"Mak apa ada Diandra?" Terdengar sahutan suara pria menanyakan namaku. Dari suaranya sudah tak asing lagi. Dia adalah Rojali.Aku yang sedang santai dengan ponsel di tangan, menoleh ia arah suara tersebut terlihat Jali berdiri di samping Emak. Sedangkan aku melihatnya di balik kaca."Ada sedang di dalam masuk aja," papar Mak Jamilah kembali melakukan aktivitasnya menyapu halaman rumah yang banyak dedaunan gugur sebab sedang musim angin dan hujan."Emak kenapa gak kerja? Padahal Mama sudah menunggu emak dari tadi?" tanya Jali kembali."Emak sedang sakit pinggul jal, sepertinya Emak sudah terlalu tau hingga tenaga Emak sudah tidak kuat sekarang. Ditambah badan Emak sedang tidak sehat sama sekali Jadi Emak sementara ini akan beristirahat dulu Jali," tutur Mak Jamilah."Kalau begitu semoga cepet sembuh ya Mak, pokoknya doaku selalu menyertaimu," ungkap Jali sembari melenggang ke arah rumah untuk mencariku.Aku menghela nafas dengan kasar, sebelum dia masuk alangkah baiknya aku sudah siap
"Nih tisu," sahut Jali dengan tangan menyodorkan selembar tisu.Awalnya aku menoleh pada wajahnya setelah itu aku melirik tisu yang berada di tangan Jali.Tanganku mengulur untuk mengambil tisu yang Jali sodorkan, "Terimakasih.""Lo gak usah sedih gitu dong, gue jadi tak kuasa melihatnya. Gue suka gak enakan kalau lihat cewek menangis. Percuma juga Lo nangisin laki-laki kayak Haris itu. Seharusnya Lo bersyukur tidak dijodohkan dengannya," papar Jali sambari menghembuskan bokongnya di kursi bersamaku."Iya omongan Lo ada benarnya juga sih, tapi seenggaknya gue perlu waktu untuk melupakan seseorang. Apalagi Haris seenggaknya telah membuat hari-hari yang kulalui berwarna.""Iya sih gue paham itu. Malah sekarang gue yang bingung, gimana caranya agar Haris menceraikan Mama gue. Dan agar Mama tau kalau Haris bukan laki-laki yang mencintainya apa adanya," ungkap Jali mengeluarkan seluruh uneg-uneg yang dipendamnya selama ini.Aku ikut heran tatkala mendengar itu."Maksud Lo?" tanyaku."Lo ma
Ku ambil beberapa bahan di dapur untuk membuatkan Emak bubur, kalau hanya mengandalkan beli jam segini kayaknya bubur sudah habis. Saat tanganku mengulur untuk mengambil beras ternyata beras tersebut nampak tinggal sedikit lagi, ku pandangi wajah tersebut secara gamang. Emak lupa beli beras apa kenapa ya? Kok wajahnya kosong begini, akan tetapi masih ada sedikit lagi, kayaknya cukup kalau hanya membuat bubur saja.Ku perhatikan juga isi kulkas nampak kosong. Maklum beberapa hari ini aku jarang sekali masak, makannya baru baru mengetahuinya sekarang.Apa mungkin Emak sudah tidak punya lagi uang untuk membeli bahan dan juga beras. Tapi kenapa Emak gak bilang sama aku, seenggaknya aku punya beberapa uang untuk membeli bahan itu. Melihat keadaan ini semua tiba-tiba saja dadaku sesak ikut nyeri. Aku terlalu sibuk memikirkan dunia kegalauan karena cinta hingga aku lupa kalau ada Emak yang membutuhkan uang. Astaghfirullah mendadak kepala ini terasa pening, tiada cara lagi yang bisa ku laku
"Gue pilih baju yang ini saja, sudah cukup, baju pilihan Lo itu gak pantas sama sekali di Badan gue," kataku sembari mengacungkan gantungan baju dan baju dres hitam pendek selutut.Jali hanya mengangguk sembari masih cengengesan.Setelah beberapa saat aku mengganti baju juga di dandani oleh pegawai butik, akhirnya telah usai juga. Terlihat rapi walaupun jauh dari biasanya. "Sekarang semuanya telah selesai ayo kita pergi kerumah Lo, gue sudah gak sabar ingin semua pekerjaan ini kelar," ajakku sembari menarik tangan Jali. Akan tetapi sepertinya Jali malah melongo ternganga tatkala melihat yang sudah berubah. Aku memakai dres hitam pendek selutut dan juga rambut panjang sengaja diuraikan. Baru kali ini aku menguraikannya. Biasanya aku selalu mengingatnya setiap kali aku keluar. Tak lupa juga aku memakai lipstik yang berwarna merah bata membuat bibirku yang tipis ini seksi seketika. Wajahku di olesi oleh make up yang lumayan natural hingga aku tidak kelihatan layaknya tante-tante. Aku
"Silahkan masuk, pokoknya Lo sudah mempersiapkan semuanya bukan?" tanya Jali tatkala kami baru saja sampai di teras rumah depan.Tangan Jali mengulur untuk membuka pintu, akan tetapi tiba-tiba saja pintu utama tersebut terbuka dengan sendirinya. Bude Meri tak sengaja yang membuka daun pintu tersebut.Krieet!Pada saat membukanya bersamaan dengan kedatangan kami. Pandangan bude Meri tak bisa berpaling pada hal lain selain hanya padaku. Tatapan itu begitu susah diartikan, akan tetapi aku tau kalau dia tidak menyukai kedatanganku."Eh bude, apa kabar?" tanyaku sembari mengulurkan tangan bermaksud untuk memberi salam. Namun, di saat tangan ini telah mengulur tak ada sama sekali repson yang membalasnya. Ia hanya terdiam sembari melihat uluran tanganku."Baik!" balasnya cukup begitu ketus.Aku dan Jali saling berpandangan. Entah kenapa Bude Meri tak mau membalas uluran tanganku. Hingga kembali ku tarik uluran tangan itu. Jangan di tanya lagi sudah pasti kena mental sebab malu dan juga sakit
"Mbak Meri Susanti," sapa pria muda yang bermata sipit. Seketika Mbak Meri menoleh ke arah suara barusan,wajahnya tak berkedip sama sekali saat lelaki muda itu menghampiri. "Ada apa?" tanya Meri sembari melempar senyuman lembut pada pria yang saat ini menjadi suami dari adiknya itu."Apa kau tau bahwa Jali akan menikah dengan wanita miskin itu, apa kamu tau juga bahkan keinginan wanita miskin itu tercapai, sesungguhnya dia hanya menginginkan harta yang dimiliki Jali dan bukan menikah karena cinta. Apa tidak keterlaluan menurutmu, lebih baik kita buat rencana agar pernikahan Jali gagal. Biar aku bantu semampuku, aku tidak setuju sama sekali kalau kekayaan istriku nantinya akan habis sebab di peras wanita itu," papar Haris menegaskan. Sengaja dia menghasut sang Kakak ipar agar Jali tidak jadi menikah dengan wanita yang kini menjadi mantannya itu, yaitu Diandra."Kata siapa mereka akan menikah?" tanya Meri sembari mengerutkan dahi, merasa heran saat mendengar pernikahan Jali."Kalau Mb
"Apa?! Besok menikah?"Aku begitu terkejut tatkala besok adalah hari pernikahanku bersama Rojali pria rese yang otaknya berada di dengkul. Aku mengusap wajahku tak percaya kalau hari pernikahanku akan secepat ini."Iya Dian, nunggu apa lagi? Kita sudah lama juga tunangan. Lagian dari pada Lo dagang cilok ya mending lo jadi istri bayaran gue aja, bayarannya juga lebih mahal. Jadi Lo sama Emak bisa terpenuhi semua kebutuhannya," papar Rojali meyakinkan niatnya akan membawaku ke jalan yang lebih baik."Bukan masalah itu Jali, tapi melepas masa lajang itu tidaklah gampang. Apalagi gue sama Lo gak saling mencintai. Bahkan Lo mencintai wanita lain begitupun juga gue malah mencintai pria lain," ungkapku sembari memasang wajah melas."Emang Lo masih cinta sama si Haris, Lo gak kapok sama dia, dia hanya menggap Lo sebagai obat oskadon doang kok. Cuma nyari Lo di saat dia gabut aja, lalu kalau ada nyokap gue, Lo malah dibuang dengan sia-sia. Yang dia butuhkan itu uang Dian uang, bukan cinta. Pe
Begitupun dengan Jali, Persia berbaju kaos oblong hitam itu nampak heran tatkala sang Mama malah ingin menunda pernikahannya yang sejak dulu diharapkan dan bahkan diperjuangkan itu."Ya sudah kalau itu keputusan yang terbaik untukmu Jali, Mama harap kamu tidak terburu-buru. Tapi kalau memang kamu sudah siap segalanya maka Mama hanya bisa mendukung dan mendoakan yang terbaik untuk anak lelaki kesayangan Mama ini," tutur Bu Janita sembari melemparkan senyum dan juga mengusap pipi Jali dengan penuh kelembutan.Tatkala memandang sang anak berapa hati Bu Janita merintih. Sampai saat ini Bu Janta selaku ibu kandung belum bisa membahagiakan sang anak dan juga melihat anaknya hidup dengan tenang bersama pasangan. Semoga saja dengan adanya perjodohan ini hidup Jali berubah dan lebih baik dari kehidupan sebelumnya. Janita pun tidak bisa melarang lagi keinginannya kali ini. "Kalau begitu Mama permisi Jali, semoga besok akan menjadi hari yang membahagiakan untukmu dan juga istrimu," ungkap Janit