Waktu sudah menunjukkan pukul 10 pagi saat keduanya sampai di pelataran parkir rumah sakit internasional. Tanpa menjawab pertanyaan dari Melisa, Jimmy langsung turun begitu saja dan membukakan pintu untuk gadis itu.
Mengapa Jimmy masih menganggap Melisa gadis meskipun status wanita itu sudah janda? Itu dikarenakan umur mereka yang terpaut 12 tahun. Bagaimanapun, Jimmy masih menganggap Melisa sebagai gadis beliia yang menggemaskan."Om, aku tidak mau ke sana! Kita pulang aja!" sergah Melisa. Lengan kanannya memegang lengan kekar Jimmy dan berusaha mencegah laki-laki itu , supaya tidak menyeretnya di dalam sana. Ia takut saja jika hasil pemeriksaan itu mengecewakan.Bukan mengecewakan Jimmy, melainkan mengecewakan diri sendiri tentunya. Andaikan Melisa mandul, toh bukan urusan Jimmy, kan? Lebih baik mereka segera berpisah rumah dan jangan merencanakan apa-apa lagi setelah ini. dunia mereka jelas berbeda."Kamu harus ikut ke dalam sana! Aku tidak maDetik berganti menit, Jimmy masih diam tanpa bersuara. Sekalipun dia tidak menjawab ucapan terakhir yang keluar dari bibir Melisa.Memang perbedaan itu terlalu kentara. Ia juga sudah memikirkan ini sejak kemarin. Perbedaan itulah yang masih membuatnya sedikit ragu, apakah Melisa mau diajak masuk ke dalam agamanya atau tidak.Tetapi mendengar pernyataan tadi, Jimmy yakin Melisa tidak mau diajak menuruti agamanya. Sedangkan kalau ia memilih untuk mengikuti agama calon istrinya, ia tidak yakin bisa memahami agama itu dengan baik.“Ya sudah. Kita pikirkan nanti lagi.”Hanya itu yang diucapkan oleh sang pemuda. Sampai menunggu satu jam lamanya, Melisa dipanggil oleh perawat melalui pengeras suara.****Serangkaian pemeriksaan dijalani oleh wanita tersebut. Setengah satu kemudian, pemeriksaan selesai dijalani dan dokter mengatakan kalau Melisa sehat dan tidak ada masalah pada organ reproduksinya.Dan sekarang yang menjadi pert
"Enak saja di suruh berbagi. Aku menikah dengan Mas Rehan untuk menguasai semua gajinya. Aku bisa seneng-seneng, beli ini dan itu semau ku. Kalau harus nhurus Mama juga, bisa gak dapat apa-apa aku nanti! dapat capeknya doang!" Rina menggerutu.Rina tak habis pikir, kenapa suaminya selalu tunduk pada Mamanya? Rina tidak tahu saja jika anak laki-laki memang bertanggung jawab penuh atas kehidupan orang tuanya.Mama Tami menghela napas berulang-ulang. Sepertinya dia harus sedikit lebih tegas dengan menantu keduanya itu. Dia pikir, Rina wanita yang lemah lembut. Baru saja tinggal selama kurang lebih 2 bulan, wanita itu sudah ketahuan belangnya."Rin, Coba sekali-kali kamu yang ada di dapur. Mengurus semuanya, mulai dari mencuci membersihkan rumah dan juga memasak. Biar kamu tahu kemana larinya uang itu dan tidak banyak protes!" balasnya dengan telak. Mama Tami menatap sengit dan sudah ilfeel dengan tingkah laku Rina yang terkesan malas."Cih! Aku tidak
Tiba di kediaman Jimmy, Melisa hanya diam saja. Pria itu juga tak membukakan pintu untuknya, melenggang pergi begitu saja menuju ke dalam rumah.“Om,” panggil Melisa saat pria itu memijat pelipis.Jimmy menoleh ke arah belakang. Kepalanya sangat berat, banyaknya beban pikiran yang ada di kepala membuatnya ingin segera merebah. “Maaf, Melisa. Kepalaku pusing. Aku masuk dulu, ya,” jawabnya sambil berlalu.“Ya sudah. Mau kuambilkan obat nanti?” tanya Melisa sedikit takut. Raut wajah Jimmy sempat murung sejak tadi.“Tidak usah. Beristirahatlah, karena malam nanti aku akan mengajakmu ke suatu tempat,” beritahunya sambil menekan bel rumah, sembari menyorotkan manik mata birunya pada Melisa yang mungkin sedang menahan napas. Takut dengannya mungkin.Melisa mengangguk. Ia mengekori Jimmya masuk ke dalam rumah setelah pria itu berlalu lebih dulu.**Sore hingga malam menjelang, Melisa tak sekali pun mendapati Jimmy keluar da
Jimmy berlarian menuruni anak tangga setelah menggunakan pakaiannya kembali. Ia beberapa jam lalu sempat hancur karena kembali mengingat masa kelam yang menimpa beberapa waktu lalu.Saat membuka mata untuk pertama kali, yang ada di hadapannya terlihat seperti Emily. Wanita yang telah dinikahinya beberapa tahun lalu dan memilih untuk berkhianat serta meninggalkan dia dengan Austyn, demi mengejar karir.Jimmy hanya refleks memeluk dan ... Ah, sudahlah. Kalau diingat-ingat kembali rasanya dia memang sangat malu. Bagaimana bisa membayangkan Emily, padahal yang ada di hadapannya adalah sosok lain?Dia benar-benar bodoh! Bisa-bisanya teringat dengan masa lalu, saat dirinya sudah menginginkan orang baru. Jimmy merutuki kebodohannya sampai membuat Melisa trauma."Melisa! Melisa buka pintunya! Aku ingin bicara padamu sebentar!" Jimmy berteriak seperti orang gila. Laki-laki itu terus-terusan menggedor pintu tanpa henti, meski asisten rumah tangga tertua di
Rina melempar pandangannya ke arah sang ibu mertua yang sesekali memberikan tatapan sinis arahnya. Ia kali ini terpaksa melakukan beberapa pekerjaan rumah guna tidak di suruh pergi dari rumah ini.Meski dulu ingin menjadi satu-satunya ratu di sana, tetapi Rina tak bisa melakukannya karena Mama Tami tidak bisa ditekan sama sekali. Berbeda dengan perkiraannya di awal."Lihat saja setelah ini, aku tidak akan mau lagi disuruh-suruh olehnya!" gerutu Rina saat menjemur baju di belakang rumah. Ia dulu tidak pernah melakukan pekerjaan tersebut karena semua di lakukan oleh Ibunya. Malang betul nasibnya kini. Semua memang di luar ekspektasi.Lelah dan letih kini dirasakan olehnya. Rina tidak boleh berdiam diri dan tidak melakukan apapun. Setelah mencuci pakaian, wanita itu terpaksa menggunakan telapak tangan halusnya untuk menyapu serta mengepel seluruh lantai di rumah ini. Barulah setelah selesai, ia diperbolehkan makan oleh sang ibu mertua."Nah, begitu,
Pekat malam mulai menyelimuti. Melissa memilih untuk makan malam di kamarnya saja dan tidak memperdulikan Jimmy yang menunggu di meja makan.Bibi yang mengantarkan makanan ke kamar tamu sana hanya memberikan gelengan kepala pada Tuan Mudanya. Jimmy tidak jadi menikmati santap malam meskipun perutnya sudah keroncongan. Laki-laki itu kemudian kembali ke lantai atas dan mengambil jaket sambil mengenakan sneakers.Ia merasa sedikit pusing menghadapi sikap Melisa yang sepertinya enggan memaafkan dirimu. Tetapi tidak mengapa, Jimmy bisa memaklumi hal itu. Mungkin, ia memang sudah bertindak kelewatan dengan memaksa Meliaa untuk bercumbu.Langkah kakinya menuruni anak tangga dan menuju ke pintu kamar Melisa. Pria itu mengetuk, sambil mengatakan, "Aku akan memantau club malam milikku. Kamu baik-baik saja di rumah dan jangan keluar tanpa seijin ku." Setelah mengatakan hal itu, Jimmy setelah pergi dari depan pintu kamar tamu. Namun baru saja tiga
Langkah Jimmy tergesa-gesa kala menyusuri Lorong club malam ini. Segudang rencana permohonan maaf sudah berada di benak. Ia tinggal mengeksekusinya saja.“Hallo, Max. Aku menyuruhmu untuk ….” Jimmy bergegas memberikan instruksi pada salah satu anak buahnya yang berada di sana. Kala ia menuju ke tempat parkir,ponsel yang baru dimasukkan ke saku celana nya berdering Kembali.Kali ini, bukan Max. melainkan nomor rumah ya g sangat Jimmy hafal. Tanpa pikir Panjang, ia segera mengangkat panggilan telepon tersebut dan menempelkannya pada telinga kanan sambil berjalan.“Tuan, Nona Melisa berpamitan ingin keluar rumah,” beritahu sang pembantu.Jimmy menghentikan langkahnya. “Mau apa dia keluar rumah? Jangan biarkan dia kabur!” putusnya dengan possessive.“Tapi, Tuan. Dia katanya ingin membeli pembalut,” jawab sang bibi lagi merasa tak enak.“Itu hanya alasan Melisa saja. Pokoknya jangan biarkan dia pergi dari sana," ujarnya. Jimmy tak ingin Melisa kabur."Katakan padanya, aku akan membelikan!"
Karena tersulut emosi, Rehan lantas melayangkan satu tamparan keras ke arah pipi kanan istrinya.Plak!Wajah cantik Rina terhempas ke arah kiri. Sementara ponsel yang tidak sembunyikan di belakang kanan tubuhnya tadi seketika terjatuh dan diambil oleh Rehan. Bahkan pria itu tidak peduli saat dia meringis kesakitan dan menatap nanar serta amara yang sudah tidak dapat terbendung kembali."Kamu keterlaluan, Mas." Rina membentak dengan air mata yang terus bercucuran. Baru kali ini dia mendapat kekerasan dari sang suami selama mereka menjalin kasih setahun belakangan.Dulu, pria itu sangat lembut dan tidak pernah sekali pun berkata kasar kepadanya. Tetapi apa yang dirasakan Rina saat ini? Pria itu baru saja menunjukkan taring dan juga membuka topengnya.Rehan mendekat seolah ingin menantang sang istri. "Keterlaluan apa memangnya? Aku tidak suka kamu mencampuri urusanku, Rin! Kamu tidak berhak melarangku dalam hal apa pun!" bentaknya yang tidak