Pria itu berbalik dan menatapnya dengan bingung. "Ya agar kamu bisa kembali ke kamarmu," jawab Noel heran seakan sedang mengajarkan Bianca satu tambah satu. "Ya, tapi kenapa aku harus kembali?" Noel semakin bingung. "Ya, karena itu kamarmu, nanti saat kita kembali ke rumah, juga akan seperti begitu." Pria itu seperti tak sabar menjawab Bianca. Bianca merasa lehernya ada batu karena penolakan pria itu. Pria itu lalu dengan gusar keluar dari kamarnya. "Kenapa dia sangat membenciku? Lalu, kalau kamu membenciku, semalam itu apa?" keluh Bianca sedih mengikuti pria itu berjalan menuju ruang makan. Karen sedang mengatur makanan apa yang akan dimakan oleh pasangan pengantin baru saat melihat wajah Noel yang masam dan wajah Bianca yang sedih. "Apakah mereka bertengkar?" tanya Mama Karen dalam hati. "Sayangku Bianca, kamu suka makan bubur? Mama bawain telur phitan, ini bagus buat kamu dan bayimu nanti." Bianca mendesah tajam sambil melihat Noel. Pria itu pura-pura sibuk duduk di ku
Jantung Noel segera berdebar cepat. Nada dan wajah mamanya kembali ke mode itu. Wajah mama yang kecewa karena dia tidak memenangkan festival piano di sekolah musiknya. Wajah tanpa ekspresi ketika percobaan sains Noel gagal saat pameran di sekolahnya. Wajah Karen yang tegang dan bibir yang dikatupkan dengan penuh emosi membentuk garis lurus sangat melekat di benak Noel. Kali ini wajahnya sama, hanya saja sudah ada surai uban di rambut mamanya yang tertata rapi. Namun, mata wanita paruh baya itu tetap menatap tajam menusuk hati Noel. Dia merasa seperti kambing yang hendak dibawa ke lapangan penyembelihan saat mengikuti mamanya duduk di beranda, yang menghadap ke arah kolam renang. Angin memainkan rambut mamanya saat dia mulai berbicara tanpa menatap Noel. "Kamu tidak menyukainya?" Noel mendesah pelan. "Awalnya aku tidak peduli, tapi lalu aku jadi terlalu memikirkannya, kini aku harus membencinya, amit-amit, jangan sampai aku menyukainya apalagi … mencintainya," pikir Noel bergidik d
Wanita itu mendongak dan menatap Noel dengan heran. “Mandilah, kamu nggak dengar apa kata Mama kamu tadi?” ucap Bianca separuh kesal tapi separuh geli juga karena melihat wajah Noel yang panik. “Oh...iya,” ucapnya dengan wajah memerah. “Astaga pria ini lucu sekali,” pikir Bianca menatap suaminya. “Apakah dia benar-benar belum pernah berhubungan dengan wanita sama sekali? Dengan wajah setampan ini?” tanya Bianca dalam hati. “Sudah sana mandi, kenapa malah melihat wajahku?” ketus Noel menghela napas kasar. “Aku hanya ingin memandang wajahmu, kamu lucu, merah seperti tomat.” “Aku nggak seperti tomat,” balas Noel cepat. Tapi Bianca hanya mendengus geli dan mulai membuka ikatan di lehernya. Noel menggertakkan rahangnya, pemandangan di depannya justru adalah yang dia paling harus hindari. Tapi dia hanya bisa mengalihkan pandangannya. Noel segera sok sibuk membaca rincian dari botol pelembab Bianca. Namun dari sudut bola matanya, dia masih dapat melihat tubuh Bianca yang molek s
Bianca mengerutkan keningnya saat pria itu semakin mendekat kepadanya dan mulai menyusuri tangannya dengan lembut. "Astaga Bianca, dia hanya memberikan losion di tubuhmu, mengapa kamu jadi berdebar seperti ini," pikir Bianca dalam hati menahan napas saat pria itu menyentuh tangannya yang sebelah lagi. Desah napas pria itu terasa hangat saat dia lebih mendekat untuk meraih pundak Bianca. "Kulitmu begitu halus," desah Noel entah berupa pujian atau hanya mengomentari. Tapi mendengar suaranya yang lembut membuat Bianca untuk pertama kalinya bersyukur atas perawatan berlebihan yang diberikan oleh Mama Alice untuk kulitnya. Sebenarnya semua sudah selesai diberikan losion oleh Noel, bahkan sampai leher jenjang milik Bianca pun tak terlewatkan, sepertinya sudah setengah botol losion Noel habiskan. Tapi pria itu masih belum mau melepaskan sentuhannya atas tubuh Bianca. Terlebih saat kedua tangan dan jemarinya sudah sampai di rahang Bianca. Tatapan mereka beradu, dan waktu terasa t
Emily menendang pintu rumahnya dengan kesal. Sekali wanita tua itu datang, semua keharmonisan yang ada di pulau itu semua menghilang. Wanita itu mendesah, dia hanya punya waktu beberapa jam sebelum Madam Karen itu mulai bertitah lagi. Dia mencari kuncinya di kantong celananya, hanya di rumah kecil pinggir pantai itu dia bisa menyendiri dan beristirahat. Tiba-tba perutnya dirangkul erat disertai kecupan manis di lekukan lehernya. “Aku tahu dia menyebalkan, tapi kamu harus bertahan ya?” Emily tersenyum saat merasakan pelukan hangat pacarnya lalu memutar tubuhnya. Pria itu jangkung dan kurus, namun bisa memberikan kehangatan yang Emily butuhkan. Dia segera masuk ke dalam pelukan Andi. Pria itu mengecup puncak kepalanya sambil mengelus punggun Emily dengan lembut. “Kapan dia pulang?” “Yang pasti hari ini dia menginap. Coba kamu bayangkan jika kamu menjadi Pak Noel.” Emily mendengus. Wanita mana yang datang ke kamar anaknya yang sedang berbulan madu? “Astaga jangan sampai, mamaku b
"Maaf pak, kami belum bisa menemukan Miss Bianca, handphone-nya tidak dapat dihubungi, kami juga sudah menyusuri pantai dia tidak terlihat. Apakah dia ada informasi ke Bapak?" tanya Andi terlihat sekali berusaha untuk tidak panik. "Dia masih belum bisa ditemukan?" Kini Noel yang tiba-tiba merasa panik. Dia berdiri dan berjalan keluar dengan cepat, tidak mempedulikan mamanya untuk pertama kalinya. "Di mana wanita itu?" pikir Noel mencoba berpikir. Kemarin Bianca memang selalu kembali ke kastil karena mereka tidak ada masalah apa-apa. Tapi, tadi siang, dia pergi karena memang ada sesuatu. Dia terlihat marah saat Noel berdiri tadi. "Apakah dia melarikan diri? Tapi ini pulau, mau lari kemana dia?" pikir Noel sambil mulai juga menyusuri bibir pantai. Dia mencari istrinya dengan seksama, perasaan campur aduk, dia merasa kesal, namun ternyata di hatinya juga merasa takut dan bersalah. “Di mana dia?” Ini pertama kalinya dia turun ke pantai setelah dia sampai di pulau itu. Air pasan
Setelah Bianca sudah berbaring, Noel malah menyentuh tulang keringnya yang terluka. Karena terlalu terpesona dengan tindakan yang dilakukan Noel, Bianca melupakan sakit di kaki sebelah kirinya. Saat Noel menyentuh lukanya dia langsung mendesis kesakitan. “Aish, sakit,” desisnya mencengkram kaos hitam Noel. Pria itu mendengus dengan senyuman tipis di wajahnya. “Hanya sedikit, sebentar akan sembuh,” ucapnya pelan, lalu tanpa ada ancang-ancang pria itu mengecup lembut sisi samping lukanya. Bianca kembali terkesiap akan kecupan lembut suaminya, pria itu menatapnya dengan tatapan yang unik. Mata gelapnya kini terasa hangat, tidak seperti biasanya. Dia meniup luka itu dengan lembut yang membuat Bianca terbakar dalam gairah yang seharusnya tak boleh ada lagi. “Sakitkah?” tanya suaminya dengan suara berat, Bianca menggeleng dengan pelan, terbius dengan tatapan Noel yang sangat menggairahkan. “Sudah semua, berpakaianlah, Mama menunggu,” ucap Noel dengan tersenyum lalu keluar dari ka
"Oke, mama sudah lelah, sebaiknya kalian ke kamar kalian." Karen berdiri dan membantu Bianca yang tanpa sadar sudah terduduk miring di kursinya. Noel berdiri juga dari duduknya dan menerima tubuh istrinya yang tiba-tiba mengantuk dari mamanya. "Dia kelelahan sepertinya," ucap mamanya sambil mengikuti mereka sampai ke depan pintu kamar mereka jadi tidak ada pilihan lain selain bagi Noel untuk membawa Bianca masuk ke kamarnya. "Jangan kecewakan mama," desis mamanya saat wanita itu menutup pintu. Noel mengangguk lalu membawa masuk Bianca. Dia tidak mengerti mengapa tubuhnya juga terasa panas, apakah karena anggur? Tapi yang penting dia harus meletakkan Bianca yang sudah separuh tertidur di atas tempat tidur. "Panas," ujarnya mendesah sambil menyentuh wajah Noel. Sentuhan wanita itu memberikan sensasi yang aneh di tubuh Noel. Bianca bangkit dan duduk di tempat tidur. "Tolong aku," ujar Bianca dengan wajah memerah. Dia menunjuk ke arah bukaan gaunnya di samping. Istriny