Dalam kegelapan laut yang membingungkan, Reiger berusaha keras untuk mempertahankan keseimbangan mereka. Ia meraih tali perahu dengan erat, mencoba menahan serangan liar dari siren yang menggoyahkan perahu mereka dengan keras.Sementara itu, Calix dan Heros bergumul dengan ombak ganas yang menerjang. Mereka bekerja keras untuk menjaga stabilitas, tetapi kekuatan siren begitu kuat sehingga mereka kesulitan.Iveryne, yang masih terkejut oleh kehadiran siren, berusaha keras untuk tetap tenang. Dengan gemetar, dia mencoba mencari tahu apa yang sedang terjadi, tetapi kegelapan malam dan gemuruh air membuatnya kesulitan untuk memahami situasi dengan jelas.Perahu mereka terombang-ambing di atas amukan gelombang, dan suara jeritan angin laut bercampur dengan raungan ombak yang menakutkan. Mereka berjuang untuk bertahan, bertekad untuk tidak terperosok ke dalam kegelapan laut yang gelap dan menyeramkan.Sementara Reiger berusaha mempertahankan kendali perahu, tiba-tiba ia merasa tarikan kuat
Dalam ketegangan yang menusuk, mereka akhirnya menemukan diri mereka terdampar di sebuah pulau kecil yang tidak mereka kenal. Terlelap oleh kelelahan, mereka terbaring di pantai yang berpasir putih, menyadari bahwa mereka harus segera mencari perlindungan dari bahaya yang mungkin mengancam. Ini sudah subuh. Matahari samar-samar menunjukkan cahayanya, menyinari pulau itu dengan cahaya keemasan yang lembut. Wilder, Heros, Calix, Iveryne, dan Reiger bangun dengan perasaan lega, mereka selamat dari badai yang mengerikan. “Dimana kita?” Wilder bertanya, setengah linglung.“Entahlah. Pulau ini tidak ada di peta.” Reiger menyahut sambil menepuk-nepuk pakaiannya, seperti yang lain. Tapi pasir-pasir pantai masih menempel karena pakaian mereka yang basah.“Dia benar-benar menelan peta itu.” Wilder melotot, berikutnya, sebuah tepukan keras menghantam kepalanya. Calix, di belakang, ikut melotot. “Kan sudah aku ceritakan kalau kami berasal dari sini.” Dia segera berjalan di sebelah Iveryne, ma
Dalam pertemuan di pulau terpencil, atmosfer dipenuhi dengan tegangan yang begitu kuat, hampir bisa dirasakan. Thalassa, dengan tatapan kemarahan, memandang Eirisea penuh penolakan.“Bagaimana kalian bisa percaya padanya?” Thalassa berseru, suaranya bergema di antara angin laut yang berbisik. “Dia adalah pengkhianat! Dia mengkhianati kepercayaan kita semua!”Para siren yang lain mengangguk setuju, beberapa di antaranya melambungkan nada setuju penuh dengan kemarahan. Namun, Eirisea tetap tenang, matanya memancarkan ketegasan yang tak tergoyahkan. “Aku tidak mengkhianati kalian, Thalassa. Aku hanya ingin kedamaian. Kamu setia pada Poseidon, tapi bahkan dendam Poseidon tidak memiliki alasan untuk dipertahankan sampai sekarang.”Thalassa menatap Eirisea dengan pandangan tidak percaya, namun beberapa dari siren yang lain mulai mengalihkan pandangan mereka di antara satu sama lain, terlihat ragu-ragu. Perdebatan pun berlanjut dengan intensitas yang semakin meningkat.Dengan langkah-langka
Di tepian pantai yang luas, angin laut bertiup lembut menerpa pasir putih, menciptakan gemerisik yang menenangkan. Di tengah-tengah keheningan, burung camar terbang rendah di atas ombak yang tenang, sayapnya meliuk indah menari dengan irama angin. Dengan mata tajam, mereka melintasi cakrawala biru, mencari sesuatu yang berharga. Tiba-tiba, sekelompok burung camar terbang lebih dekat ke arah perairan yang dalam. Salah satunya, dengan bulu putih bersih, melayang di depan ombak yang berkilauan. Calix, Wilder, Heros, dan Pearline duduk di atas karang yang terhampar di pinggir pantai, menyantap Lumiery dengan penuh kenikmatan. Mereka menikmati kelezatan buah itu sambil menikmati pemandangan yang menakjubkan dari Dendrasia di sekitar mereka. Gua yang mereka singgahi menghadap langsung ke Lautan.Ada kilauan cantik cahaya dari kristal-kristal di langit-langit gua menciptakan atmosfer yang magis dan menenangkan, sementara suara ombak yang berirama menambah keajaiban suasana. Pearline terta
Dalam pelukan hangat gua karang, Iveryne dan Eirisea berbaring berdampingan, di atas alas yang terbuat dari lumut lembut, dan pasir-pasir halus yang menyerupai kasur alami, di bawah atap yang terbuat dari batu karang yang rapat. Pasir itu memberikan rasa kenyamanan dan dukungan yang cukup saat ia meletakkan tubuhnya di atasnya. Sementara batu karang di sekitarnya memberikan perlindungan yang alami dari angin laut yang kadang-kadang berhembus masuk ke dalam gua. Rasanya seperti berbaring di atas pelukan alam yang lembut, membuat Iveryne merasa tenang dan terlindungi.Udara dingin mengalir di sekitar. Iveryne memandang langit-langit dengan pandangan kosong, penuh ketegangan. Cahaya matahari senja menyinari Gua melalui celah-celah kecil di langit-langit Gua, menciptakan bayangan-bayangan menari di sekeliling mereka. Suara ombak yang bergulung-gulung di luar gua mengisi ruangan dengan irama menenangkan.Eirisea dan Iveryne terlihat serius, wajah mereka tercermin dalam sinar senja yang l
Keesokan harinya, Eirisea dan Pearline memandang satu sama lain, sepakat dengan keputusan itu. Dengan gerakan tangkas, mereka mengangkat tangan ke arah laut yang luas. Sebuah kapal muncul dari dasar laut, dihiasi dengan lumut laut dan hiasan karang yang indah. ”Ini adalah hadiah dari kami untuk kalian,” ucap Eirisea dengan penuh kehangatan. “Kapal ini akan membawa kalian ke tempat tujuan dengan aman dan cepat,” sambung Pearline antusias, Calix dan Wilder sebelumnya sudah menjanjikan beberapa buah Lumiery untuknya.Mereka berlima terpesona melihat kapal yang muncul begitu tiba-tiba. Calix menatap dengan kagum, Iveryne merasa terharu, Wilder dan Heros bertukar pandangan penuh ketidakpercayaan, sementara Reiger mengangguk untuk sekedar menghormati.“Ini luar biasa,” seru Wilder dengan suara yang hampir tercekat oleh rasa terima kasihnya. “Kalian sungguh luar biasa!” Iveryne memandang Eirisea dan Pearline dengan pandangan cemas. “Apakah Thalassa akan baik-baik saja dengan ini?” tanyany
Di tepi kapal yang berayun lembut, Iveryne berdiri sendirian, matanya terpesona oleh keindahan yang terbentang di hadapannya. Cahaya bulan menerangi permukaan laut, menciptakan jejak-jejak cahaya perak yang melintasi gelombang tenang. Langit malam dipenuhi jutaan bintang yang bersinar gemilang, menambah pesona malam, seolah-olah diberkahi oleh kehadiran para dewa.Di kedalaman Laut Dendrasia, cahaya dari makhluk laut dalam menerangi dasar laut dengan gemerlapnya. Ada Krakaris raksasa yang mengeluarkan cahaya biru misterius dari tubuhnya yang terpancar di antara alga laut. Ikan-ikan bersisik bersinar dengan warna-warni yang mempesona saat mereka berenang di antara terumbu karang, membawa cahaya ke dalam kegelapan laut yang dalam. Makhluk laut yang lebih kecil, seperti cumi-cumi bercahaya dan medusa laut bercahaya, melintas dengan gemerlap sinar di sekitar mereka, menunjukkan pemandangan yang menakjubkan di bawah permukaan laut, menciptakan pertunjukan alami yang memukau. Cahaya mere
Ketika kapal berlabuh di dermaga Ashtanworth, mereka segera melangkah ke daratan yang dipenuhi oleh bangunan-bangunan tua dan angker. Di sepanjang jalan, patung-patung perwira penjaga tampak menjaga di berbagai titik, perbatasan sampai gerbang masuk.Namun, yang seharusnya menjadi penjaga keamanan itu sekarang hanya menambah ketakutan dengan kehadiran mereka yang tampak seperti hantu, wajah-wajah marmer mereka merayap di bawah efek sihir hitam yang seolah memiliki kehidupan tersendiri.Iveryne merasa bulu kuduknya merinding saat dia melewati patung-patung tersebut. Wajah-wajah mereka yang kaku dan mati memberikan kesan aneh yang membuatnya merasa seperti diawasi oleh mata tak terlihat. Dia merasa sesuatu yang ganjil dalam atmosfir kota, sebuah kegelapan mengintai di balik keindahan arsitektur kuno.Reiger mengamati patung-patung dengan ekspresi dingin. “Ini bukan tempat yang menyenangkan,” ujarnya dengan suara rendah.Heran, Iveryne menatapnya. “Kamu merasakannya juga?”Reiger mengang