Tarik napas dalam-dalam kemudian keluarkan secara perlahan. Ya, lakukan terus menerus sampai kau tenang dan bisa bernapas dengan normal.Itu kata-kata yang selalu diucapkan pelatih public speaking-nya kapanpun ia mulai merasa gugup.Cahaya sudah melakukannya selama beberapa menit terakhir dan bukannya tenang tingkat kegelisahannya justru semakin meningkat tajam. Cahaya kembali melakukan teknis pernapasan diafragma seperti yang diajarkan trainernya. Setelah merasa sedikit lebih tenang Cahaya berdiri di depan cermin besar dalam kamar suite-nya.“Baiklah, ucapkan dengan perlahan dan lakukan dengan cepat,” ucap Cahaya pada bayangannya sendiri. Cahaya bisa melihat seorang wanita muda yang kelihatannya seperti ingin pingsan.Kata-kata pelatihnya kembali menari-nari di kepalanya.“Yang penting bukan kata-kata yang ingin kau ucapkan, tapi bagaimana bahasa tubuh dan suaramu saat mengucapkan kata-kata itu. Ingat, kalimat positif sekalipun bisa berubah maknanya jika diucapkan dengan nada yang sa
“Kau menjadi besar kepala hanya karena Alex menunjukmu mewakilinya berbicara di depan semua orang. Lagakmu seperti nyonya besar, kau tahu kau itu menjijikkan?”Inilah tepatnya yang sangat Cahaya hindari. Ia lelah harus menghadapi orang-orang yang selalu berpikiran buruk tentangnya. Cahaya mengibas rambutnya ke balik bahunya berusaha tidak terlihat terintimidasi saat membalas ucapan Elena.“Sebenarnya itu bukan urusanmu, Elena, kalau kau tidak setuju bicarakan saja dengan Alex, jangan mengeluh padaku karena kau tahu dengan jelas itu tidak ada gunanya.”“Dasar jalang! Kau pikir menikah dengannya akan membuka jalanmu untuk menguasai harta keluarga Hardin!” mata Elena melebar marah. Jari telunjuknya yang teracung mengarah tepat ke wajah Cahaya.“Kau boleh bangga karena suamimu memimpin perusahaan ini, Jalang, tapi yang harus kau ingat adalah kalau semua ini akan segera berakhir. Kau seperti biasa akan kembali kejalanan, ke tempatmu yang menyedihkan itu.”Cahaya menyapu pandangan, memastik
Cahaya mendongak, menatap Alex dengan mata cokelatnya yang jernih, menunggu pria itu menjawab pertanyaannya. Ia sudah penasaran dan ingin menanyakannya sejak hari pertama mereka menikah, tapi Cahaya tidak punya keberanian. Malam ini akhirnya ia bisa mengumpulkan segenap keberaniannya dan mengutarakan kegelisahannya—setelah kejadian memalukan yang tak sengaja ia lihat.Siapa yang tidak cemas jika suamimu tidak tertarik padamu? Bayangan saat ia melihat ayah mertuanya sendiri bergumul panas dengan mantan kekasih putranya sudah cukup membuat Cahaya membayangkan hal-hal aneh yang akhirnya mengusik ketenangannya.“Kenapa tiba-tiba menanyakannya?” lengkungan alis Alex yang sempun meninggi.Nah!“Hari ini…aku melihat sesuatu,” akunya, sekarang tidak berani menatap Alex.“Melihat apa?”Sekaranglah saatnya, usul dewi batinnya yang sedang siaga. Cahaya memejamkan matanya, mengumpulkan kepingan keberaniannya yang mulai berserakan. Ia mendongak, menatap alngusng ke dalam gelapnya mata hitam Alex.
Cahaya menarik tangannya dari atas tubuh kekar yng berbaring bersamanya di atas ranjang. Seulas senyum lebar tergambar di wajahnya yang cantik. Cahaya mengamati wajah Alex yang terlelap. Bulu matanya yang lentik, bibirnya yang penuh, rahang tegas yang mempertontonkan kekuatan dan juga kekuasaan.Sampai hari ini Cahaya masih tidak mengerti bagaimana takdir akhirnya mempertemukan mereka. Dua orang asing terlibat dalam pernikahan yang direncanakan dan ternyata….kenyataannya tidak seburuk yang dibaca di novel-novel. Alex jelas bukan pria bermulut pedas dan juga angkuh (ini masih diperdebatkan sebenarnya). Alex melindunginya dan selalu bersikap baik padanya. Dan itu sudah cukup untuk saat ini.Cahaya menyingkirkan selimutnya. Alex pasti kelelahan dengan semua pekerjaannya. Tidak biasanya dia tidur sampai jam seperti ini. Cahaya masuk ke kamar mandi dan mulai membersihkan diri. Hari ini dia ingin pergi ke studio. Ia akan membuat sesuatu. Sudah lama ia tidak menggunakan kuas dan Cahaya rindu
Awan gelap yang menghiasi langit tampak menyembunyikan badai besar dibaliknya. Matahari tidak lagi menunjukkan sinarnya bahkan angin kencang seolah mendukung suramnya hari yang kini menyelimuti arena pemakaman.Mobil-mobil mewah berjejer menghasi area parkir. Wajah-wajah kaku dengan kacamata hitam besar yang menyembunyikan ekspresi dibaliknya mulai meninggalkan area pemakaman. Ada banyak ucapan belasungkawa tapi Cahaya yakin hanya segelintir orang yang benar-benar kehilangan.Cahaya menatap tubuh kaku Alex yang berdiri di sampingnya. Kokoh bagai patung tak bernyawa. Cahaya sudah pernah merasakan bagaimana pedihnya kehilangan orang-orang yang dicintai karena semua orang yang Cahaya sayangi telah meninggalkannya sehingga ia paham seperti apa perasaan Alex sekarang.Pria itu tidak menangis. Sama sekali tidak ada air mta, tapi Cahaya tahu dengan sangat baik kalau Alex kehilangan. Kakek Alfred adalah satu dari sedikit orang yang dikagumi sekaligus dihormati Alex. Cahaya tahu hal itu bahkan
Seharian ini Alex mengacuhkannya. Pria itu sibuk dengan dunianya sendiri. Begitu tiba di Mykonos, Alex sama sekali tidak membuang waktu. Dia masuk ke dalam kamar yang keberadaannya belum pernah Cahaya masuki dan sampai sekarang belum keluar.Cahaya mondar-mandir di kamarnya—atau kamar mereka lebih tepatnya. Sudah 12 jam berlalu sejak kedatangan mereka ke pulau ini yang berarti sudah selama itu Alex terjebak di sana. Sebenarnya apa yang dia lakukan di kamar itu atau yang lebih membingungkan apa yang mereka lakukan di sini?Cahaya gelisah takut terjadi sesuatu, tapi suasana hati Alex yang gelap menyurutkan keberaniannya untuk mendekati pria itu.“Ayolah, Cahaya, dia suamimu sendiri, memangnya apa yang bisa terjadi?” Cahaya bergumam sendiri saat berdiri di depan kamar tempat Alex mengurung diri.Cahaya menarik napas dalam-dalam kemudian mengetuk.“Alex….”Tidak ada jawaban selain keheningan, Cahaya kembali mengetuk sampai beberapa kali hanya untuk mendapatkan jawaban yang sama. Takut ter
Inilah pertama kalinya semua keluarga Hardin berkumpul dalam satu ruangan. Cahaya bahkan ingat kalau kedua orang tua Kavin tidak menghadiri pernikahan mereka, tapi sekarang sepasang suami istri itu tengah duduk dengan tenangnya di antara semua orang seolah ini hanya pertemuan rutin yang biasa dilakukan.Begitu mendapat telepon dari pengacara Kakek Alfred, ia dan Alex bergegas pulang dari Mykonos dan meski Cahaya sudah melakukan semua cara untuk membujuk Alex agar pria itu mengatakan alasan kenapa mereka harus pulang secepatnya, Alex menolak menjawabnya sampai sekarang. Jadi di sinilah mereka, duduk di sofa keluarga di antara semua yang hadir.Cahaya mengamati satu persatu wajah yang ada di hadapannya. Meski bukan ahli dalam membaca wajah tapi Cahaya harus mengakui dengan berat hati kalau duka jelas tidak ada di wajah mereka semua.Mungkin yang dikatakan Alex benar bahwa tidak seorang pun yang berduka kehilangan Kakek Alfred. Dan Cahaya tidak bisa tidak merasa sedih untuk pria tua itu,
“SIALAN‼”Suara gelas yang pecah menggema memenuhi ruang tamunya yang mewah. Cairan merah pekat dengan cepat membasahi lantai marmer yang dilapisi karpet berwarna putih. David mulai berjalan mondar-mandir membuat ketiga orang yang kebetulan satu ruangan dengannya menatapnya dengan waspada seolah David bisa saja menyerang mereka dan berubah menjadi gila.“Wanita sialan itu mendapatkan warisan, bisa kalian bayangkan kegilaan itu! dan seakan belum cukup gila anak yang belum jelas keberadaannya mendapatkan bagian saham juga? Apa ada yang lebih sinting dari itu?” teriaknya marah.Kedua tangan David mengepal sangat erat. “Alfred bodoh itu benar-benar tahu bagaimana membuat kita kesal rupanya.” Tawanya pecah, namun, tidak seorangpun di ruangan itu yang kelihatannya tertarik untuk tertawa.“Padahal dia punya putra tapi dia lebih suka menyerahkan semuanya pada Alex, lalu dia anggap apa kami selama ini.” Kegetiran dalam suaranya semakin menyuramkan ruangan.“Kenapa Alex? apa yang dia lakukan ya