Setelah seharian cukup sibuk, tiba saatnya Hanna beserta tim penelitiannya untuk beristirahat."Hanna, aku tidak menyangka perkembangan penelitian kita telah sampai sejauh ini. Kemajuan yang kita lakukan cukup meningkat signifikan," ujar Shella senang."Ya, aku pun tidak menyangka akan secepat ini. Semua berkat kerjasama tim kita yang cukup solid," Hanna juga merasa sangat bangga dengan kerja timnya."Jika aku mampu menyelesaikannya dalam 2 atau 3 bulan lagi, aku dapat bersantai sedikit ketika nanti kehamilanku memasuki trisemester ketiga," pikir Hanna."Terimakasih semuanya, kerja keras kita sebentar lagi akan mendapatkan hasil. Sampai jumpa besok," ujar Hanna sambil merapikan seluruh perlengkapan miliknya untuk bersiap pulang.Anehnya ketika semua telah bersiap untuk pulang, Mia yang biasanya bersemangat untuk pulang lebih dulu justru kali ini tampak masih duduk dan mengamati catatan penelitian miliknya."Mia, semua orang telah bersiap untuk pulang. Kenapa kamu malah masih sibuk mem
"Apa yang dilakukan Ethan di Institut Penelitian AS? Aku mengira dia ingin menemui kamu. Siapa yang dia tunggu?" tanya Aiden kepada Hanna.Aiden semula mengira Brian ingin mencari masalah dengannya. Ternyata dia datang dan hanya mengabaikannya tadi. Padahal mereka memarkirkan mobil berdekatan. Tapi baru kali ini Brian memperlakukan Aiden seperti makhluk tak kasat mata."Oh, dia sedang menunggu Mia. Aku mendengar mereka ketika saling bertelepon tadi pagi, mereka janjian untuk makan malam bersama," Hanna menjelaskan."Ethan dan Mia? Apakah mereka berpacaran?" tanya Aiden penasaran."Ish, kenapa kamu sepertinya sangat penasaran tentang Ethan dan Mia?" tanya Hanna dengan curiga."Hmmm, tidak. Aku hanya mengagumi sosok Ethan sejak lama. Dia pria yang di sebut misterius di kalangan pebisnis di dunia," ujar Aiden.Hanna sebenarnya tahu, bahwa Ethan adalah Brian Hart dan tentu saja dia sedikit tahu bahwa di antara Brian dan Aiden mempunyai permusuhan sejak lama. Tapi memori ingatan Hanna seba
Ketika sedang makan, telepon Mia berbunyi dan nama pemanggil yang terlihat adalah 'Justin Lake'.Berkali-kali Mia menolak panggilan teleponnya. Ingin rasanya dia mematikan teleponnya, namun profesinya sebagai seorang dokter tidak berani dia abaikan.Terkadang dia tidak dapat menghindari panggilan telepon darurat dari rumah sakit, itulah sebabnya telepon miliknya selalu siaga dalam 24 jam.Ketika kemudian teleponnya berbunyi lagi, dia tidak dapat mengabaikannya. Mia berdiri dari meja makan dan melangkah menjauh ke sebuah sofa santai di dalam ruangan VVIP restoran itu.Brian hanya menatapnya dalam diam, dia sudah menyelidiki tentang pria bernama 'Justin Lake' itu. Karena dia lah yang telah memberikan obat perangsang kepada Mia dan membawanya ke hotel malam itu. "Ada apa kamu meneleponku? Sudah kukatakan, aku tidak ingin lagi memiliki hubungan apa pun denganmu," tegas Mia."Kemana kamu pergi hari itu?" tanya pria di balik telepon."Hari itu? Hari ketika kamu memasukkan sesuatu ke dalam
Sesampainya di rumah, Mia bergegas mencari ibunya. Mia mengetuk kamar ibunya yang terkunci dari dalam."Bu, apa Ibu ada di dalam? Bolehkah aku masuk ke dalam kamarmu Bu?" CeklekPintu kamar itu kemudian terbuka, dan menguar aroma minuman alkohol dari dalam. Wanita paruh baya yang wajahnya mirip seperti Mia itu berjalan dengan sempoyongan."Ada apa kamu mencari ibu?""Bu, apa benar Ibu menjual aku kepada Justin Lake?""Bukankah kamu sudah tidur dengannya hari itu? Kamu beruntung, dia mau membeli keperawanan mu seharga 3 milyar. Hahaha," wanita itu tertawa tanpa merasa bersalah sedikit pun."Aku tidak tidur dengannya, tolong Ibu kembalikan uang 3 milyar itu!""Hei, apa salahnya kamu membantu ibumu ini? Itu adalah tanda baktimu sebagai seorang anak," ujar Gina kepada putrinya itu."Bu, kumohon. Jika kita tidak mengembalikannya, Justin mungkin akan menuntut kita," ujar Mia dengan nada memohon."Uang itu sudah habis. Kamu lebih baik pergi menemui Justin dan tidur dengannya sekarang!" peri
Ketika Hanna telah bersiap untuk pergi ke rumah sakit, Aiden meneleponnya."Hanna, kamu berangkat bekerja? Apa boleh aku yang mengantarkan kamu?" tanya Aiden."Tapi jadwalku hari ini cukup padat Aiden, dan kamu juga pasti sibuk. Aku tidak ingin merepotkan kamu.""Tidak apa, aku senang kamu merepotkan aku," ujar Aiden berusaha meyakinkan Hanna.Hari ini adalah jadwal temu janji Hanna dengan Betsy, dia sungkan jika nanti tidak sengaja bertemu di rumah sakit dan mereka melihat Aiden mengantarkan dia ke rumah sakit."Ayolah, aku ingin mengantar kamu. Lagipula hari ini bukankah Mia cuti sakit, kamu pasti akan kerepotan sendirian.""Alasan macam apa itu, bahkan kamu tidak mungkin bisa menggantikan pekerjaan Mia," Hanna merasa lucu dengan tingkah Aiden."Ya, pokoknya aku yang akan mengantarmu ke sana. Aku sekarang menunggu di depan pintu kamar apartemen mu. Ayo cepat, nanti kamu bisa terlambat," bujuk Aiden.Hanna membuka pintu kamarnya, dan benar saja pria itu telah menunggu di depan pintu k
Hanna diantar dan ditemani oleh Aiden seharian ini."Aiden, aku ini sehat dan kuat. Tidak perlu kamu menemaniku terus," mereka mengobrol sambil bergandengan tangan di lorong lantai apartemen mereka tinggal."Sesekali saja, tidak jadi masalah. Perusahaan masih bisa berjalan walau tanpa kehadiranku.""Dan..bolehkah aku menemui ayah dan ibumu besok?" tanya Aiden."Besok? Kenapa terburu-buru sekali? tanya Hanna."Aku memang sedang terburu-buru ingin menikah denganmu, Hanna," ujar Aiden sambil memegang hidung Hanna."Baiklah, aku akan menyampaikan kepada ayah dan ibuku terlebih dulu. Nanti aku kabari kamu, oke?""Oke," ujar Aiden senang."Yasudah, kamu pergi ke kamarmu sana! Sampai jumpa besok," Hanna ingin menekan password pintu kamar apartemen nya. Tapi, dia tidak ingin Aiden mengetahui password kamarnya lagi."Iya, sampai jumpa besok sayang. Cup!" Aiden mengecup dengan cepat pipi Hanna, lalu segera masuk ke kamar apartemen miliknya.Hanna sempat terkejut, namun setelah sadar dia tersenyu
"Hanna, apa kamu sudah selesai bekerja?" tanya Aiden."Iya, sebentar lagi aku akan pulang," Hanna masih merasa terganggu dengan mimpinya semalam, sehingga dia sedikit kesulitan berbicara seperti biasanya kepada Aiden."Aku akan menjemputmu, kemudian kita akan mencari hadiah kecil untuk ayah dan ibumu," ujar Aiden."Hmmm, oke." Setelah beberapa saat Aiden telah sampai di rumah sakit dan menjemput Hanna, mereka menuju ke pusat perbelanjaan.Ketika sedang berjalan menyusuri pusat perbelanjaan itu, Aiden memegang tangan Hanna beberapa kali namun dia selalu berpura-pura menyibukkan diri dan melepaskan tangan Aiden.Aiden memilih hadiah untuk Dante dan Clara untuk menunjukkan sedikit perhatian dan kesopanan sebagai calon menantu.Dia merasa tidak enak datang dengan tangan kosong."Bagaimana menurutmu lukisan ini, Hanna? Apakah Dante akan menyukainya?" "Lebih baik kamu memberinya sebuah buku, Ayah sangat suka membaca tentang buku-buku psikologi," ujar Hanna."Oke.""Lalu, apa yang disukai
Hanna yang baru saja keluar dari kamarnya dan sedang menuruni tangga merasa kaget mendengar suara benda jatuh. Dia bergegas menuju ke arah taman belakang."Mengapa dia melakukan itu semua?" tanya Aiden kepada Dante. "Perasaannya sangat terluka dan kecewa, dia tidak dapat menanggung rasa kehilangan yang bertubi-tubi. Dia merasa bahwa dirinya sudah tidak layak hidup. Tapi kemudian dia memutuskan untuk melupakan semua agar bisa melanjutkan hidup," jawab Dante."Ayah, aku mendengar suara benda yang pecah, apa yang terjadi?" tiba-tiba terdengar suara Hanna di belakang mereka."Itu..eemmm, aku..au!"Aiden kehilangan fokusnya dan menginjak pecahan cangkir yang terjatuh di dekat kakinya."Hei, kenapa kamu tidak berhati-hati? Sini aku lihat!" ujar Hanna berjongkok melihat kaki Aiden."Untung saja hanya tergores sedikit. Kamu pindah ketempat lain dulu, aku bersihkan pecahan cangkirnya," ujar Hanna."Biar aku saja, kamu sedang hamil tidak boleh berjongkok terlalu lama. Lebih baik kamu membantu