Sudah larut malam dan Jevano masih belum masuk ke dalam kamarnya. Dia masih berada di halaman belakang rumah utama Anggari sambil memandangi para staf EO (Event Organizer) yang sedang bekerja setelah acara ulang tahunnya selesai. Dia duduk di antara anak tangga teras yang panjang. Biasanya, dulu saat ada acara yang digelar di sekitar tempat tinggalnya sebelum ini, dia selalu disuruh membantu para tetangga bersama ayahnya untuk merapikan sisa acara. Sekarang, dia hanya diperbolehkan untuk melihat.
"Mas Jevano ngapain masih di sini? Enggak masuk?" ucap salah satu staf wanita EO dengan ramah. Dia membawa peralatan makan yang sudah kosong.
Jevano menggeser duduknya. Dia memberikan senyuman manisnya meskipun terasa lelah. "Maaf, mengganggu Kakak, ya?"
Wanita itu menggel
Jamal dan Jevano saling memandang. Pikiran mereka kosong sekarang. Mereka sama-sama melihat ke benda yang ada di dalam kotak kaca itu. Satunya tipis satunya lagi seperti termometer."Karena Bunda ragu makanya tes dua kali." Juwita tersenyum malu. Dia menahan rasa bahagianya yang meluap-luap sekarang. Terlebih lagi dia melihat reaksi suami dan anaknya yang sangat menggemaskan sekarang. "Alhamdulillah. Hasilnya positif semua.""Bae." Jamal kehilangan kata-kata. Dia langsung berdiri dan menghampiri istrinya. Dia menyela rambut Juwita dan mengecup kening wanita itu. "Bae, kamu enggak lagi bercanda, kan?" tanya Jamal tetap masih tidak percaya dengan apa yang dia lihat dan dengar.Juwita menerima kecupan singkat di bibir suaminya. Dia mengangguk. "Aku hamil, Mas. Aku belum tah
Jevano merebahkan badan di sofa ruangan khusus di sekolahnya dengan kasar. Kakinya terasa kram dan hatinya butuh ketenangan. Karena itulah dia meletakkan kakinya di atas sandaran sofa dengan tubuh yang terbalik. Dia memejamkan matanya sejenak untuk menghilangkan kepenatan yang sudah dia rasakan di pagi hari ini. Mimpi apa semalam sampai dia harus capek begini."Kenapa lo?" tanya Haikal yang lebih dulu datang daripada Jevano.Jevano tidak langsung menjawab. Dia masih butuh untuk menyelaraskan napasnya. "Gue kira udah telat ini tadi."Haikal hanya mengangguk. Di sampingnya ada Arina yang sedang mengerjakan soal-soal latihan. Rani dan Syahid belum datang. Mereka berdua baru datang setelah beberapa saat."Jevano kenapa?
Arjuna langsung mengikuti langkah Jamal saat melihat direkturnya itu datang. Dia baru saja membereskan satu berkas penting yang berisikan informasi tentang rencana kolaborasi dengan agensi model milik ibu Arina, Diyanah."Kakak!" panggil Arjuna sambil memasuki ruangan Jamal. Dia langsung menghentikan langkahnya dan menggigit bibir bawahnya saat menyadari kesalahannya, memanggil atasan dengan sapaan santai di kantor. Apalagi dia tadi belum sepenuhnya masuk. "Hehehe. Maaf, kelepasan."Jamal menyalakan komputernya dan duduk. Dia menggeleng kecil karena kelakuan Arjuna yang tak berubah sedikit pun."Gimana Juwita?" Pria itu malah berbasa-basi."Cepetan. Ada apa?" Jamal membuka email yang terkirimkan kepadanya. Ban
Lukman terpaku dan segera melipat bibirnya saat melihat Jamal yang muncul di pintu depan rumah Juwita. Dia bisa bernapas sedikit lega karena suami Juwita itu tidak melihatnya sedang memegang perut sang istri. Sebenarnya, Juwita sedari tadi sudah memintanya terus untuk memegang perut wanita itu. Akan tetapi, Lukman merasa segan saja dengan Jamal meskipun pria itu tadi tidak ada di rumahnya."Loh, Jae? Kamu kenapa pulang, Sayang?"Jamal menatap Lukman dengan tatapan yang amat tajam. Gara-gara pria itu, dia harus meninggalkan pekerjaannya. "Aku, kan, udah bilang buat tunggu aku dulu, Bae." Dia sengaja membuat ucapannya semesra mungkin. Dia berhenti tepat di depan Juwita. Kedua tangannya menangkup pipi wanita tersebut dan memberikan kecupan yang cukup lama di kening.Mata Ju
Jevano menoleh ke belakang. Dia tadi mendengar ada seseorang yang memanggilnya. Akan tetapi, saat dia periksa, tak ada siapa pun yang ada di sana. Hanya ada beberapa siswa Delta Pelita yang baru datang dan turun dari mobil mereka. Kepalanya sempat celingukan, mungkin orang yang memanggilnya itu tertutup oleh kendaraan, tapi tetap saja dia tidak mendapati ada orang yang menghadapnya sama sekali.Kepala pemuda itu miring sedikit. Dia akhirnya memutuskan kalau tadi dia mungkin salah dengar. Langkahnya diteruskan. Tatapannya tidak awas karena masih memikirkan intuisinya yang dia yakin benar. Dia tadi juga merasa kalau ada yang sedang mengawasinya. Dia yakin hampir seratus persen."Jangan bengong!" Seseorang merangkul pundak Jevano dan hampir melilit lehernya.Pemuda itu meno
Jamal terdiam di tempat saat merasakan tubuhnya direngkuh dengan erat oleh wanita yang baru saja dia temui itu. Untuk sekian detik, dia merasakan getaran di seluruh tubuhnya. Getaran yang sama seperti saat dia direngkuh oleh wanita yang dia cintai dulu. Getaran yang sama yang selalu membuatnya nyaman berada dalam pelukannya di masa lalu. Getaran yang sama yang membuatnya bisa memiliki anak manis nan pintar bernama Jevano.Sejatinya, semuanya juga sama. Dia sedang dipeluk oleh wanita yang sama dengan wanita yang membuatnya jatuh cinta untuk pertama kalinya. Wanita yang telah memenangkan dirinya dan membuatnya memilih jalannya sendiri untuk berpisah dengan keluarga besarnya."Senang bertemu denganmu lagi, Sayang." Wanita itu berbisik di telinga Jamal.Suara itu tetap
"Pulang sama siapa lo?" tanya Haikal basa basi saat dia dan Jevano beriringan berjalan di lobi gedung pertama Delta Pelita. Dia merangkul Jevano yang terlihat lebih diam daripada biasanya. Tidak enak saja kalau dia ikut-ikutan diam juga."Bunda." Jevano menjawab dengan suara rendah. "Katanya Bunda bakalan jemput gue bareng pak sopir. Enggak tahu, Bunda sekarang doyan banget jemput, padahal udah dilarang sama Ayah."Haikal menepuk-nepuk lengan atas Jevano. "Itu namanya Bunda lo dah kangen antar jemput anaknya. Nikmatin aja, Jev. Selagi lo masih punya sosok ibu."Jevano mengangguk. Ucapan Haikal tadi sebenarnya sempat membuatnya tertegun. Dia memilih untuk diam dan menuruti apa yang dikatakan oleh temannya itu daripada memperpanjang percakapan mereka tentang sosok ibu. Hai
Malam hari tiba.Jevano harus menambal jadwal belajarnya yang sempat tertunda tadi karena menempel ke bundanya. Padahal, tadi dia sengaja untuk tidak belajar karena ingin libur, mumpung ayahnya belum pulang. Dia akan menggunakan waktu selepas makan malam dengan bermain game. Akan tetapi, ayahnya malah pulang cepat dan mendapatinya tidak belajar. Walhasil, dia sekarang harus tetap benar-benar belajar kalau tidak mau ayahnya memergoki dan memberinya pendisiplinan.Sedangkan itu, Jamal sedang duduk di samping Juwita di atas kasur. Dia sedang membaca buku tentang bisnis terbitan terbaru. Istrinya baru saja dari kamar mandi. Wanita itu sudah tiga kali ini bolak balik kamar mandi. Dengan sigap, Jamal membantu Juwita untuk memosisikan diri di atas kasur dengan nyaman. "Hati-hati, sayang."