Usai sarapan bubur yang dibuatkan oleh Bi Sri untuk Nayla habis, Ia pun hendak mengirim pesan kepada Raka, ia ingin menanyakan kenapa obatnya sama sekali tidak bereaksi apapun disaat rasa sakit perut bagian bawahnya kambuh.Setelah satu pesan tadi yang ia kirim ke nomor Raka terkirim, tiba-tiba datang Bi Sri dan Netty. mereka berdua masih saja mengkhawatirkan keadaan Nayla.Nayla tersenyum saat keduanya datang, Lalu melambaikan tangan meminta keduanya untuk mendekat dan duduk di sebelahnya. "Ada apa Bi, Bety? udah ya kalian jangan terlalu khawatir, saya udah baik-baik saja kok," ucap Nayla dia tahu bagaimana perasaan Bi Sri dan juga Neti. karena memang Hanya mereka berdua lah yang sekarang peka terhadap dirinya."Apa nyonya serius sudah mendingan? Entah kenapa bibi jadi khawatir dengan keadaan nyonya, apalagi tahu sekarang Tuan tidak lagi di kamar sini." ucap Bi Sri yang sangat mengkhawatirkannya.Nayla menepuk bahu Bi Sri dan juga Neti secara bersamaan, menggunakan tangan ka
Raka langsung mengambil handphone-nya saat ia mendengar notif pesan masuk. Ia mengerutkan keningnya tatkala membaca isi pesan dari seseorang itu.Tanpa banyak berpikir lagi, Raka langsung saja membalas pesan tersebut yang ternyata pesan dari Nayla. Satu pesan yang membuat Raka bertanya-tanya kenapa bisa seperti itu. Setelah mengirim pesan balasan, jika 3 hari kedepan dirinya tidak berada di Indonesia namun, dia berjanji saat sudah kembali ke Indonesia ia akan memeriksa ulang keadaan Nayla, beserta ingin mendiagnosa kenapa obatnya tidak berpengaruh apa-apa. Raka termenung sejenak, di dalam pikirannya itu teringat kepada Nayla. Dia juga berpikir kenapa obat yang diresepkan oleh dokter William, justru tidak berpengaruh, saat rasa sakit yang menderita Nayla kambuh. Raka yakin dokter William tidak mungkin salah memberikan resep. karena dia adalah dokter profesional dalam bidang cancer. Selain memikirkan hal tersebut, Raka pun tiba-tiba merindukan tawa dan senyum Nayla. Sungguh dia yakin
Sudah dua hari ini, Fery menjauh darinya. Ia seolah-olah menjaga jarak dengan dirinya. Saat Nayla ada di meja makan, maka Fery akan langsung beranjak dan lebih memilih makan di tempat lain. Jika berjalan saling bersitatap, maka Fery akan langsung pergi begitu saja. Sungguh perlakuan tersebut membuat hati Nayla rasanya sakit.Ia begitu merindukan pelukan Fery. ia juga rindu dimanjakan Fery. Semua, semua yang dulu pernah mereka lakukan kini sangat ia rindukan. Nayla tidak tahu kapan semua itu akan kembali. Di tengah kesedihannya itu, tiba-tiba Santi datang. Dan entah kenapa di saat dirinya sedang tidak baik-baik saja, Santi ataupun Siska selalu saja hadir. Mereka seolah-olah sengaja ingin mengejek dirinya, ingin menghina dirinya dan ingin menunjukkan jika dirinya kalah dan merekalah yang menang.Nayla males untuk bersitatap dengan Santi, karena ia tahu ujung-ujungnya pasti masalah Ferry . Dan ujung-ujungnya pula pertengkaran yang akan terjadi. Dia capek Jika setiap hari selalu seperti
Siska pergi ke kamar Santi seraya membawa sesuatu yang ia sembunyikan di saku belakang celananya. Santi yang tengah bersiap-siap menyambut kedatangan Ferry begitu terkejut dengan kehadiran Siska yang tiba- tiba itu. Siska masuk tanpa mengucapkan salam maupun tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Tiba-tiba sudah berdiri di belakang tumbuhnya. Lalu memanggil namanya."Santi," Panggil Siska hingga Santi terperanjat kaget."Ya Tuhan! Ibu ngagetin, aja. Kenapa masuk nggak ketuk pintu dulu atau panggil Santi kek jadinya kan Santi nggak kaget seperti ini," keluh Santi pada sang mertua."Maaf, ibu soalnya buru-buru. Takut Fery ke buru pulang. Terus rencana kita malah gagal lagi. Emang kamu mau kalau rencana kita gagal?" tanya Siska pada Santi. "Ya gak maulah, Bu. Santi pengen cepat-cepat. karena Santi juga ingin memberi keturunan untuk keluarga ini, aku ingin memberi kebahagiaan untuk ibu dan mas Fery.""Dan asal kamu tahu, memiliki cucu adalah keinginan ibu sejak 3 tahun yang lalu." pikira
Fery terbangun di pagi hari dengan keadaan kepalanya yang pusing. Ia terus saja memegangi dan memijat pelan kepalanya. Saat ia hendak beranjak bangun, ia dikagetkan dengan kepadanya yang bangun tanpa menggunakan sehelai pakaian pun. Fery mengerutkan keningnya, sungguh ia tidak mengingat apa yang sebenarnya terjadi. Fery lalu menoleh ke arah Santi yang masih tertidur di sampingnya. Ia pun kaget saat melihat Santi tidur tidak berpakaian. Jika memang mereka telah melewati malam panas kenapa dia tidak mengingatnya?"Santi, Santi bangun!" Fery membangunkan Santi yang terlelap tidur itu. Santi menggeliat saat merasa ada goncangan pelan ditubuhnya. Matanya pun terbuka hal pertama yang Santi lihat ada Fery. Seketika ia teringat pada kejadian semalam saat dengan liarnya Fery menjamah dirinya. Dia menyukai hal tersebut."Eh, Mas. Kamu udah bangun?" Santi pun bergerak bangun dan duduk. "Maaf, ya, Mas. Aku bangun kesiangan. Habisnya tubuhku terasa pegal, sakit semua. Ini juga kan...." Santi Ma
Nayla mengerjapkan kedua matanya, ia berusaha untuk menyesuaikan cahaya yang masuk ke matanya. Saat sudah tak merasa silau lagi, Nayla pun terduduk Ia edarkan pandangannya, ternyata tak ada yang tahu dirinya pingsan. Karena saat ini ia masih ada di posisi awal di mana ia pingsan. Miris!Sungguh mengetahui ini membuat hatinya sakit. Karena itu artinya Ferry sama sekali tidak menemui dirinya. Padahal, dia tahu hari ini Fery libur. Tidak ingin terlalu memikirkan hal tersebut karena saat ini kepalanya masih terasa pusing. Serta perutnya masih terasa sedikit sakit. Sejurus kemudian, Nayla ingat sesuatu. Ia terlihat tengah mencari sesuatu. Hingga saat yang ia cari ketemu langsung ia bawa. Handphone, ya, benda yang dicari Nayla adalah handphone. Dia ingat terakhir kali ia menelepon Raka, Nayla yakin Raka pasti mengkhawatirkan dirinya. Karena telepon darinya tiba-tiba mati.Nayla terkejut, saat mendapati fakta ada 60 panggilan tak terjawab dan semuanya dari Raka. Dugaannya benar, jik
wajah Nayla begitu pucat, Bi Sri dan Neti yang melihat keadaan Nyonya itu begitu khawatir. pasalnya belum pernah Nayla berpenampilan seperti ini.Tubuh Nayla pun masih terasa lemas, dia sebenarnya tidak memiliki tenaga untuk pergi ke rumah sakit menemui Raka. Namun, setelah Ia berpikir kapan lagi dia akan ke rumah sakit? Dan yang paling penting dia ingin segera mendapatkan obat yang bisa menahan rasa sakit di perutnya ini.kini Fery sudah tidak peduli lagi kepadanya, dia sama sekali tidak pernah menyapa Nayla. jangankan menyapa, saling bersitatap pun Fery langsung saja menghindari. Rasanya kepedihan dan penderitaan Nayla bertambah 2 kali lipat. Ingin rasanya Nayla berbicara pada Feri. Kenapa dirinya dihukum seperti ini? Jika memang dia salah, katakan apa yang harus ia lakukan agar ada maaf untuk dirinya.Namun, bagaimana dia akan bicara? Bagaimana ia akan memiliki waktu? Jika Fery saja terus menghindarinya. Dan satu hal lagi Siska maupun Santi selalu saja mengganggu dirinya, tatkala ad
Raka berlari begitu tergesa-gesa, ia khawatir dengan keadaan Nayla. Saat tiba di lobby benar saja, Raka melihat Nayla tengah terduduk lesu di lobi.Dengan buru-buru Raka menghampiri Nayla dan langsung duduk di samping Nayla"Are you oke, Nay?" tanya Raka saat tubuhnya baru saja mendudukkan bokongnya disebelah Nayla.Nayla menoleh ke arah Raka. "ya aku baik , hanya lemas dan ucapnya tak bertenaga.""Sebentar ya, aku bawa kursi roda dulu." Raka langsung saja beranjak mengambil kursi roda. sementara, Nayla sama sekali tidak protes karena dia tidak bisa bohong tubuhnya benar-benar tidak memiliki tenaga untuk berjalanDengan cepat Raka sudah kembali dengan satu kursi roda yang ia dorong, kemudian Raka membantu Nayla untuk duduk di kursi setelah merasa aman dan nyaman mereka pun mendorong kursi rodanya menuju ke ruangannya."Kenapa keadaanmu sampai seperti ini, Nay? Jangan bilang kamu stres, ingat pesankukeadaanmu ini sudah seperti tidak mengkonsumsi obat berminggu-minggu. Padahal satu dua