Setelah menghabiskan waktu seharian penuh di rumah, kemarin. Akhirnya hari ini Luna sudah mulai masuk bekerja. Bertemu dengan para rekan kerjanya yang mana mereka sudah saling mengenal, dan Luna masih selamat karena belum bertemu dengan kepala ruangannya, Bella. Sehingga Luna tidak perlu merusak paginya yang cerah dengan sindiran-sindiran yang diutarakan Bella."Kak Luna, aku dengar kak Luna sebelumnya sudah pernah bekerja di sini, lalu mengapa kak Luna berhenti?" tanya seorang rekan kerja Luna yang usianya lebih muda dari Luna."Ada sedikit masalah," jawab Luna lugas, wajar saja jika ada yang mempertanyakan hal itu. Karena di rumah sakit ini, tidak sedikit yang mengenal Luna sebagai perawat yang sering mendapatkan pujian dari beberapa dokter yang pernah ditemaninya bekerja."Ah, jadi rumor yang mengatakan kalau Kak Luna terlibat dengan beberapa rentenir, itu benar?" tanya rekan kerja Luna, lagi.Luna tidak menanggapi dan memperpanjang mengenai hal itu, Luna hanya membalasnya dengan se
"Karena itu ternyata, alasan mengapa dia kembali diterima bekerja di rumah sakit ini.""Apa dia seorang penggoda? Ah, tentu saja. Hanya itu yang bisa dia lakukan untuk mendapatkan uang, menggoda orang-orang yang lebih kaya.""Lebih murah dari harga ikan di pasar! Sepertinya dia tidak mendapatkan didikan yang baik dari orang tuanya! Aku lupa, dia 'kan sudah tidak punya orang tua."Luna berjalan sembari menunduk, rasanya ia tidak mampu untuk menunjukkan wajahnya. Semua orang yang dilaluinya berbisik-bisik saat melihat Luna, menggunjing dan mencaci tanpa tahu kebenarannya.Rasanya Luna ingin menangis, tapi ia tidak ingin menunjukkan kesedihannya dihadapan semua orang. Luna juga tidak bisa melawan, Luna bahkan tidak diberi kesempatan untuk menjelaskan."Kalian tidak punya kerjaan selain berkumpul di sini!" "Bubar! Bukankah kalian seharusnya melihat pasien yang membutuhkan bantuan? Lalu, mengapa kalian malah berdiri di sini!""Kalian dibayar untuk bekerja! Bukan untuk menggunjing, cih!"Se
"Brian, kamu masih marah?" tanya Luna, mengikuti langkah kaki Brian yang baru saja keluar dari kamar Bintang. Brian baru selesai menidurkan Bintang."Aku sudah mengatakannya berulang kali, panggil aku sayang, bukan Brian. Kamu pikir aku temanmu yang bisa kau panggil dengan namanya saja," jawab Brian tanpa menoleh untuk melihat Luna.Brian menyukainya, saat Luna merasa bersalah dan terus membuntutinya seperti sekarang."Sayang, kamu marah? Aku 'kan sudah bilang, aku dan Dokter Rio tidak ada hubungan apa pun, itu hanya sebuah kebetulan," ucap Luna mengulangi ucapannya. Ia tidak ingin masalah ini terus berlarut-larut, masih banyak hal lain yang harus dipikirkan Luna."Tidak perlu menyebut namanya, membuat aku kesal saja," dengus Brian.Luna yang sedari tadi membujuk Brian, berusaha tetap tenang. Meski sikap Brian benar-benar menguji kesabarannya. 'Dibujuk malah seenaknya, tidak dibujuk semakin marah. Mau kamu apa sih, Brian!' geram Luna, membatin.Luna berusaha menghirup banyak oksigen s
Seharusnya Luna sudah tahu, kalau Brian itu licik. Bukan lagi sekedar licik, tapi sangat-sangat licik. "Luna, sungguh! Aku tidak tahu kalau suamimu adalah Brian Alferdo, orang yang memiliki pengaruh sangat besar dalam segala hal." Bella masih tidak menyangka, bahwa hari itu ia bisa melihat secara langsung sosok Brian Alferdo yang biasanya hanya bisa ia lihat di layar kaca."Bella, bisa tidak jangan menyebut namanya. Aku sedang kesal jika harus mengingat dia," gerutu Luna.Luna pikir, Brian tidak begitu berpengaruh dalam ranah rumah sakit yang merupakan milik Dokter Rio. Ternyata, Luna salah besar! Karena pada kenyataannya, Brian lah yang menjadi pengendali kemudi yang membuat keputusan besar di rumah sakit.Karena itulah, Brian menonaktifkan Dokter Rio dari jabatannya untuk sementara waktu. Dan, memecat Luna sebagai perawat yang bekerja di rumah sakit. Bukankah Brian sangat jahat? Dia bahkan tidak mengatakan apapun pada Luna."Tetap saja Luna, kau tidak boleh marah padanya. Andai saja
"Adrian, apa yang kau lakukan di sini?" sapa Luna, ia sengaja menghampiri Adrian.Adrian tampak terkejut, melihat Luna yang sudah berdiri di sebelahnya. "Saya kebetulan lewat sini setelah bertemu dengan klien, dan saya lihat anda belum ada di sini. Jadi, saya bermaksud sekalian menjemput Bintang jika kiranya Anda datang terlambat," jelas Adrian"Tapi, karena Anda sudah berada di sini. Maka, saya pamit. Saya harus kembali ke kantor, permisi," pamit Adrian, ia segera pergi dari sana tanpa menghiraukan Luna yang masih ingin berbicara dengannya.Hal itu membuat Luna hanya bisa menatap mobil Adrian yang sudah melaju, meninggalkan halaman sekolah."Mengapa dia begitu terburu-buru pergi saat aku sudah ada di sini, padahal sedari tadi dia santai saja menunggu," gumam Luna, merasa aneh dengan sikap Adrian barusan.Namun, Luna tidak ingin menjadikannya beban pikiran. Mungkin saja Adrian sedang sibuk. Lagi pula, masih ada banyak masalah lain yang mesti dipikirkan Luna. Bukan waktunya untuk penas
"Sayang…." panggil Brian, tatkala Luna tidak menghiraukannya dan kembali memeluk Bintang."Aku tidak tahu kalau kamu akan ke sini," ujar Brian.'Lantas, kalau kamu tahu. Kamu tidak akan menemui perempuan itu, dan membicarakan tentang pernikahanmu dengan Sely?' batin Luna.Tapi, kenapa juga Luna harus marah hanya karena itu. Padahal tidak ada yang salah dengan pertemuan Brian dan perempuan tersebut. Dan mengenai apa yang mereka bicarakan, bukankah Luna memang sudah tahu, kalau Brian hanyalah milik Sely. Dan, sebentar lagi mereka akan kembali bersatu."Brian, lebih baik kamu kembali bekerja. Aku dan Bintang ingin tidur dulu," ujar Luna yang sudah memejamkan matanya."Kamu marah?" tanya Brian, masih enggan meninggalkan Luna."Marah? Kenapa aku marah? Apakah ada sesuatu yang membuat aku harus marah? Sepertinya tidak ada! Semuanya baik-baik saja 'kan." Luna sengaja balik bertanya, menatap Brian dengan seulas senyuman. Agar Brian tidak berpikir kalau Luna benar-benar marah.Setelah mendengar
"Apa yang kau katakan?" tanya Brian dengan suara lantangnya. Brian tidak lagi berbaring. Mendengar apa yang baru saja diucapkan Luan dengan lirih, membuat Brian seolah kehilangan kendali. Ia menatap Luna dengan tatapan tajamnya."Coba ulangi, apa yang baru saja kau katakan?" geram Brian. Rahangnya mengeras, dengan tangan yang terkepal kuat."Luna!" bentak Brian, saat melihat Luna yang menutup rapat mulutnya setelah mengucapkan kata yang sangat dibenci oleh Brian.Ini kali kedua, Brian mendengar permintaan Luna yang mengajaknya berpisah. Yang pertama, mereka benar-benar berpisah selama beberapa saat, meski akhirnya mereka kembali bersama. Dan kali ini, Brian tidak akan membiarkan hal itu terulang kembali."Brian," lirih Luna, memanggil Brian sembari menunduk. Luna berusaha agar Brian tidak melihat air matanya yang perlahan menetes.Tidak mudah untuk Luna, meninggalkan Brian dan juga Bintang. Namun, apa yang bisa membuat Luna bertahan? Sedangkan Brian, sebentar lagi ia akan kembali pada
Luna menatap kesal pada Adrian yang hanya menyunggingkan senyum mengejek untuk Luna.Seharusnya Luna tidak langsung percaya begitu saja 'kan pada Adrian? Hanya karena Adrian memperlihatkan data dirinya yang masih lajang, dan tidak memiliki anak. Bisa saja Adrian memiliki anak diluar nikah yang berusaha ia sembunyikan.Lagi pula, tidak mungkin Dokter Rio mengatakan demikian jika tidak ada isu yang sampai di telinganya. Tapi, Luna juga tidak bisa membuktikan kalau Adrian memang sudah memiliki anak."Selamat malam, sayang."Ah, seharusnya bukan itu yang dipikirkan Luna sekarang. Karena masalah terbesarnya, adalah orang yang sekarang tengah berdiri di hadapannya. "Malam," balas Luna dengan malas-malasan.Sejak permintaan Luna untuk berpisah dari Brian, membuat Luna menjadi peliharaan Brian sepenuhnya. Seolah permintaan Luna saat itu, menjadi kutukan tersendiri untuk Luna. Karena, Brian jadi membatasi pergerakan Luna, sehingga Luna tidak bisa lagi pergi keluar rumah tanpa seizin Brian. Hi