~~Kesetiaan seorang istri diuji ketika suami tak punya apa-apa. Kesetiaan suami diuji ketika diposisikan dengan wanita yang bukan istrinya.~~
Sudah setengah bulan Ardan tidak berangkat bekerja. Ada mengatakan jika bosnya bangkrut dan pindah ke Jogja."Kalau tidak kerja, lakukan apa aja yang dapat uang," ucap Mimi."Cari kerja itu susah, yang mudah itu minta. Kayak kamu itu," cibir Ardan saat makan singkong rebus pemberian mertuanya."Kalau Mas nggak kerja, bantuin aku siapkan bahan untuk berdagang. Selama ini, kita makan dari hasil jualanku.""Halah, jualan dapat buat beli beras aja bangga. Mas yang tiap hari dapat uang buat makan kita semua, biasa aja tuh, nggak kamu banggain. Malah kufurin!"Mimi memilih diam sambil menata sayur pecel yang hendak ia jualkan keliling.Ardan paling tak suka jika Mimi merasa dia yang menafkahinya. Selama ini dia berkuasa dengan uangnya dan dia benci status istri yang sok pintar dan berkuasa di atasnya."Nitip Laila, aku mau ngider pecel buat tambahan. Awas jangan meleng, kamu suka lupa kalau ada anak di rumah!""Ya."Ardan masih asik dengan kesibukannya mengelap motor hasil kridit selama bekerja di toko Muda Teknik.Ponsel Ardan berdering. Nomor Meli terpampang jelas di sana. Setengah bulan bukan hal yang enak bagi Ardan menjadi penunggu rumah dan hanya menjadi santapan omelan Mimi."Assalamualaikum, Mas.""Wa'aalikumsalam, Li. Ada apa?" tanya Ardan antusias."Mas di rumah? Meli sama suami mau datang berkunjung. Dia kebetulan baru seminggu yang lalu pulang dari Malaysia, apa Mas ada di rumah?" tanya Meli." Iya, Mas di rumah. Kalau misal mau main, main saja. Mimi sedang tidak di rumah," ucap Ardan."Bini kamu sedang tidak di rumah? Wah nggak enak dong berkunjung nggak ada yang kasih air minum," kelakar Meli."Nanti mas yang buatin spesial buat kalian. Jangan lupa oleh-olehnya dari Malaysia," seloroh Ardan."Sip, pastilah kita akan terlupa spesial buat kamu.""Jam berapa mau datang?""Sebentar palingan setengah jam lagi ya. Nanti kalau aku melewati arah Jeruklegi, aku mampir.""Memangnya sekarang di mana?""Lagi di Kawunganten. Habis jengukin bude," jawab Meli."Ok. Hati-hati ya."Panggilan terputus dan Ardan beranjak dari halaman, meninggalkan motor yang belum selesai ia lap."Pak, minta uang. Beli papeda itu di depan gang," rengek Laila."Nggak ada! Uangnya ada sama Mama, Bapak sedang tidak bekerja."Tampak wajah kecewa dari Laila. Dia berbalik dan duduk di depan pintu dengan lesu karena tidak mendapatkan uang dari Ardan.Ardan meninggalkan Lela menuju kamar mandi dan bersiap untuk menyambut kedatangan Meli dan suaminya. Dia tidak peduli anak yang sedang sedih karena tidak mendapatkan uang."Assalamualaikum," salam Meli yang sudah sampai di rumah Ardan.Laila yang masih duduk di tempat semula, senang melihat kedatangan Meli."Tante cantik datang lagi. Laela senang deh, cari Bapak ya?" tanya Laela berdiri.Melly berjongkok dan menangkup kedua pipi gembul Laela yang masih menyisakan bekas air mata."Laila kenapa? Bapak mana?" tanya Meli. Suami Meli bingung karena rumah tampak sepi hanya ada anak kecil di depan rumah yang sedang menangis."Bapak di dalam dari tadi. Laila sebel sama Bapak karena nggak mau kasih uang buat beli papeda. Sekarang penjualnya sudah pergi, gara-gara Bapak tidak punya uang, Laila jadi nggak jajan," adu Laela."Laila mau jajan? Ini Tante bawa oleh-oleh, mau?""Oleh-oleh apa Tante?" tanya Laila girang."Makanan snack, pasti Laela suka. Bawa masuk ya? Sekalian panggilan ayah ya?" ucap Mely."Siap, Tante. Makasih ya oleh-olehnya, Tante sama Om duduk dulu, Laela panggilin Bapak dulu."Melly dan suaminya tersenyum lalu duduk di kursi bambu yang tersedia di rumah sederhana milik Mimi dan Ardan itu."Loh, sudah sampai saja. Aku kira belum setengah jam ini? Ngebut ya, Mas?" tanya Ardan pada suami Melly."Nggak sih, memang jaraknya tidak terlalu jauh."Ardan ke belakang membuatkan minum dan melirik kearah Laila yang tampak girang keluar rumah dengan memegang makanan snack yang begitu besar."Makasih ya Mel sudah repot-repot membawakan oleh-oleh untuk Laela," ucap Ardan sambil meletakan minuman untuk Meli dan suaminya."Nggak apa-apa, tadi kita sekalian mampir ke BJ waktu beli bensin. Kalau yang ini spesial dari Mas Kisworo, oleh-oleh dari Malaysia buat Mas Ardan dan Mbak Mimi."Ardan membuka paper bag yang diberikan oleh Melly berisi kaos dan juga rok untuk Mimi dan Laila."Maafkan jika ukurannya nanti tidak pas. Saya tidak tahu ukuran istrimu dan juga anakmu," ucap Kisworo.Ardan tersenyum,"Tak apa. Sudah dikasih saja alhamdulillah, bisa teringat gini membelikan kami oleh-oleh?""Kebetulan saja karena kami sudah lama ingin berbagi rezeki sedikit. Istri saya juga sering menceritakan Mas Ardan, sekarang tidak kerja katanya?" tanya Kisworo."Iya nih, lagi jadi pengacara. Pengangguran banyak acara," kelakar Ardan membuat Meli dan Kisworo terkekeh."Kenapa kalian tidak membuka lapangan kerja sendiri saja? Cilacap ini potensi besar di bidang elektronik. Di Perumahan Pertamina dan Holcim, banyak orang yang memakai AC. Banyak juga perkantoran di sana yang menggunakan AC karena cuaca di sini panas," tawar Kisworo."Mas mau membukakan toko buat Bunda?" tanya Meli."Ya kalau kalian bisa diajak kerjasama, kenapa enggak? Lagian sayang, kalau punya keterampilan tapi dibiarkan saja. Mas Ardan yang bekerja, biar saya yang memodali. Bagaimana? Nanti hasilnya kita bagi hasil dari untung yang didapat. Kemungkinan saya masih akan berangkat lagi satu periode, selama saya pergi, bangunkan sebuah usaha untuk masa depan yang lebih baik di kampung halaman sendiri. Capek juga bekerja di negeri orang, penginlah di rumah saja tapi punya pekerjaan," ucap Kisworo.Ardan yang Memang sebelumnya memiliki rasa dengan Meli, seperti bersemangat mendengar tawaran Kisworo membukakan lapangan pekerjaan untuknya. Ardan juga merasa sumpek setengah bulan menjadi pengangguran dan hanya mendengar ocehan istrinya yang mengeluhkan lelah sehabis berjualan."Insya Allah, aku siap untuk bekerjasama. Tinggal kabarin saja kapan toko siap dibuka dan aku siap bekerja, 24 jam menjadi teknisi andalan kalian.""Ya, nanti bicarakan saja di rumah kami. Sekalian perincian berapa biaya yang dibutuhkan," ucap Kisworo.Ardan mengangguk dan berterima kasih lalu mereka berbincang banyak hal dan pamit untuk pulang setelah minuman di gelas habis.Ardan yang tidak mendapati Laila pulang dari tadi, barulah sadar anaknya belum pulang."La, Laila!" teriak Ardan. Namun, tidak ada jawaban dari setiap sudut rumahnya."Kemana ini bocah, ditinggal ngobrol sebentar sudah ngilang. Mirip mamaknya aja, suka ngelayap!" gerundel Ardan." Mas Ardan! Mas! Kebangetan kamu Mas, anak dibiarkan bermain sendiri di pinggir kolam nya Pak Narto. Untung tadi ada Pak Samin yang ngomong kalau Laila ada di sana lagi bermain sama si Wulan, kalau tidak apa jadinya tanpa pengawasan, anak seumur Laila bermain di tempat yang berbahaya?" teriak Mimi saat pulang dari berdagang. Sebenarnya dia belum selesai berkeliling, hanya saja panggilan Pak Samin membuatnya menyudahi dagangnya."Nggak usah teriak-teriak, anaknya sudah pulang 'kan? Gitu aja diributin. Salahin aja si Wulan, kenapa ajak Laila bermain. Sudah tahu Laila masih balita, kenapa dia ajak bermain jauh-jauh. Kamu beresin itu semua yang ada di atas meja, tadi abis ada tamu. Makanya Mas nggak sempat jagain Laila. Sudah enggak usah ngomel-ngomel, sudah jelek tambah jelek mukanya kalau nyerocos seperti itu."Ardan berbicara santai sambil menyesap cerutunya dan menonton televisi tanpa memperdulikan wajah Mimi yang sudah merah padam karena marah. Laila yang baru saja dinasehati oleh
" Mas kemarin kamu yang datang Itu si Meli? Katanya dia bawakan makanan banyak buat Laela," tanya Mimi saat Ardan sedang menyantap sarapannya." Iya.""Katanya berdua? Yang satunya lagi siapa?" tanya Mimi bak wartawan yang sedang mewawancarai narasumber nya."Dia sengaja datang untuk mengenalkan suaminya yang baru pulang dari Malaysia."" Oh jadi dia sudah punya suami, tapi kok kayak masih gadis," kata Mimi."Iya ialah. Kalau dia punya badan dirawat, nggak kayak kamu. Burik, busik, bau lagi. Mana ada yang percaya kalau kamu umurnya masih 20-an," ejek Ardan tanpa dosa.Mungkin perkataan Ardan memang sudah terbiasa bercanda dengan kata-kata yang mencemooh dan mencela fisik Mimi. Namun, sebagai istri yang dikatakan buruk tentunya dia tidak suka suaminya membandingkan dirinya dengan orang lain."Kalau istrinya mau cantik itu ya dimodali, kerjanya jangan suruh panas-panasan. Ini setiap hari Pagi siang sore kerjaannya di bawah terik matahari, sudah begitu pekerjaan rumah ketemu diri sendir
" Tumben Mas wangi banget? Dari kerja atau ke mana?" tanya Mimi saat mendapati Ardan pulang dengan pakaian kerja beraroma parfum. "Emang pakai parfum salah? Lagian kamu nyuci baju tidak pakai pewangi, malu aku kalau dekat-dekat sama orang tapi bau keringat," sangkal Ardan."Perasaan dari dulu kamu tidak pernah protes, bahkan kamu tidak menyukai aroma parfum. Kamu habis pergi?" tanya Mimi penuh selidik."Suami baru pulang tuh disambut dengan senyum ditawari kopi ini malah nyerocos kayak petasan. Bikin nggak nyaman saja di rumah." Ardan melepas pakaiannya lalu masuk ke dalam kamar mandi, meninggalkan Mimi yang masih menatapnya curiga.Mimi mengambil pakaian yang dipakai Ardan lalu meraba seluruh saku siapa tau Ia mendapatkan sesuatu yang bisa mengurangi rasa curiganya.Semenjak mendapatkan pekerjaan baru, Ardan sering pulang malam dan juga tidak makan di rumah. Dia beralasan jika makanan di rumah tidak berselera, Ardan juga kerap marah-marah tanpa sebab ketika Mimi menanyakan sesuatu m
“Kemana lagi, Mas? Minggu nggak libur juga?” tanya Mimi saat melihat Ardan yang sudah rapi dengan kaos dan celana panjang jeans miliknya.“Mainlah, di rumah sumpek. Laila mana?” tanya Ardan duduk sambil menyuap makanan ke dalam mulut. “Dah ke ladang sama Uti tadi. Aku nunggu kamu, niatnya aku mau ajak kamu menyusul ke ladang Uti sama kakung. Panen katanya,” ajak Mimi.“Ah, kamu saja lah. Kamu kan tahu, Mas ini sibuk. Lagian Mas nggak biasa ke kebun, bisa gatal-gatal semua badan itu.“Alasan terus,” decak Mimi membuat Ardan tertawa menyebalkan. Mimi mengambilkan jaket suaminya setelah Ardan selesai makan.Setiap Ardan bangun, Mimi selalu menyiapkan makanan wajib dan juga keperluan suaminya bekerja. Akhir-akhir ini memang Ardan jarang sekali di rumah. Dia sudah bak artis, pergi pagi pulang pagi. Curiga, tentu Mimi curiga. Namun, ketika ditanya bukan hanya omelan yang didapat tetapi kejengkelan Ardan yang berhari-hari membuat Mimi kadang malas lagi memikirkan kelakuan suaminya.“Pulang
"Dek, dari mana saja? Ada tamu malah kamu pergi nggak pulang-pulang," lirih Ardan saat mendapati Mimi yang baru pulang."Ada tamu siapa, Mas?" tanya Mimi balik, menengok ke dalam rumahnya."Sudah, buruan bikinkan kopi. Kita kedatangan tamu agung," sarkasnya.Mimi Yang penasaran memilih berkas untuk masuk dan melihat tamu yang datang adalah wanita yang tadi ia jumpai di mall."Mbak Meli?" Setengah kaget Mimi menahan raut wajahnya agar terlihat biasa saja namun ia tidak bisa menutupi semuanya bahwa tamu yang kali ini datang adalah wanita yang sama dalam beberapa hari ini dia temui."Baru pulang, Mbak Mimi? Maaf bertamu sore-sore. Soalnya tadi kami tidak sengaja bertemu di luar," ujarnya tanpa Mimi tanyai."Habis dari mall juga?" Melly tampak kaget dengan pertanyaan Mimi. "Mbak dari Mall juga, kah?""Dek, buruan buatkan minum. Lama sih?" omel Ardan."Iya sabar, sih. Kenapa nggak bikin sendiri aja?" Mimi masuk ke dapur dan mengambil gelas juga teh celup yang hanya tersisa satu biji. Na
12Harus~~Jika ditanya siapa orang yang paling bodoh mencintai, itu jawabannya adalah dirimu sendiri. Karena demi dia, kamu rela menanggung kesakitan berulang kali dan tetap bertahan demi luka yang sama.~~**Story Maey Angel**"Assalamualaikum, Bu, Pak," salam Mimi saat dia baru saja sampai di rumah Ibunya. Sang Ibu dan Bapaknya yang sedang asyik mengobrol di teras rumah, merasa senang Mimi datang ditemani oleh suaminya–Ardhan."Waalaikumsalam. Tumben bareng?" tanya Sukri–Bapak Mimi."Udah malam, Pak. Kasihan kalau Mimi jemput Laila sendirian. Laila mana, Pak?" tanya Ardhan sopan sangat. Dia selalu menjaga image dirinya di depan semua orang, termasuk mertuanya. Bahkan, ketika Mimi berbicara tidak enak mengenai suaminya jarang ada yang percaya dan akhirnya dari pengalaman itu, Mimi kini memilih menjadi istri yang pendiam dan menutup rapat-rapat apa yang dialaminya."Ya jelas. Lagian, dekat aja. Ngapain sungkan main? Kamu itu selalu sibuk. Mana ada waktu buat main ke rumah Bapak dan I
~~Jangan takut untuk berkata jujur karena sejatinya kejujuran akan membawa pada sebuah kebaikan yang abadi.~~**"Mas, ada uang lebih gak? Jahitan seragam Laila belum dibayar. 250 ribu," sarkas Mimi seraya menengadahkan tangannya ke arah Ardan yang sedang sibuk mengelap motornya."Uang lagi. Udah tahu Mas sekarang pengangguran. Mau kerja aja dilarang, gimana mau dapat duit coba," jawab Ardhan santai."kan? Mas selalu saja beralasan seperti itu jika aku meminta uang. Apa nggak ada gitu, inisiatif mencari pekerjaan agar bisa dapat uang tapi tidak perlu mengorbankan perasaan istrinya? Mas pikir, Mimi akan melarang jika bekerja jadi kuli atau tukang sapu jalanan? Enggak! Aku hanya melarang Mas kerja dengan wanita itu. Dia dari gelagat nya saja sudah kentara kalau memiliki perasaan dan niat yang berbeda dari awal perkataannya. Masa Mas nggak nyadar sih?" sembur Mimi."Ah. Kamu aja yang jadi istri itu lebay. Dikit-dikit cemburu, dikit-dikit marah. Dikira Mas macam-macam. Jangankan mau macam
14PusingBerita naiknya harga BBM membuat Ardan begitu kesal. Faktanya, ia yang sama sekali belum mendapatkan pekerjaan harus rela merendah dan memohon di depan Mimi demi bisa membeli sebatang rokok untuk menyumpal mulutnya yang terasa pahit jika tidak menyesap barang itu."Mi, dari pagi Mas belum merokok. Apa yang ndak kasihan?""Kasihan kok sama Mas. Kalau mau kasihan itu sama diri sendiri aja lebih penting. Udah punya suami pengangguran, malas pula. Bantuin Mimi gih, bungkusin ini makanan," titahnya.''Kamu sangat tidak sopan sekali. Masa Suami sendiri disuruh bungkusin makanan kayak gini. Nggak mutu blas. Baik Mas mancing saja ikannya bisa digoreng buat makan."Ardan pergi meninggalkan Mimi yang masih berharap suaminya itu baik itu pekerjaannya di rumah. Namun, harapan hanyalah sebuah harapan. Masa bodoh dengan apa yang ia lakukan dan tidak mau untuk sedikit melakukan pekerjaan yang ia geluti. "Mas Ardan," cegah seseorang yang selama ini sangat ia rindukan. Namun, demi menjaga k