Santi terlihat gusar, ia berulang kali membongkar pasang seprei, kotak perhiasan dan hasilnya tetap sama. Barang yang ia cari sama sekali tidak ada.Ia sudah frustrasi. Pasalnya benda itu adalah pemberian dari Fery. Ia tidak ingin suaminya bertanya ke mana barang yang ia berikan."Di mana jatuhnya, sih?" Ucap frustrasi Santi. Ia sudah tidak bisa berpikir jernih lagi.Belum hilang rasa frustrasinya. Kini harus bertambah lagi saat ia mendengar berita kematian Morgan melalui siaran televisi Seketika wajah Santi berubah penuh ketakutan. Bahkan tangannya sampai mencengkeram erat bajunya.Santi terbayang kejadian tadi pagi, saat dirinya mendorong Morgan. Ia tidak ingin disalahkan dalam kasus kematian Morgan. Santi gelisah, ia tidak tahu harus berbuat seperti apa lagi. Hingga pikiran Santi menduga jika kemungkinan besar benda miliknya terjatuh di sana."Tidak! Aku yakin benda itu tidak terjatuh di sana. Aku yakin masih ada di sekitaran sini," Racau Santi.Lalu, ia pun kembali mencari dan h
Kematian Morgan yang tiba-tiba itu, kini tengah diselidiki oleh pihak kepolisian. Polisi mendatangi orang-orang yang dekat dengan Morgan. Termasuk Santi.Ia sudah gugup duluan, ia tidak tahu harus menjawab apa di depan polisi. Ia takut jika polisi curiga padanya dan ia sama sekali tidak ingin dipenjara. "Ya Tuhan! Bagaimana ini?" Lirih Santi dengan tangan yang mencengkeram erat surat dari kepolisian.Fery yang baru saja datang pun langsung menghampirinya. Ia menanyakan keadaan Santi sebab ia terlihat begitu pucat. "Are you ok?" Tanya Fery pada Santi. Santi pun langsung tersentak kaget akan kehadiran sang suami."Itu apa yang kamu pegang?" tanya Fery pada Santi.Santi pun menatap ke arah surat panggilan dari kepolisian. "Surat panggilan, besok aku harus ke kantor polisi." Ucap Santi dengan begitu lirihnya.Fery mengerutkan keningnya. Saat mendengar jika Santi tengah memegang surat panggilan dari kepolisian. Tentunya membuat segudang pertanyaan di benak Fery."Untuk apa polisi kirim
Kini tanpa sengaja Nayla dan Santi bertemu di depan halaman kantor polisi. Jika Nayla bersama Raka lain halnya dengan Santi. Ia memilih untuk pergi sendiri. Sebab setelah dari kantor polisi ia bermaksud untuk kembali mendatang rumah Morgan. Tatapan Santi pada Nayla terlihat begitu penuh aura kebencian. Entahlah semakin melihat Nayla bahagia justru Santi merasa tidak senang. Ia akan senang jika kemalangan menghampiri Nayla."Kau datang sendiri?" Tanya Nayla berbasa-basi. Santi menatap sinis ke arah Nayla yang baru saja bertanya padanya."Jangan so akrab. Apa peduli kamu?" Ketus Santi dan ia langsung saja masuk.Melihat respons Santi yang ketus seperti itu membuat Raka menatap Nayla. Dan tatapan itu seperti sebuah isyarat 'kenapa malah bertanya padanya?'"Wanita seperti dia gak perlu kamu baik-baikin. Karena akhirnya dia ngelunjak!'' tutur Raka."Dia kan teman ku. Terlepas bagaimana sikapnya ya, itu terserah dia. Aku hanya ingin menunjukkan padanya jika aku tidak membencinya. Selamany
"Kalian berdua memang pasangan cocok. Sama-sama sok tahu dan sama-sama jadi orang so penting. Jangan pernah ngurusin kehidupan orang lain. Lebih baik urusin saja hidup kalian."Santi tanpa rasa malu sedikitpun berbicara begitu kerasnya. Padahal posisi mereka masih ada di dalam kantor polisi. Tentunya, membuat orang yang ada di sana menoleh pada mereka.Padahal, Nayla dan Raka mereka sengaja memelankan suara mereka.Saat Santi keluar meninggalkan Nayla dan Raka. Nayla langsung mengejar Santi. Ia masih ingin berbicara pada Santi. "Santi tunggu!" Panggil Nayla dan membuat Santi berhenti dengan malas..Santi mendesah lalu menengok pada Nayla yang baru saja sampai di hadapannya."Kamu mau apa lagi, sih? Jangan bilang kamu mau ikut sok campur urusanku?" Terka Santi seraya menyilangkan kedua tangannya di atas perut."Aku bukan mau ikut campur, aku hanya ingin memastikan sesuatu saja sama kamu "."Mau mastiin apa lagi, hah? Aku gak punya banyak waktu!""Aku hanya ingin mendengar langsung dar
Hari berlalu begitu cepat dan kini tibalah acara pernikahan antara Nayla dan Raka tiba. Sementara kasus kematian Morgan ditutup, polisi tidak bisa mendapatkan bukti jika Morgan dibunuh. Oleh karena itu polisi menetapkan jika kematiannya murni karena kecelakaan. Di mana ia terjatuh dari lantai dua rumahnya.Saat ini, Nayla tengah duduk di depan cermin. Melihat penampilannya yang sangat berbeda. Ia pun tidak menyangka akan menikah lagi meskipun pernikahan ini ia lakukan agar ia memiliki keturunan. Tapi percayalah Nayla bahagia dengan pernikahan ini. Karena ia sudah yakin telah mencintai Raka.Mungkin iya dirinya terlalu terobsesi untuk menjadi seorang wanita sempurna. Di mana ia mampu mengandung dan melahirkan. Tapi... Apakah salah memiliki obsesi tinggi seperti itu? Bahkan ia rela nyawanya jadi taruhan asalkan keinginan terbesarnya bisa terwujud."Ya Tuhan, aku niatkan pernikahan ini karena Engkau. Maka aku mohon permudahkan urusanku, " harap Nayla.Sebenarnya, Raka sudah mewanti-wanti
Dari data terakhir transaksi yang dilakukan oleh Siska. Membuat Fery terkejut. Ia bertanya-tanya untuk apa ibunya tinggal di hotel? Yang lebih mengejutkan hotel yang tengah Siska tempati berada di Bandung.Fery hanya bisa mengerutkan keningnya heran. Ia tidak bisa mengambil keputusan atas dasar apa ibunya pergi ke Bandung dan dengan siapa?Untuk membuat ibunya pulang, dengan terpaksa Fery memblokir kartu kredit milik ibunya itu. Ia butuh penjelasan kenapa sang ibu pergi tanpa sepengetahuan dirinya serta pergi dengan melakukan transaksi hampir lima puluh juta."Ada apa dengan ibu? Kenapa dia berubah? Apa mungkin ibu punya kekasih?" Gumam Fery meyakini praduga yang diucapkan Santi tempo hari.Sementara itu, tepatnya di kota Bandung. Siska tengah dipusingkan karena kartu kredit nya tidak bisa digunakan. Padahal ia harus membayar tagihan sang kekasih yang baru saja ia kencani satu bulan lalu. Kekasih yang ia kenal dari teman-temannya.Usia mereka memang terpaut dua puluh tahun. Tapi tida
Saat ini Raka dan Nayla tengah berada di satu kamar yang sama. Ada kecanggungan yang tiba-tiba mereka rasakan.Bahkan keduanya ini terasa seperti mimpi, tidak pernah terpikirkan sebelunya mereka ada di tiitk seperti ini. terutama bagi Raka. Hatinya yang selalu tertutup rapat untuk sosok manusia bernama wanita, hingga di usianya yang sudah mengijak tiga puluh tahun belum pernah sekalipun mersakan yang namnaya jatuh cinta. Hanya Nayla, la wanita pertama dan terakhir yang insya allah ia cintai selamanya.Meskipun ia tahu cintanya hanya dia seorang yang merasakannya, padahal kenyataannya Nayla pun merasakan hal yang sama hanya saja Nayla belum berani untuk mengatakan yang sejujurnya. "Nay,'' "Raka," meraka langsung saling mentapa saat mereka memanggila secara bersamaan. Lagi rasa canggung kembali hadir."kamu duluan," ucap Raka"Kamu aja duluan," ujar Nayla."Enggak, kamu aja dulu mau ngomong apa." ucap lagi Raka."Kamu sekarang pemimpinku, maka kamu duluan yang bicara," ujar Nayla.Rak
Setelah Nayla berpakaian ia langsung saja keluar dari kamar mandi. Rupanya, Raka tengah berdiri di depan pintu dengan penuh kecemasan. Nayla hanya bisa tersenyum kikuk, menyadari jika dirinya terlalu lama di kamar mandi. "Katanya tinggal lima menit lagi, ini sudah berapa lama? Apa yang sedang kamu lakukan di dalam." Tanya Raka. Namun Raka malah terdiam saat melihat sesuatu yang aneh pada Nayla."Tunggu! Kenapa kau terlihat pucat? Kau baik-baik saja kan?" Raka hendak memegang dahi Nayla namun Nayla menghindar."Aku sudah punya wudhu, nanti batal kalau di sentuh. Kamu jangan khawatir, aku gak apa-apa." Bohong Nayla seraya berusaha menahan rasa sakit di area perutnya."Jangan bohong, Nay. Aku tahu kamu sedang tidak baik-baik saja. Apa kau lupa, aku seorang dokter? Sekarang kita salat terlebih dahulu. Nanti kamu aku periksa." ujar Raka.Nayla lupa, jika suaminya memang seorang dokter. Tentunya ia akan tahu walaupun hanya melihat dari raut muka saja. Jika dirinya memang sedang tidak baik