Saat tiba di Singapura, Jamal dan Juwita tidak bisa berbagi kamar hotel yang sama. Mereka sudah dipesankan kamar hotel oleh klien mereka masing-masing, Jamal oleh calon koleganya dan Juwita oleh agensi model yang mengundangnya. Jarak antara hotel mereka pun jauh. Dunia memang mengharuskan mereka untuk bekerja giat terlebih dahulu sebelum bersenang-senang.
Arjuna tertawa bahagia saat mendorong koper miliknya dan milik Jamal. Dia sungguh puas menertawakan wajah kecewa Jamal dan Juwita yang tadi dia lihat saat mereka harus berpisah. "Makanya, kerja, ya, kerja. Bulan madunya jangan dicampur dengan yang lain. Entar manisnya enggak kerasa." Dia menempelkan kartu pass kamar dan membuka pintu.
Jamal mendorong pintu dengan kaki setengah menendang. Dia meraih leher Arjuna dari belakang dan menyeret pria itu untuk masuk. "Puas, hah? Pua
Jevano pulang dijemput oleh sopir pribadi yang disiapkan oleh neneknya. Dia memasuki rumah utama keluarga Anggari dengan santai. Rasanya dia ingin segera merebahkan diri di kasur saja sebelum nanti belajar dan ... tentu saja main game. Dia harus menghilangkan penat setelah ditanyai banyak hal oleh guru pembimbingnya, Bu Felecia. Dulu, dia mengira dengan ada guru pembimbing (tak hanya guru BK) akan sangat membantu. Tapi, sekarang pemikirannya berubah, menurutnya itu sangat merepotkan."Cucu Kakek udah pulang? Enggak jadi ke hypermarket?" Suara Tuan Anggari membuat Jevano menghentikan langkahnya di ruang tengah. "Wajah kamu kenapa lesu kayak gitu?"Jevano mengerucutkan bibirnya dan berjalan menuju sang kakek. Dia duduk di sebelah sang kakek yang sedang bersantai dengan buku bacaannya. "Capek, Kek. Ditanya terus sama guru pembim
Jevano, Syahid, dan Haikal membawa dua troli penuh ke kasir. Ini juga sudah lewat diskusi panjang dan kesepakatan bersama. Rasanya malu juga bawa barang belanjaan segini banyak. Mana isinya cuma makanan ringan dan minuman kemasan lagi. Mereka kayak sedang memperlihatkan bagaimana remaja yang suka ngemil. Untung mereka tidak gemuk dan cukup berotot. Paling cuma Haikal yang punya kepala bunda dan pipi chubby."Lo beneran bawa debit, kan, ya? Masa iya kita mau kredit kek gini." Haikal tidak mau malunya bertambah."Tenang. Gue bawa dompet, kok. Udah gue cek semua. Kalau enggak bawa pun gue bawa hp. Bisa langsung bayar online." Jevano memeriksa kantongnya dan aman."Atau kalau enggak, ya, minjem kamu dulu, Kal." Syahid memberikan solusi yang membuat senyuman Jevano terulas le
Juwita membuka matanya. Dia mengatur pernapasan dengan perlahan hingga kesadarannya kembali penuh. Matanya menatap langit-langit yang cukup asing di memorinya. Dia baru ingat kalau tidak sedang berada di kamarnya.Tangan lentik itu meraih gawai yang tergeletak asal di sampingnya. Dia menyalakan benda itu dan melihat pukul berapa sekarang. Ternyata masih terlalu pagi untuk bangun dan dia hanya tidur dua jam semalam. Seingatnya dia berangkat tidur jam satu. Sekarang masih jam tiga dan dia tidak merasakan kantuk sama sekali. Astaga, padahal badannya terasa remuk semua seperti ini. Sepertinya dia harus memasukkan spa di daftar jadwalnya di Singapura ini.Juwita bangkit dari kasur sambil membawa gawainya dan menuju kamar mandi. Kemarin malam dia hanya sempat membilas badannya saja tanpa sanggup membersihkan secara keseluruhan. Bad
Jadwal padat, menghadiri acara demi acara, bertemu dengan banyak manusia, berpose di hadapan banyak kamera flash, tersenyum seharian meskipun tenaga hampir habis adalah definisi dari melelahkan yang sesungguhnya. Jamal dan Juwita telah menyelesaikan jadwal mereka di hari kelima. Mereka sama-sama kembali ke hotel masing-masing menggunakan mobil pribadi yang sudah disiapkan oleh perusahaan. Punggung mereka bersandar dengan nyaman ke jok, melepaskan lelah yang menghinggapi seluruh tubuh mereka. Mata mereka terpejam dan napas mereka perlahan mulai teratur."Kak, aku akan terbang besok pagi ke Indonesia. Ada yang mau dititipin?" tanya Arjuna kepada Jamal yang duduk di sampingnya.Jamal membuka matanya. Dia menoleh ke arah manager sekaligus asistennya ini. "Dititipin buat siapa?"
Hari ini adalah hari di mana Jamal dan Juwita bertemu. Malam ini adalah malam saat mereka harus segera melepas rindu. Mereka sudah mengatur rencana dan jadwal apa saja yang akan mereka lakukan berdua selama sembilan hari yang tersisa di Singapura. Berawal dari check in ke hotel yang sama hingga memilih kamar dengan pelayanan terbaik. Tentu saja mereka tidak akan menyiakan kesempatan untuk menghabiskan waktu bersama di sini. Termasuk di atas kasur.Suara napas Juwita dan Jamal terdengar bersahut-sahutan. Kegiatan ranjang memang pilihan yang tepat untuk melepaskan rindu. Pria itu merebahkan tubuhnya di sebelah sang istri. Senyumannya terulas sangat lebar di bibir. Dia menarik Juwita ke dalam pelukan dan mendekap wanita yang dicintainya itu dengan erat. Dia mencium bibir istrinya lalu kening. "Aku tahu kamu pasti sudah muak, Juwita. Tapi, aku tidak akan berhenti mengatakan bahwa aku
Jevano berjalan di lobi sekolah dengan lemas. Kedua tangannya dia sakukan di celana. Kepalanya menunduk. Kakinya setengah menendang udara. Dia persis sekali seperti orang galau yang kelaparan tapi semua warung tutup. Percuma saja punya uang kalau tak ada yang dimakan. Sama dengan dirinya, percuma saja sudah punya bunda tapi tidak ada telepon untuk menanyai kabarnya.Seperti Jevano yang tak acuh biasanya, dia tidak mempedulikan bisik-bisik para siswa yang sedang memandang ke arahnya. Dia bisa mendengar dengan jelas malahan apa yang mereka ucapkan tapi sekedar melirik saja Jevano sungguh malas. Dia tak punya energi sekarang. Entah apa itu energi."Jev!"Barulah saat mendengar suara yang sangat tidak asing di telinganya, dia mengangkat wajah. Tubuhnya hampir oleng dan terja
Acara berjalan dengan lancar.Itu adalah impian setiap orang yang menyelenggarakan sebuah kegiatan. Begitu pula dengan keluarga Anggari yang sedang merayakan hari ulang tahun Jevano yang keenam belas ini. Sejauh ini, dari awal acara dimulai, semua baik-baik saja. Acara berjalan seperti semestinya dan suasana rumah utama Anggari itu sangat kondusif.Setidaknya itu yang dilihat oleh para orang tua.Suara musik yang diputar, mengalun syahdu dengan tempo sedang. Seperti yang telah disepakati oleh Jalan dan Juwita di Singapura, mereka merayakan ulang tahun Jevano dengan konsep classy. No DJ party biar Jevano enggak ajeb-ajeb, kalau kata Jamal.Tamu undangan yang datang juga bukan orang biasa. Ada para i
Sudah larut malam dan Jevano masih belum masuk ke dalam kamarnya. Dia masih berada di halaman belakang rumah utama Anggari sambil memandangi para staf EO (Event Organizer) yang sedang bekerja setelah acara ulang tahunnya selesai. Dia duduk di antara anak tangga teras yang panjang. Biasanya, dulu saat ada acara yang digelar di sekitar tempat tinggalnya sebelum ini, dia selalu disuruh membantu para tetangga bersama ayahnya untuk merapikan sisa acara. Sekarang, dia hanya diperbolehkan untuk melihat."Mas Jevano ngapain masih di sini? Enggak masuk?" ucap salah satu staf wanita EO dengan ramah. Dia membawa peralatan makan yang sudah kosong.Jevano menggeser duduknya. Dia memberikan senyuman manisnya meskipun terasa lelah. "Maaf, mengganggu Kakak, ya?"Wanita itu menggel