatkan wajahnya ke arah Leon ucapannya berhasil membuat Leon memalingkan wajahnya."Saya tahu Anda kagum dengan kecantikan saya, Tuan. Akan, tetapi tidak bisakah segera mengakhiri semua ini!"Leon berdehem segera memasangkan cincin di jari Abel begitu pun Abel yang mulai memasangkan cincin di jari tangan Leon. Kini keduanya telah menjadi pasangan suami istri. Leon sempat tertegun saat Abel menyalami tangannya entah kenapa tubuhnya terasa kaku."Cium! Cium! Cium!" Teriakan dari Farel mengundang sorakan dari tamu yang lain, orang-orang terdekatnya membuat Leon menghunuskan tatapan tajamnya. Terlebih Kakek Abi mendukung untuk Leon mencium Abel di hadapan mereka semua.Abel sendiri sudah merasa gugup, saat tangan Leon dengan cepat menarik tengkuknya dan benda kenyal itu mulai menempel di bibirnya. Awalnya Leon memang hanya menempelkannya saja, tetapi siapa yang mengira jika Leon memperdalam ciuman mereka. Leon melepas bibir ranum itu meskipun sedikit tidak rela, entah apa yang membuatnya semakin memperdalam ciuman mereka."Kau tahu Tuan, Anda sudah mengambil ciuman pertama saya!" ucap Abel dengan jarak keduanya yang sangat dekat.Leon tersenyum smirk, mungkin karena itu ciuman gadis itu sangat buruk. Leon kembali mendekatkan wajahnya semakin dekat sampai hidung keduanya saling bersentuhan. Kedua mata Abel membulat dia sudah akan mundur. Dia takut jika Leon melakukan hal yang macam-macam, melihat sikap Leon yang sangat buruk membuat Abel sedikit tertegun saat dia mendapati sedikit kelembutan pria itu. Namun, ucapan Leon kali ini sungguh membuatnya sebal."Karena itu ciumanmu sangat buruk!" ucapnya datar.Abel menghembuskan napas kesal segera menjauhkan wajahnya sedangkan semua para tamu tertawa melihat tingkah menggemaskan pengantin baru ini. Padahal mereka tidak melihat faktanya seperti apa. Setelah sesi foto acara pernikahan mereka sudah berakhir begitu saja.Abel dan Leon menemui Kakek Abi yang sudah menunggu di ruang keluarga. "Leon, Abel, selamat untuk pernikahan kalian. Ini hadiah yang kakek berikan untuk kalian berdua. Ambilah, semoga kalian menyukainya!" Abel dengan ragu mengambilnya karena perintah dari mata tajam Leon."Malam ini kakek akan menginap di sini mungkin selama satu minggu. Leon, kamu sudah meminta bibi untuk memindahkan barang-barang Abel ke dalam kamarmukan?" Leon menganggukkan kepalanya tidak ingin membuat Kakek Abi curiga.****Abel merasa gugup menunggu Leon yang masih berada di kamar mandi. Ingin segera tidur, hanya saja ranjang yang ada di kamar ini hanya satu. Tidak mungkin mereka akan tidur satu ranjang, Abel harus berjaga agar pria seperti Leon tidak dapat memanfaatkan keadaan seperti ini. Abel pun merasa takut jika nanti Leon tiba-tiba membunuhnya meski pun itu tidak mungkin terjadi."K-kau, di mana pakaianmu. K-kenapa kau bertelanjang dada!" Abel segera memalingkan wajahnya begitu melihat Leon keluar hanya dengan handuk yang melilit di pinggangnya.Leon menatapnya datar dia sendiri terkejut melihat keberadaan Abel di kamarnya. Hampir melupakan jika mereka baru saja menikah dengan asal Leon melemparkan handuk yang ia kenakan untuk rambutnya dan terjatuh tepat di kepala Abel. Membuat gadis itu semakin kesal."Kau memang wanita yang bodoh!" ucap Leon sebelum masuk ke ruang ganti. Bola mata Abel melotot, berani sekali pria itu mengatainya bodoh."Hei Tuan muda! Kau tidak mengenalku tapi berani sekali mengatai diriku bodoh. Kau menghina juara kelas berturut-turut dari SD!" kesal Abel.Abel menguap mulai merasa ngantuk, dia mengambil bantal dan juga selimut memutuskan untuk tidur di sofa. Untungnya sofa di kamar Leon cukup besar sehingga cukup untuk ia gunakan tidur. Meskipun keesokan harinya dia akan merasa sedikit pegal pada tubuhnya.Leon keluar dari ruang ganti, melihat Abel yang memilih untuk tidur di sofa. Ia membiarkannya mengambil laptop miliknya lalu mulai melanjutkan pekerjaannya. Sampai terdengar suara Abel yang mengigau ketakutan lalu tak lama terdengar isakan tangisnya.Leon segera bangkit meletakkan laptop miliknya di meja. Menghampiri Abel yang terus menggelengkan kepalanya dan mengucapkan kata ampun, dengan kedua mata yang masih terpejam. Leon memejamkan matanya kedua tangannya terkepal dia benci mendengar suara tamgisan wanita. Tanpa hati dia menguncangkan tubuh Abel dengan kasar mencoba untuk membangunkan gadis itu. Namun, terasa sangat sulit. Membuat Leon semakin kesal sampai dia mengucapkan kalimat legendnya mampu membuat Abel terbangun."Bangun atau aku akan melenyapkanmu!"Abel yang masih terbawa mimpinya masih saja terisak dan tanpa sadar dia memeluk tubuh Leon erat. "Tolong aku, aku takut!" ucapnya dengan suara bergetar. Leon mengepalkan tangannya, dia sungguh membenci suara tangisan wanita. Kedua matanya terpejam Leon mencengkram tubuh Abel yang memeluknya. Anehnya tidak membuat gadis itu merasa sakit justru semakin menempel kepadanya. "Hentikan tangisan jelekmu itu, aku tidak segan merobek mulutmu saat ini juga!" ancam Leon. Tidak ada respon, tangisan Abel pun sudah terhenti. Leon lantas menatap ke arahnya ia sedikit terheran saat melihat gadis itu sudah kembali tertidur lelap. Leon menghembuskan napas panjang, ia berdecak kesal. "Menyusahkan!" Leon mengangkat tubuh Abel membaringkannya di ranjang. Ia menatap lama wajah lelap gadis itu yang beberapa menit yang lalu berteriak dan menangis ketakutan. Kini terlihat seperti bayi yang sangat lelap dengan tidurnya. Leon mengusap wajah kasar dia tidak akan terpikat dengan Abel, tidak akan pernah! Leo
Leon menghempaskan tubuh Abel ke ranjang dia mengambil tisu lalu mengusap tangannya bekas menyentuh Abel tadi. Membuang tisu itu ke sembarang tempat, Abel yang melihat itu merasa kesal. Apakah dia kotoran sampai Leon bersikap sangat berlebihan seperti itu. "Dasar Pak tua sombong! Memang siapa yang mau menyentuhnya lagian dia duluan yang menyentuh tubuhku," gerutu Abel. "Aku sudah memperingatkanmu! Masih berani memakiku, hm?" Jantung Abel hampir lepas saat Leon tiba-tiba mengukung tubuhnya, jarak wajah mereka sangat dekat. Membuat Abel dapat melihat dengan jelas kedua netra gelap milik Leon yang menatapnya sangat tajam. "A-aku tidak memakimu, lepas! A-apa yang kau lakukan." Ucapan Abel tergagap membuat Leon tersenyum miring, tangannya mengusap rambut Abel pelan lalu semakin kuat bahkan sampai terasa seperti jambakan. "Aku benci rambut panjang, kau tahu harus melakukan apa, Baby?" Abel mendesis sakit akan jambakan tangan Leon pada rambutnya dia
Kedua mata Abel terpejam saat Leon semakin mendekat ke arahnya. Jantungnya berdegub sangat kencang saat merasakan benda dingin menari di wajahnya. Kedua mata Abel mencoba terbuka sedikit untuk melihatnya betapa terkejutnya ia saat melihat pisau kecil di tangan Leon. Abel yang akan berteriak suaranya tercekat begitu saja. Tatapan mata Leon sangat menyeramkan. Ya Tuhan apakah hidupku akan berakhir hari ini juga! batin Abel. Leon tersenyum devil, pisaunya menari di wajah Abel satu tangannya bergerak lalu dengan cepat pintu kamar yang hampir rusak itu tertutup dengan rapat. Meninggalkan Abel dan Leon berdua, Abel pasrah. Dia benar-benar tidak perduli jika hidupnya akan berakhir hari ini juga. "Katakan yang sejujurnya, apakah kau mengenal wanita itu?" tekan Leon, pisaunya tepat ia arahkan pada leher Abel. Leon benar-benar akan membunuhnya sedangkan Abel dia memberanikan diri menatap mata tajam Leon. "Siapa? Ibumu? Jika memang aku mengenalnya apakah kau akan membunuhku? Bunuh saja aku L
"Selamat pagi suamiku!" Leon yang baru saja terbangun terkejut melihat wajah Abel yang sangat dekat dengannya, yang semakin membuatnya terkejut adalah Abel berani mencium pipinya.Abel tersenyum sangat ceria, dengan berani menarik tangan Leon agar segera bangun. "Segeralah mandi, aku sudah menyiapkan air untukmu. Aku akan turun untuk membuatkan kamu sarapan!" ucap Abel dengan suara cerianya. "Berani sekali dia menciumku!" Leon mengusap pipinya kasar lalu masuk ke kamar mandi. Kali ini ia kembali dibuat kebingungan. Air yang Abel siapkan baunya sangat harum dan di bak mandi bertabur banyak sekali bunga mawar. Apakah karena kejadian semalam membuat otak Abel tergeser? Kenapa pagi ini dia menjadi sangat aneh. Leon memejamkan matanya, aromaterapi yang Abel berikan baunya memang sangat harum. Leon menyukainya, dia mandi lebih lama dari biasanya. Tubuhnya yang pegal terasa lebih baik sekarang, Leon segera keluar karena dia akan ada rapat pagi ini. "Aku sudah menyiapkan pakaian untukmu,
Abel terlihat sangat cantik dengan gaun hitam yang sangat pas di tubuhnya, gaun sepanjang mata kaki dengan belahan sampai paha. Rambut yang di gelung ke atas menunjukkan leher jenjangnya. Make up tipis di wajahnya membuat wajah Abel berkali lipat terlihat cantik. Kini dia tinggal menunggu kedatangan Leon. "Anda sangat cantik, Nona!" puji perias Abel, sembari menundukkan kepalanya. Abel tersenyum tipis menatap pantulan dirinya di cermin, dia memang terlihat cantik dan menawan. Abel sangat yakin dengan kesempurnaan paras yang Tuhan berikan mampu membuat Leon terpesona kepadanya. Cepat atau lambat Leon akan bertekuk lutut di hadapannya. Pintu kamar terbuka, kedatangan Leon membuat mereka semua segera pergi kecuali Abel yang mengulas senyum manis ke arah Leon. "Suamiku, kau sudah kembali!" Abel berjalan mendekat ke arahnya membantu melepaskan jas yang Leon kenakan. Leon menatapnya intens, menepis tangan Abel dari tubuhnya lalu masuk ke dalam kamar mandi. Abel yang melihat itu berdecak
Bugh! Abel menutup mulutnya begitu Leon melayangkan pukulan di wajah Aldi sampai pria itu terpental. Ia terdiam kaku tak bisa berbuat apa pun saat seorang wanita menahannya dan Leon terus memukul Aldi secara membabi buta. Anehnya tidak satu pun dari mereka berani melerainya. "Leon hentikan!" teriak Abel, kedua matanya berkaca-kaca dia takut melihat Aldi yang sudah berlumur darah.Abel menyentak tangan wanita yang menahan lengannya berlari ke arah mereka dia melindungi Aldi yang hampir mendapat pukulan lagi dari Leon. "Ku mohon hentikan!" ucap Abel dengan suara bergetar. Napas Leon memburu, kedua tangannya mengepal menatap Abel dengan tatapan membunuhnya. "Kau bahkan sampai memohon untuk pria itu!" Leon menggendong tubuh Abel bak koala meninggalkan pesta itu begitu saja. Tangannya mencengkram pinggang Abel membuat gadis itu meringis. Leon melempar tubuh Abel ke dalam mobil. Dia mengemudikan mobil itu sendiri dengan kecepatan yang tinggi. "Leon kau gila, hah! Pelan kan laju mobilmu
"Pasien membutuhkan darah secepatnya. Golongan darah O negatif sedang habis di rumah sakit ini!" jelas Pak Dokter.Kedua tangan Leon mengepal, dia menatap tajam pada dokter pria tersebut membuatnya langsung menunduk ketakutan. "Cepat carikan pendonor untuk istriku, jika sampai dia kenapa-napa nyawamu taruhannya!" ucap Leon semakin membuat tubuh dokter itu bergetar. Leon segera menghubungi nomor anak buahnya agar segera mencarikan donor darah untuk Abel. Leon menghembuskan napas panjang. Dia tidak menyangka jika Abel akan melakukan hal senekat ini. "Tenanglah, Baby. Kau akan selamat, aku Leonardo Richard tidak akan membiarkan mangsaku mati dengan mudah." Leon tersenyum miring, dia meninggalkan rumah sakit untuk menemui seseorang yang mungkin bisa membantu dirinya. ****"Nyonya, Anda baik-baik saja?" Marshanda memegang kepalanya yang sedikit pusing dia merasakan sakit pada dadanya. Marshanda tidak dapat mengingat jelas apa yang sudah terjadi kepadanya. "Safira, di mana aku? Apa yang
"Bagaimana mungkin wanita itu masih hidup!" Botol berisi wine dia lempar, sampai terdengar suara pecahan yang cukup nyaring. Dia terlihat sangat murka saat mengetahui musuhnya masih hidup. Kedua tangannya mengepal, matanya menyorot tajam pada sebuah foto keluarga yang dia tusuk dengan pisau. Ia tersenyum miring. "Aku tidak akan membiarkan hidupmu bahagia. Setelah kau menghancurkanku, kau akan melihat bagaimana mereka menatapmu dengan penuh kebencian.""Siapkan tiket untukku, sudah saatnya aku bertemu dengan dia." ****Leon menatap Abel yang masih terbaring lemah di atas ranjang. Sudah tiga hari dan gadis itu belum juga sadarkan diri, entah mengapa dia mulai merindukan ocehan Abel yang tidak berguna. Setelah gadis itu bangun apakah dia akan sangat membencinya. Selamat pagi suamiku! Aku hanya ingin membuat suamiku jatuh cinta kepadaku. Ucapan Abel tempo hari lalu terngiang di kepala Leon, dia menghembuskan napas kasar menatap lekat wajah cantik istrinya. "Bangunlah! Kau tidak ingin