jangan lupa komentar ya.
Bab 124 FokusPagi itu, Sakha fokus mengurus proyek yang ditangani oleh ayah mertuanya. Proyek itu kerjasama juga dengan papanya dan teman-teman dekat semasa kuliah papanya. Sakha bersama Toni berpikir keras agar warga tidak melakukan demonstrasi menuntut uang ganti rugi."Begini Pak Cokro, pihak perusahaan telah memberikan uang ganti rugi untuk pembebasan lahan. Bahkan nominalnya tidak kecil. Kami jelas tidak mau mendholimi warga. Justru visi dan misi perusahaan adalah mensejahterakan rakyat yang ada disekitarnya."Sakha mencoba berpikir dingin untuk bernegosiasi dengan perwakilan dari warga."Tidak, Pak! Jelas kami tidak menerima sebesar yang ada dalam perjanjian. Ini kami membawa buktinya. Dari beberapa warga yang memberi pernyataan, kami hanya diberikan jumlah sebesar 80% dari yang dijanjikan. Mana tanggung jawab pimpinan perusahaan?!" Laki-laki paruh baya bernama Cokro itu berapi-api membuat Sakha menghembuskan napas kasar. "Tenang dulu, Pak! Berhubung pimoinan perusahaan ini se
Bab 125 Berbaju HitamDi tempat lain, Rahma sedang memeriksakan kesehatan dan kandungannya. Ia bertemu Sherly lalu diantar ke dokter kandungan. Di rumah sakit yang sama Revan dan Melia yang berangkat bareng Rahma melakukan cek kesehatan di bagian dokter umum terlwbih dahulu. Revan dan Melia mendapat antrian panjang. Alhasil, Sherly memintanya pindah dokter yakni dirinya."Maaf, Dok. Dia orang tua sahabat saya. Biar saya yang menangani langsung.""Dengan senang hati dokter Sherly. Kamu sudah meringankan tugasku," jawabnya terkekeh."Ishh, dokter nih.""Mari silakan Om dan Tante. Keluhannya apa?""Begini dokter. Sebenarnya istri saya sudah lama kena vonis Miom. Bahkan sejak melahirkan Rahma dulu. Waktu itu mau diangkat tetapi istri saya masih ragu dan diputuskan melakukan obat jalan. Akhir-akhir ini kesehatan istri saya menurun. Jadi, mohon solusinya.""Baik, Om. Tante, bisa saya lihat dulu rekam medis yang dari rumah sakit di sana dulu."Melia menyodorkan berkas salinan rekam medis dar
Bab 126 Godaan 18+Di antara batas kesadarannya, Sakha mulai mencoba membuka paksa kelopak matanya. Meski terasa berat, ia tetap paksakan. Otaknya meminta untuk memulihkan kesadarannya. Hingga terasa sebuah parfum mencolok menguar sampai ke indra penciumannya."Akhirnya yang ditunggu sudah bangun." Suara bariton menyapa Sakha yang sudah mengerjapkan matanya beberapa kali. Ia juga tersentak saat sepasang tangan dengan kulit halus merangkul dari belakang. Posisinya duduk di kursi. Ia begitu susah menggerakkan kedua tangan dan kaki. "Ada apa ini? Kenapa tangan dan kakiku diikat? Apa dia anak buah Pak Cokro? Lalu kemana pria tua brengs*k itu.""Siapa kalian?! Di mana Pak Cokro?! Kalian menggertakku, huh? Kalian mau menipuku?!""Tenang anak muda! Jiwa mudamu mengingatkanku saat bekerja sama dengan papamu."Sakha melebarkan matanya. Netranya menatap nyalang lelaki paruh baya yang usianya kisaran papanya. "Apa dia rekan bisnis papa? Atau justru musuhnya?""Siapa Anda?"Laki-laki itu tertawa
Bab 127 Pencarian"Dasar merepotkan. Laki-laki lemah kok mau melawan bos. Hufh."Sebuah mobil pajero telah sampai di area pembangunan jalan tol. Perempuan dengan rambut panjang diikat tali rambut itu segera menurunkan Sakha dalam kondisi terlelap. Ia dibantu dua orang pengawal Robert. Sakha ditinggalkan di sebiah rumah kecil yang biasa dipakai koordinasi para karyawan perusahaannya."Ayo kita tinggalkan segera tempat ini. Lama-lama di sini kita bisa jadi santapan warga," ujar Cantik. Kedua pengawal pun menyetujui. Gegas mobil itu melaju kencang ke arah menjauh dari wilayah pembangunan tol."Kamu sangat kuat ternyata Cantik. Apa tidak lelah dengan semalam? Sementara anak muda itu tak berdaya," cibir salah satu pengawal yang duduk di belakang. Cantik yang duduk di samping sopir hanya mendecis."Dasar laki-laki lemah. Baru juga satu ronde sudah KO."Mendengar ungkapan Cantik kedua pengawal terbahak. Mereka tidak menyangka perempuan usia 20an itu sangat kuat. Jelas keduanya tidak berani ma
Bab 128 Gadis Pintar"Namanya Cantika, yatim piatu. Umur 22 tahun. Lulusan Ilmu Komputer. Saat ini tinggal berdua bersama neneknya yang sedang sakit parah."Toni memberikan info lengkap mengenai gadis yang dicari oleh Sakha. Di ruang kerjanya, Sakha mengetuk-ngetuk pena ke meja. Ia mencari cara untuk bisa bertemu gadis bernama Cantik."Kita ke alamat itu, Pak Toni.""Hah, kapan, Pak?""Tahun depan. Sekarang lah."Toni terkekeh menyadari kekeliruannya. "Siap, Pak." Toni segera meraih kunci mobil di meja kerja Sakha. Ia masih heran kenapa anak bosnya begitu antusias mencaru perempuan bernama Cantika itu. "Apa gadis itu secantik namanya? Apa Pak Sakha main hati dengan perempuan muda.""Pak. Pak Toni!"Sakha menaikkan intonasinya saat Toni justru melamun tidak segera membuka pintu mobil."Eh, maaf Pak Sakha. Silakan masuk!"Mobil melaju di siang yang terik menyusuri jalan berliku. Mereka menggunakan map untuk mencari alamat tinggal Cantika. Di tengah perjalanan, mereka tersendat oleh si
Bab 129A Ancaman"Mas Sakha yakin mau ke rumah gadis itu?" tanya Toni was-was sambil menoleh ke kanan kiri. Mereka sengaja memarkirkan mobilnya di tempat warga tadi. Sakha tidak mau kedatangannya diketahui gadis yang diketahuinya bernama Cantika. Namun warga tidak mengenal nama itu."Ya, Pak. Pak Toni manut saya saja. Saya nggak bisa tidur tenang sebelum menyelesaikan urusan dengan perempuan licik itu."Oh, eh. Ya, Pak. Saya siap siaga. Barangkali gadis itu benar-benar pandai beladiri.""Pak Toni waspada saja, tidak perlu mengeluarkan senjata. Apalagi membahayakan nyawa. Bisa-bisa kita berurusan dengan hukum.""Siap, Bos."Sakha mengedarkan pandangan ke sekeliling area. Hanya senyap terasa. Satu-satunya bangunan yang ditemui tinggal rumah kecil di depannya. Rumah sangat sederhana sekali. Bahkan, bisa dibilang seperempat rumahnya di Jakarta."Pak Sakha, sepertinya bukan ini deh. Halamannya kotor sekali. Rumah ini malah mirip rumah kosong yang biasa untuk uji nyali," celetuk Toni sambil
Bab 129B Ancaman"Berhenti! Atau kalian babak belur keluar dari sini.""Ups, sial. Gadis ini kuat juga, Bos.""Awas!" pekik Sakha saat bogeman Cantika mengenai Rahang kiri Toni.Tidak keras tetapi mampu membuat nyeri di pipi Toni."Astaga, perempuan ini ganas sekali."Sakha jengkel sekaligus menahan tawa. Bisa-bisanya ia dan Toni dikalahkan perempuan."Oke,oke. Kami mundur. Sekarang katakan. Apa tujuanmu berbuat licik padaku, hah?"Sakha mencoba bernegosiasi. Ia tidak ingin salah melangkah dan akhirnya usahanya membela hak warga gagal."Aku jelas butuh uang. Jadi kalian pergi saja. Karena kedatangan kalian ke sini hanya akan membuat masalah bagiku.""Oke, berapa uang yang kamu butuhkan? Aku bisa mencukupi lebih banyak dari yang diberikan Robert. Kamu tahu dia bukan siapa-siapa. Dia mantan napi karena sudah menipu ayahku. Sekarang katakan butuh uang berapa kamu? 100juta, 200juta, setengah milyar?"Cantika terkesiap mendengar uang yang besarnya menggoda."Pak. Jangan gila! Pak Ardi tidak
Bab 130 SepakatSetengah jam, Sakha dan Toni duduk di luar kamar yang dimasuki Cantika dan wanita yang sudah renta tadi. "Pak, gimana? Kenapa gadis itu belum keluar juga?"Sakha hanya mengedikkan bahu. Ia lalu beranjak dari duduk dan mendekati kamar. Berhenti sejenak di depan pintu yang sedikit terbuka. Tampak di sana Cantika sedang membenarkan posisi yang nyaman untuk wanita tua tadi."Nek, istirahat saja. Ika baik-baik saja, kok.""Jadi gadis itu biasa dipanggil Ika. Pantas tidak ada yang kenal Cantika."Sakha mengembuskan napasnya kasar. Ia baru sadar kalau Cantika bekerja untuk menghidupi wanita tua yang pantas jadi neneknya itu.Beberapa menit kemudian, Cantika sudah turun dari ranjang dan berniat keluar. Sakha segera kembali ke kursi duduk bersama Toni."Gimana, Pak?" tanya Toni penasaran.Sakha hanya memajukan dagu ke arah pintu kamar di mana Cantika keluar dari sana."Kenapa kalian masih ada di sini? Sana pergi, jangan ganggu aku!"Cantika melenggang masuk ke sebuah ruangan ke