Emily dan Morin sudah sampai di depan toilet, bertepatan dengan ponsel Morin yang berdering.
“Aku akan menunggumu di sini, masuklah.” Morin membuka pintu untuk Emily.
“Terima kasih,” Emily mulai melangkah perlahan, meraba pintu sebagai pegangannya.
Begitu Emily masuk ke dalam toilet, Morin menjauh dan menjawab panggilan yang ternyata dari ibunya. Morin menjauh dari pintu toilet karena suara musik dari luar terdengar sangat jelas sehingga ia tidak mendengar apa yang sedang dikatakan ibunya.
Sepuluh menit berlalu, Emily pun sudah selesai dengan keperluannya di dalam toilet. Ia pun berpegangan pada dinding kamar mandi untuk berjalan ke arah pintu. Emily membuka pintu toilet yang ternyata tidak bisa dibuka.
“Morin, apa kau masih di sana?” panggil Emily. “Morin?” Emily menaikkan nada suaranya dan tetap tidak ada sahutan dari luar membuat Emily mulai panik.
“Seseorang, apa ada seseorang di luar sana.” Emily lagi dan lagi berteriak meminta bantuan hingga
“Sepertinya aku harus memecat si keparat itu,” maki Ellard seraya menerima uluran tangan Peter untuk membantunya naik ke atas. Mendengar ancaman Ellard, Peter hanya menanggapinya dengan tertawa. Ia tahu Ellard tidak akan pernah melepaskan seorang Edward dari sisinya. Ibarat kata jika Edward adalah wanita, Ellard tidak akan menunggu lama untuk menikahinya. Ya, Ellard sangat membutuhkan Edward dan Peter tahu itu.“Aku akan meminjamkan kamarku dan meminta seseorang mengantarkan pakaian baru untukmu,” Peter menuntun Ellard berjalan menuju kamarnya.“Kapan terakhir kali aku mengunjungi kamarmu.” Ellard mengedarkan pandangannya ke setiap sudut ruangan kamar. Ini pertama kalinya ia memasuki kamar Peter setelah pria itu membeli rumah yang pria itu tempati sekarang. “Terlihat berbeda dan sedikit feminim. Kau mempunyai kekasih?” Ellard melepaskan jas, dasi dan kemeja yang ia kenakan.Peter tergelak mendengar pernyataan Ellard. Pasalnya dulu ia memang hanya tinggal dis
Emily terbangun karena merasa tenggorokannya kering. Cacing-cacing manja di perutnya juga berdemo minta di kasih jatah. Wajar saja mengingat Emily memang melewatkan makan malamnya dan bukan hanya makan malam, makan siangnya juga terlewat begitu saja karena Ellard menyeretnya dari rumah sakit pas jam makan siang.Duduk dari pembaringannya, Emily meraba nakas yang ada di sampingnya. Tidak ada apa-apa selain sebuah jam weker. Emily meraba sisi tempat tidur di sebelahnya dan tentu saja kosong karena Ellard tertidur di bawah. Menyadari Ellard tidak tidur bersamanya, Emily segera berpindah tempat, berharap nakas yang berada di sisi lain tempat tidur terdapat air minum. Ternyata sama saja, hanya ada lampu hias.Emily hanya tidak mengetahui bahwa Ellard melarang pelayan untuk menyediakan air minum di dalam kamar guna menyulitkan Emily. Ellard juga tidak berniat sama sekali untuk tidur di atas ranjang yang sama. Ia tidak sudi.Tidak menemukan air, akhirnya Emily memilih unt
"Aa-aku Emily," Emily perlu menegaskan karena berulang kali pria itu mengigau memanggil nama Naura. Ia juga khawatir Ell tidak menyadari hal itu mengingat pria itu dalam pengaruh alkohol dan tentu saja ia juga takut Ell menyakitinya karena menuduh mendekatinya."Aku tahu. Diamlah!" Ell memeluk erat tubuh Emily.Mendengar penegasan Ellard, Emily bernapas lega. Tangannya terulur mengusap lembut kepala Ellard berharap usapannya mampu menenangkan pria itu. Ya, tubuh Ellard masih bergetar hebat akibat mimpi buruk yang cukup mengguncang mentalnya, napasnya juga masih memburu hebat.Merasakan sentuhan Emily di kepalanya, Ellard semakin mengeratkan pelukannya, membenamkan kepalanya di ceruk leher Emily bahkan menghirup dalam aroma tubuh Emily.Napas Ellard mulai tenang dan terkendali. Ia juga terkejut dengan reaksi tubuhnya sendiri, tidak menyangka ada hal lain yang mampu menenangkannya dari mimpi buruknya selain Naura bahkan dengan cara yang sangat berbeda
Ell menatap hasil karyanya di rambut indah Emily yang sudah tidak jelas bentuknya lagi. Melempar gunting sembarang tempat lalu melangkah pergi meninggalkan Emily.Mendengar pintu kamar sudah tertutup, Emily meluruh ke lantai, menggigit bibir bawahnya seraya mendongakkan kepala menahan agar air matanya tidak jatuh.Kini ia tahu apa alasan di balik sikap keras suaminya terhadapnya. Alasan kenapa mereka menikah, “Aku harus kuat, dia juga pasti menderita,” gumamnya.Pintu kembali terbuka, Emily menarik napas panjang untuk menetralisirkan jantungnya.“Kau baik-baik saja?” terdengar suara Rosalinda.Emily menganggukkan kepala, “Ya, aku baik-baik saja, Ros.” Emily berusaha berdiri dan Ros pun membantunya.“Bajumu perlu diganti. Tuan mengatakan kancingnya rusak.” Rosalinda melepaskan baju Emily dan menggantinya dengan yang baru.Keduanya pun turun ke bawah, Ros membawanya ke dapur dan menj
“Aku memberimu izin untuk cuti beberapa hari, memulihkan kesehatanmu tapi sepertinya kau tidak mengindahkannya.” Sindir Ell sembari melayangkan tatapan sinis ke arah Emily. Tindakan yang sia-sia karena Emily tidak akan melihat dan mengetahuinya. Lupakah ia jika Emily adalah seorang wanita buta.Ellard harusnya tidak terkejut mendapati Edward di rumahnya yang memang sudah terbiasa berkeliaran di sana. Namun tidak sejak Emily hadir. Ellard tidak menyukai sikap baik hati yang ditunjukkan Edward pada wanita itu. Lihat saja apa yang dilakukan Edward kali ini. Pria itu sedang sakit karena menyelamatkan Emily dari kolam berenang, dan dengan bodohnya ia mengabaikan kesehatannya dengan datang berkunjung ke rumah Ellard hanya untuk melihat Emily. Saat Ellard dan Peter menjenguknya tadi pagi, kesehatannya belum fit sepenuhnya.“Aku merapikan rambutnya. Bagus tidak?” Edward tersenyum manis mengangkat gunting dan sisir yang ada di tangannya. Ellard kembali m
Emily merasa gugup di kursinya, ia merasa tidak nyaman namun ia juga menikmatinya, menikmati sentuhan dan perlakuan lembut Ellard terhadapnya walau ia tahu sikap yang ditunjukkan Ellard terhadapnya hanyalah kepura-puraan belaka di hadapan relasi bisnisnya.Ya, seperti yang ia katakan dahulu saat memutuskan untuk menikahi Emily, selain untuk membalaskan dendam dan meluapkan kemarahannya, Ellard juga menggunakan Emily untuk menarik simpati pangeran Arab agar berminat bekekerja sama dengannya.Dan di sini lah mereka berada, dia aula salah satu hotel terbesar di dunia. Merayakan berhasilnya kerja sama mereka. Meski tak bisa melihat, Emily tahu ruangan itu penuh dengan orang-orang penting. Ellard adalah salah satu pebisnis hebat yang sangat disegani sedangkan Asad- pangeran Arab yang terkenal sangat pemilih dalam menjalin kerja sama. Tentu saja kerja sama keduanya menjadi perbincangan hebat di kalangan pebisnis.Peter dan Edward tentu saja hadir di sana. Edward hadir
“Apa kau mulai mengkhawatirkannya?” Edward menelisik wajah Ellard yang terlihat sangat melakoni perannya sebagai suami yang penuh perhatian, suami yang terlihat sangat khawatir akan kondisi istrinya. Ia benar-benar bertingkah layaknya suami yang begitu sangat mencintai Emily.Ellar menatapnya sekilas sebelum kembali mengalihkan tatapannya pada Emily yang sedang ditangani. “Jika ia sakit dan terbaring bagaimana aku bisa menarik perhatian Asad si pria unta itu. Mereka masih di sini dua hari lagi dan aku membutuhkan Emily sebelum pada akhirnya si pria gurun pasir itu menyerahkan semua tanggungjawab pada kita. Kau tahu sesungguhnya aku tak bisa bekerja sama namun aku tidak keberatan untuk berbagi hasil. Aku ingin dia lepas tangan dan hal itu bisa ia lakukan jika ia sudah menaruh simpati dan kagum pada seseorang. Aku sedang berjuang,” Ellard mengerling sebelum memberi isyarat dengan ekor matanya bahwa Asad dan istrinya sudah sampai di rumah sakit.&l
Sial! Sial! Sial! Aku terjebak lagi. Untuk apa aku menemui wanita iblis itu. Ini semua salah Morin!Ellard merasa gelisah dalam tidurnya. Ingin rasanya ia bangun dan membuka mata namun sekuat ia berusaha mengembalikan alam sadarnya sekuat itu juga mimpi buruk itu membelenggunya.Dasar anak jalangAnak tidak tahu diri!Kenapa kau tidak ikut mati saja menyusul jalang dan pria bangsad itu!Hadirmu akan membuat bebanku semakin banyak, pergilah kau ke neraka anak sialan!!Akh! Aku benci ini!Keringat mulai bercucuran membasahi tubuh Ellard, lagi dan lagi penyiksaan Rebecca terhadapnya kini terpampang nyata di alam mimpinya.Tolong, Tolong aku..Siapa yang meminta tolong?Siapa itu, dia sepertinya ketakutan, apakah dia juga mengalami hal serupa, tersiksa sepertiku.Jeritan minta tolong itu semakin jelas terdengar oleh telinganya. Ajaib, sontak kedua matanya terbuka. Napasnya memburu, tubuhnya sudah basah oleh keringat. E