Jevano membanting pintu kamarnya dengan keras. Dia tahu kalau itu sebenarnya tak sopan. Lebih lagi dia sedang berbicara dengan kedua orang tuanya. Tapi, rasa kesal yang memenuhi hatinya menghilangkan kesadaran itu.
Terdengar ketukan dari luar beberapa kali.
"Jevano, tolong dengerin Bunda sama Ayah dulu, sayang. Ayo bicara baik-baik." Juwita berusaha membuka pintu kamar anaknya itu tapi tak bisa. Jevano menguncinya.
"Enggak mau! Aku enggak mau denger apa-apa dari Bunda atau Ayah. Aku mau tidur!" Jevano membuka kancing jasnya. Dia membuang pakaian itu ke sembarang arah. Dia melonggarkan dasi dan langsung menelungkupkan badannya di kasur. Dia capek karena harus menghadiri acara ayahnya. Lalu sekarang dia kesal karena Bunda dan Ayah akan ke Singapura bersama selama dua mingg
Jevano memukul pundak ayahnya saat pria itu hendak memeluk dan mengajaknya berjalan bersama. Jamal tertawa melihat kelakuan anaknya ini. Dia tetap menempel Jevano dan merangkul pundak anaknya itu. Dia mencium pipi Jevano lalu puncak kepala pemuda tersebut."Makasih," ucap Jamal dengan senyum lebarnya.Jevano melirik ayahnya. Dia menghentikan langkah dan bersendekap. Tatapannya serius. "Lain kali jangan kayak gitu. Kalau aku juga mau gimana?"Jamal menjitak kepala anaknya. "Nikah!"Jevano mengaduh. Kepalanya dielus oleh sang ayah yang tertawa terbahak."Jangan aneh-aneh." Jamal mengecup kepala anaknya lagi.
Sesuai dengan apa yang sudah direncanakan oleh Jamal, dia dan Juwita mengantarkan Jevano ke rumah utama Keluarga Anggari untuk menitipkan anaknya tersebut setelah selesai packing di hari yang sama. Arjuna memberinya kabar bahwa keberangkatan menuju Singapura dimajukan jam sembilan malam. Jadi, dia dan Juwita mengantar Jevano jam tujuh malam ke rumah utama. Dengan sukacita, Tuan dan Nyonya Anggari menyambut cucu mereka. Apalagi Tuan Anggari, dia sampai meninggalkan burung murai kesayangannya demi menemui sang cucu yang baru datang."Hai, Jevano!" Tuan Anggari seperti sedang menyapa anak kecil. Dia melebarkan kedua tangannya dan mendekati sang cucu dengan wajah yang amat sangat semringah. Kakek satu ini memang agak lain."Hai, Kakek." Jevano menyapa denganriang tapi tetap kalem. Dia mendekati kakeknya dan membalas pelukan
Saat tiba di Singapura, Jamal dan Juwita tidak bisa berbagi kamar hotel yang sama. Mereka sudah dipesankan kamar hotel oleh klien mereka masing-masing, Jamal oleh calon koleganya dan Juwita oleh agensi model yang mengundangnya. Jarak antara hotel mereka pun jauh. Dunia memang mengharuskan mereka untuk bekerja giat terlebih dahulu sebelum bersenang-senang.Arjuna tertawa bahagia saat mendorong koper miliknya dan milik Jamal. Dia sungguh puas menertawakan wajah kecewa Jamal dan Juwita yang tadi dia lihat saat mereka harus berpisah. "Makanya, kerja, ya, kerja. Bulan madunya jangan dicampur dengan yang lain. Entar manisnya enggak kerasa." Dia menempelkan kartu pass kamar dan membuka pintu.Jamal mendorong pintu dengan kaki setengah menendang. Dia meraih leher Arjuna dari belakang dan menyeret pria itu untuk masuk. "Puas, hah? Pua
Jevano pulang dijemput oleh sopir pribadi yang disiapkan oleh neneknya. Dia memasuki rumah utama keluarga Anggari dengan santai. Rasanya dia ingin segera merebahkan diri di kasur saja sebelum nanti belajar dan ... tentu saja main game. Dia harus menghilangkan penat setelah ditanyai banyak hal oleh guru pembimbingnya, Bu Felecia. Dulu, dia mengira dengan ada guru pembimbing (tak hanya guru BK) akan sangat membantu. Tapi, sekarang pemikirannya berubah, menurutnya itu sangat merepotkan."Cucu Kakek udah pulang? Enggak jadi ke hypermarket?" Suara Tuan Anggari membuat Jevano menghentikan langkahnya di ruang tengah. "Wajah kamu kenapa lesu kayak gitu?"Jevano mengerucutkan bibirnya dan berjalan menuju sang kakek. Dia duduk di sebelah sang kakek yang sedang bersantai dengan buku bacaannya. "Capek, Kek. Ditanya terus sama guru pembim
Jevano, Syahid, dan Haikal membawa dua troli penuh ke kasir. Ini juga sudah lewat diskusi panjang dan kesepakatan bersama. Rasanya malu juga bawa barang belanjaan segini banyak. Mana isinya cuma makanan ringan dan minuman kemasan lagi. Mereka kayak sedang memperlihatkan bagaimana remaja yang suka ngemil. Untung mereka tidak gemuk dan cukup berotot. Paling cuma Haikal yang punya kepala bunda dan pipi chubby."Lo beneran bawa debit, kan, ya? Masa iya kita mau kredit kek gini." Haikal tidak mau malunya bertambah."Tenang. Gue bawa dompet, kok. Udah gue cek semua. Kalau enggak bawa pun gue bawa hp. Bisa langsung bayar online." Jevano memeriksa kantongnya dan aman."Atau kalau enggak, ya, minjem kamu dulu, Kal." Syahid memberikan solusi yang membuat senyuman Jevano terulas le
Juwita membuka matanya. Dia mengatur pernapasan dengan perlahan hingga kesadarannya kembali penuh. Matanya menatap langit-langit yang cukup asing di memorinya. Dia baru ingat kalau tidak sedang berada di kamarnya.Tangan lentik itu meraih gawai yang tergeletak asal di sampingnya. Dia menyalakan benda itu dan melihat pukul berapa sekarang. Ternyata masih terlalu pagi untuk bangun dan dia hanya tidur dua jam semalam. Seingatnya dia berangkat tidur jam satu. Sekarang masih jam tiga dan dia tidak merasakan kantuk sama sekali. Astaga, padahal badannya terasa remuk semua seperti ini. Sepertinya dia harus memasukkan spa di daftar jadwalnya di Singapura ini.Juwita bangkit dari kasur sambil membawa gawainya dan menuju kamar mandi. Kemarin malam dia hanya sempat membilas badannya saja tanpa sanggup membersihkan secara keseluruhan. Bad
Jadwal padat, menghadiri acara demi acara, bertemu dengan banyak manusia, berpose di hadapan banyak kamera flash, tersenyum seharian meskipun tenaga hampir habis adalah definisi dari melelahkan yang sesungguhnya. Jamal dan Juwita telah menyelesaikan jadwal mereka di hari kelima. Mereka sama-sama kembali ke hotel masing-masing menggunakan mobil pribadi yang sudah disiapkan oleh perusahaan. Punggung mereka bersandar dengan nyaman ke jok, melepaskan lelah yang menghinggapi seluruh tubuh mereka. Mata mereka terpejam dan napas mereka perlahan mulai teratur."Kak, aku akan terbang besok pagi ke Indonesia. Ada yang mau dititipin?" tanya Arjuna kepada Jamal yang duduk di sampingnya.Jamal membuka matanya. Dia menoleh ke arah manager sekaligus asistennya ini. "Dititipin buat siapa?"
Hari ini adalah hari di mana Jamal dan Juwita bertemu. Malam ini adalah malam saat mereka harus segera melepas rindu. Mereka sudah mengatur rencana dan jadwal apa saja yang akan mereka lakukan berdua selama sembilan hari yang tersisa di Singapura. Berawal dari check in ke hotel yang sama hingga memilih kamar dengan pelayanan terbaik. Tentu saja mereka tidak akan menyiakan kesempatan untuk menghabiskan waktu bersama di sini. Termasuk di atas kasur.Suara napas Juwita dan Jamal terdengar bersahut-sahutan. Kegiatan ranjang memang pilihan yang tepat untuk melepaskan rindu. Pria itu merebahkan tubuhnya di sebelah sang istri. Senyumannya terulas sangat lebar di bibir. Dia menarik Juwita ke dalam pelukan dan mendekap wanita yang dicintainya itu dengan erat. Dia mencium bibir istrinya lalu kening. "Aku tahu kamu pasti sudah muak, Juwita. Tapi, aku tidak akan berhenti mengatakan bahwa aku