*AJENG POV*
Suasana dingin di desa membuatku menarik selimut lebih dalam lagi menutupi hingga wajahku. Sudah tiga bulan ini aku hanya bermalas-malasan tanpa melakukan aktivitas apapun. Di sini aku berjuang untuk mengobati luka atas sebuah kehilangan yang sangat. Kini aku sudah merasa lebih baik setelah pelepasan diri atas duka itu. Memang tidak mudah, tapi hidup akan terus berjalan.“Ajeng bangun nak,” ujar bibiku menggoyang-goyangkan tubuhku.
“Hmmmm lima menit lagi Bi. Aku masih mengantuk,” jawabku berpaling membelakangi bibi dengan memperbaiki selimut yang aku pakai.
“Ingat lima menit lagi bangun. Malu sama ayam yang sudah berkokok,” ucap bibi meninggalkan diriku.
Aku membuka selimut yang tadi membungkus tubuhku. Membuka mata dan duduk di atas ranjang dengan merentangkan tangan ku ke kiri dan ke kanan. Menghela napas panjang. Ketika kakiku akan menyentuh lantai, aku pun berkata dalam hatiku.
“Aku ikhlas dan aku yakin akan bahagia”
*AJENG POV*Untuk kesekian kalinya aku kembali mengisi hariku dengan para petani. Di sini aku sudah sangat mahir sekali ketika memanen padi. Dan hari ini adalah hari terakhir kami memanen hasil dari sawah ini. Tidak sampai setengah hari pekerjaan telah rampung. Kami sangat bergembira dengan hasil yang telah kami capai hari ini. Aku sangat merasakan Eporia dari kebahagiaan semua petani di desaku hingga aku pun sangat merasakan kegembiraan itu. Seluruh wajah tersenyum cerah. Kerja keras mereka selama empat bulan terbayar lunas dengan hasil baik. Kami berkumpul di gubuk tengah sawah. Sebelum waktu makan siang, kami telah makan bersama-sama. Begitu pun dengan pak Teguh dari dinas pertanian yang kala itu sedang memantau hari terakhir panen raya ini ikut bersama menikmati nasi bungkus daun. Dan memang pak Teguh hampir setiap hari mengunjungi kami. “Bu Ajeng sudah pernah memancing ikan?” tanya Pak Teguh padaku. “Belum pernah pak,” jawabku ketika k
*AJENG POV* Sejak acara memancing dengan pak Teguh, aku merasakan energi positif pada diriku mengaliri seluruh bagian dari tubuhku. Seperti pagi ini, aku kembali bersemangat untuk mengolah tubuhku menjadi lebih baik. Semalam aku sudah mulai memakai cream malam ku kembali. Bahkan sore hari ketika aku akan membersihkan diri, aku sempatkan diriku untuk melulur bagian tubuh yang bisa terjangkau dengan diriku. Sudah hampir lima bulan aku tidak merawat diriku dan aku juga tidak mengerti dengan perubahan yang terjadi. Hanya saja sejak duka yang menimpaku berbulan-bulan lalu, memang aku sudah tidak lagi memedulikan keadaan sekelilingku, fisikku, juga suamiku sendiri.Aku hanya berfokus pada kesehatan putraku saat itu, lalu rasa kehilangan atas dirinya membuat aku semakin berduka dan membuat aku masuk ke dalam kegelapan diriku sendiri. Dengan tidak mengenali lagi siapa diriku, apa yang kuingini. Dan akhirnya aku pun bangkit dari kegelapan diriku. Tern
*BRAM POV* Kehamilan yang di jalani oleh Dina telah membuat hatiku sangat berbahagia. Aku merasa terlalu memanjakan Dina dengan segala sesuatu yang dimintanya. Sampai-sampai aku pernah mencari buah yang sulit aku dapatkan. Waktu itu ia meminta buah jamblang yang sulit sekali dicari. Buah itu berwarna agak keunguan ketika masih muda, tetapi akan terasa sangat manis ketika buah itu sudah berwarna agak kehitaman. Semasa aku kanak-kanak, di rumah temanku ada yang mempunyai pohon dari buah itu. Pada saat Dina yang waktu itu meminta buah itu, aku coba menghubunginya ternyata pohon itu telah ditebang. Akhirnya aku kirim ke semua kontak yang ada di teleponku menanyakan buah itu, syukurnya buah itu didapat dengan perjuangan yang lumayan berat. Dan yang membuat aneh diriku, ketika buah itu telah aku berikan padanya, Dina hanya memakannya tidak lebih dari lima biji. Aku sempat berpikir dia akan memakan semuanya. Susah juga ternyata masa mengidam sepert
*BRAM POV* Malam ini, aku menunggu Dina untuk meminta jatahnya padaku. Tetapi setelah menunggu hingga satu jam ia sama sekali tidak bergeming seperti malam-malam sebelumnya kejadian di alun-alun itu. Kulihat, ia malah menikmati bacaannya. Aku bertanya kepadanya “Dina, hari ini kamu tidak ingin menikmati tubuhku?” Dina hanya melihat ke arahku dan menggelengkan kepalanya. Sejak kejadian di alun-alun itu, telah tiga hari ini Dina tidak melampiaskan hasratnya untuk menikmati tubuhku, seperti beberapa waktu yang lalu. Ia biasanya minta jatah sehari dua kali bahkan ketika hasratnya tinggi bisa sampai tiga kali. Dan itu yang membuat dirinya hebat diatas ranjang. Karena hampir setiap lelaki senang dengan wanita yang bisa menyenangkan dirinya di atas ranjang. Dina bisa menjadikan seorang lelaki seperti seorang raja yang terlihat kuat dan jantan ketika bercinta dengannya. Dan itu adalah yang ingin dirasakan oleh setiap lelaki mana pun.
*BRAM POV* Kondisi Keuanganku yang semakin sulit membuat aku menjual rumah yang kini aku tempati, aku menjual rumah bunda dikarenakan bunda memerlukan biaya pengobatan untuknya juga, aku berniat melunasi hutang yang kemarin aku ambil dengan jaminan rumah ini. Dan aku berencana akan membuka rumah makan dari sisa penjualan rumah ibunda. Untuk masalah cafe akhirnya kami bisa mengovernya dan hasil dari over kontrak itu kami gunakan untuk membayar pembangunan dari ruko yang terbakar tersebut. Kini aku harus mencari rumah kontrakan bagi kami berdua. Ada terbesit dalam hatiku untuk menempati rumah yang telah aku berikan pada Ajeng, hanya saja untuk saat ini pun aku tidak tahu bagaimana keadaan Ajeng. Perasaan sedihku bertambah, mengingat Ajeng yang terasa semakin jauh dariku. Ditambah beban hidupku yang kian menghimpit membuat aku lebih memikirkan bagaimana caranya untuk bertahan. Selama ini tidak pernah terpikir olehku kalau kehidupan sulit ini akan menimpa
*AJENG POV* Keindahan perbukitan di kampung halamanku ini, baru aku rasakan setelah aku mengayuh sepeda mengelilingi daerah perbukitan di desaku. Begitu banyak yang kulihat, dari hijaunya perbukitan di tengah hamparan padi yang baru saja di tanam. Sungai dengan batu-batu besarnya, serta naik turunnya jalan di perbukitan yang membuat udara sepoi-sepoi menerpa wajahku, yang terasa hangat ketika menerima cahaya matahari pagi yang baru saja menyinari semesta yang indah ini. Untuk pertama kalinya aku berada di atas perbukitan yang tinggi melihat dari kejauhan keindahan yang luar biasa. Sulit sekali aku menjabarkan lukisan dari Sang Pencipta atas keindahan yang aku rasakan hari ini. “Ajeng, kita duduk disini saja untuk beristirahat,” Teguh mengatakan hal itu sambil menghentikan kayuhan sepedanya. Aku pun mengikuti ajakannya untuk menghentikan kayuhan sepedaku dan beristirahat di atas perbukitan yang kami lalui. “Wow , Indah sekali pemand
*AJENG POV* Deburan ombak dipantai pada malam ini hanya memperdengarkan iringan suaranya yang saling bersahutan. Dan pijakan kaki kami pada pasir hanya merasakan buliran-buliran sisa dari ombak yang telah terpecah. Aku merasakan resapan pasir pada kakiku yang tersapu buih-buih ombak yang terus menyapu pesisir pantai, dengan deburan ombak yang kian melemah pada saat sampai di pesisir. Aku memegang tangan Teguh dengan kedua tanganku. Sesekali aku sandarkan kepalaku pada pundaknya yang kokoh. Sesekali ia mengusap kepalaku dengan kelembutan. Kami tidak merasakan rasa lelah, ketika harus menyusuri pantai ini, walaupun sejauh mata memandang hanyalah hamparan pantai yang indah. “Kita akan makan malam di sana,” Teguh menggandeng tanganku mendekati sebuah restaurant di pinggir pantai dengan mengucapkan hal itu. Aku hanya tetap memegang tangannya, sambil mendekati restaurant yang akan kami tuju. Ketika berjalan aku merasa kakiku semakin dalam masuk dian
*BRAM POV* Kedatangan aku ke kampung halaman Ajeng membuat hatiku bertambah luka. Aku sama sekali tidak siap dengan segala sesuatu yang di luar perkiraan nalarku. Aku tidak menyangka seorang Ajeng yang lemah lembut, yang dulu menerima diriku dengan segala kekuranganku, kini mampu menjatuhkan diriku sedalam yang ia inginkan, seperti sebuah pembalasan yang telah lama ia rencanakan padaku. Keputusannya dan kata-kata tajamnya tepat mengenai diriku, yang pada saat ini telah diambang kehancuran dalam hal ekonomi. Masalah perceraian yang aku pikir bisa mereda malah semakin bertambah sulit untuk dipertahankan. Aku tidak tahu harus bagaimana menyikapi hal ini. Tetapi yang membuat diriku penasaran adalah, pada sosok lelaki yang dicintai Ajeng saat ini. Lelaki apakah yang mampu mempengaruhi sifat dan sikap yang menjadikan seorang Ajeng menjadi seorang wanita seperti saat ini. Sejak keluarga Ajeng tidak mau menerimaku untuk barang sejenak beristirahat di ru